Chapter 227 - Tidak Sabar Untuk Melepas Sabuknya

Name:Perceraian Ke-99 Author:Wan Lili
Bo Xiao meliriknya dan berkata dengan lembut, "Sayang, itu pasti sebuah ilusi."

Rong Anna mengernyitkan kening dan berbalik ke belakang, melihat Su Qianci yang sedang dikelilingi oleh banyak orang. Dengan senyuman di wajahnya dan riasan wajah yang ringan, wajahnya tampak halus dan tidak berbahaya, seperti gadis di sebelah rumah.

Merasakan tatapan Rong Anna, Su Qianci berbalik ke arahnya dan tersenyum.

Rong Anna menaikkan alisnya dan terkekeh. "Itu memang sebuah ilusi."

"Mereka sekilas agak mirip, tetapi banyak orang memiliki karakteristik wajah seperti itu. Wajar jika kau akan merasa seperti ini."

"Betul."

Di festival musik ini, banyak selebritas akan tampil di panggung. Selama penampilan mereka, Su Qianci tidak bisa menahan perasaan gugup karena dia akan tampil juga.

Bo Xiao tampil sebelum kelompok musiknya. Dia tampil bersama dengan Rong Anna. Bo Xiao bermain piano, sementara Rong Anna bermain biola. Musiknya halus dan manis, salah satu lagu terbaik Bo Xiao. Namun, kolaborasinya dengan Rong Anna tidak terlalu bagus, karena Su Qianci telah mendengar yang lebih baik dari Bo Xiao di kehidupan sebelumnya.

Segera giliran mereka tampil tiba. Dengan sebuah pikiran kosong, Su Qianci merasa khawatir bahwa dia mungkin membuat sebuah kesalahan karena dia sangat tegang. Beruntung, sepertinya tidak ada seorangpun yang memperhatikan orang asing seperti dia. Semua orang riuh bersorak sorai pada kelompok musiknya.

Festival musikpun segera berakhir. Kelompok musik Song Yifan jelas menjadi perbincangan banyak orang. Su Qianci bersembunyi saja di belakang Song Yifan dengan tenang. Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada para musisi di bandara, Su Qianci kembali ke Kotaraja. Itu tanggal 14 Oktober.

"Aku kembali. Akan tiba di Kotaraja jam 5 sore."

"Oke. Kami akan mengikuti rencananya."

Saat keluar dari bandara, Su Qianci menolak usulan Song Yifan untuk mengantarnya pulang dan menunggu sopir Yang. Namun, setelah sepuluh menit, sopir Yang masih belum datang. Su Qianci kemudian mendapat sebuah telepon darinya dan mengetahui bahwa mobilnya mengalami gangguan di jalan tol. Su Qianci harus mencari taksinya sendiri.

Bandara itu tidak jauh dari tempat Li Sicheng dan dirinya tinggal, hanya sekitar setengah jam dengan mobil. Namun, sopir taksi itu membutuhkan lebih dari empat puluh menit untuk mencapainya. Melihat angka pada argometer yang semakin tinggi, Su Qianci tiba-tiba mengerti mengapa hal itu terjadi.

"Pak, tolong cepat. Hari sudah semakin malam."

"Oke."

Pada akhirnya, sopir taksi tersebut tidak membawanya ke rumah, tetapi meninggalkannya beberapa blok jauhnya dari rumah. Alasannya adalah mobil itu kehabisan bensin. Merasa sangat marah, Su Qianci mengambil kopernya dan mulai berjalan pulang. Sudah lewat pukul 6 sore dan hari mulai gelap karena musim panas sudah berlalu. Saat Su Qianci berjalan, pencahayaan di jalan itu agak gelap.

Saat itu sudah waktunya makan malam, jadi jalanannya cukup kosong. Saat dia berjalan, Su Qianci merasa ada seseorang yang mengikutinya. Dia berhenti dan melihat ke belakang tetapi tidak melihat ada yang aneh. Ketika dia melanjutkan jalannya, perasaan bahwa dirinya dikuntit semakin terasa.

Su Qianci menjadi waspada, mengambil ponselnya, menekan nomor darurat dan meletakkan jarinya di tombol "memanggil" untuk berjaga-jaga.

Dengan kopernya, Su Qianci berbelok di sebuah sudut. Tiba-tiba, dia mendengar suara napas berat, berbau alkohol, dan kemudian dirinya dipeluk oleh seseorang.

Su Qianci berteriak, "Lepaskan aku!"

Namun, orang itu menarik Su Qianci ke sebuah lorong yang gelap. Lorong itu gelap dan panjang. Pria mabuk itu mendorong Su Qianci ke tanah dan tidak sabar untuk melepaskan sabuknya ….