Chapter 133 - Neptunus, Kah?

Name:Nuansa Author:Sihansiregar
Nuansa mengerutkan dahinya begitu mendengar apa yang dikatakan oleh pria tua tersebut.

"Itu pasti mereka, tidak salah lagi," ucap Thomas.

"Lalu apa yang terjadi? Mereka mengembalikan motornya?" tanya Nuansa pada pria tua bernama Edi Nuryanto ini.

"Ya," jawab Pak Edi.

"Bapak tidak bertanya ke mana mereka membawa motor itu?"

"Aku tidak berani macam-macam, mereka sangat menyeramkan, apa lagi salah satu dari mereka membawa pistol."

"Berapa lama mereka membawa motor itu?"

"Sekitar beberapa jam."

"Mereka mengembalikannya ke rumah ini?"

"Tidak, pada saat mereka meminjamnya, mereka menyuruhku untuk datang ke sebuah jalan raya beberapa jam setelah pertemuan kami itu, dan ketika aku datang ke jalan raya itu, ternyata mereka hanya ingin mengembalikan motorku."

"Bapak tidak berteriak minta tolong?" tanya Rea.

"Salah satu dari mereka mengarahkan pistolnya ke arahku, tapi tidak ada yang melihat pistol itu karena dia menyembunyikan sebagian besarnya di dalam jasnya," jawab Pak Edi.

"Di mana pertama kali kalian bertemu sehingga mereka bisa meminjam paksa motormu?" giliran Thomas yang bertanya.

"Di sebuah jalanan yang sepi, awalnya aku kira mereka akan membegalku, ternyata hanya ingin meminjam motorku."

"Tidak ada orang saat mereka meminjam paksa motormu?" Itzan juga bertanya.

"Tidak."

Suasana kemudian menjadi hening.

"Aku sudah memberitahu semuanya pada kalian, sekarang aku tidak tahu apakah aku akan baik-baik saja atau tidak, tapi aku memohon sekali lagi pada kalian untuk pergi dari sini," kata Pak Edi.

"Baiklah, kami akan pergi. Terima kasih banyak atas bantuannya, maaf jika kami sangat mengganggu dan merepotkan," ucap Nuansa yang kini merasa tidak enak hati, sangat.

Nuansa dan yang lainnya lantas berpamitan pada pria tua yang kini terlihat sangat ketakutan itu. Keempatnya lalu kembali ke mobil Thomas.

"Kau sudah bisa menentukan apa kira-kira motif orang-orang itu meminjam motor pak tua ini?" tanya Nuansa pada Thomas.

"Kenapa kau bertanya padaku?" Thomas malah bertanya balik.

"Kenapa tidak?"

"Kau tidak boleh bergantung padaku, aku tidak memiliki waktu yang banyak untuk membantumu dalam hal ini, sebenarnya aku sudah harus fokus mengurus skripsi, tapi akulah yang sepertinya paling santai, anak-anak yang akan mengadakan pertunjukan saja sudah serius mengurus skripsi sementara mereka juga harus sibuk mempersiapkan pertunjukan mereka. Maksudku, bagaimana jika aku tidak ada nanti? Apa kau akan bertanya padaku juga sementara aku akan pusing memikirkan skripsi? Kau harus mencari tahu sendiri apa kira-kira motif mereka."

Nuansa lalu terdiam.

"Kurasa ... mereka ingin menyamarkan identitas mereka dengan memakai motor asal," ujar Nuansa.

Thomas kemudian terkekeh kecil.

"Kenapa? Apa menurutmu aku salah?" tanya Nuansa.

"Tidak, hanya saja dugaanku tentang kau ternyata salah. Kau ternyata cukup pintar, kau harus berterima kasih padaku," jawab Thomas seraya menjalankan mobilnya.

"Huft, aku kira aku salah."

"Yah, walaupun kau tidak sebagus mantan anak-anak buahku, tapi tidak apalah, kau tidak buruk juga, kau cukup punya kualitas."

"Well, kau juga ternyata tidak seburuk yang kukira, kau keren juga."

"Kukira kau sudah menyadarinya sejak awal kita bertemu."

"Bisakah kalian berhenti mengobrol dan bersikap seolah aku dan Rea tidak ada di sini?! Aku ingin tahu penjelasan lebih lengkap mengenai perkiraan motif orang-orang itu dengan meminjam paksa motor pak tua tadi," protes Itzan.

"Ah, hahaha, maafkan aku," kata Nuansa.

"Ya ... menurutku orang-orang itu berusaha untuk menyamarkan jejak mereka. Sepertinya mereka sudah menduga kalau akan ada yang melacak keberadaan mereka, jadi mereka bepergian menggunakan motor yang bukan milik mereka agar kita kesulitan menemukan mereka," sambung Nuansa.

"Kalau begitu, seharusnya mereka sering bepergian dengan motor-motor sembarang?" tanya Rea.

"Kemungkinan besar seperti itu, mengingat dalam dugaan kita, mereka adalah orang-orang yang lekat dengan hal-hal berbau kriminal, jadi hal itu sangat masuk akal mereka lakukan untuk tidak mudah ditemukan."

"Tapi ... bukankah itu artinya kemungkinan besar Rima Kamboja yang di datangi oleh Vega dan yang lainnya juga hanya orang yang tidak ada hubungannya dalam kasus ini seperti pak Edi itu?" ujar Itzan.

"Aku memikirkan hal yang sama," kata Thomas.

"Haruskah kita memberitahu hal ini pada mereka?" tanya Rea.

"Itu hanya kemungkinan besar, meskipun kecil, tapi masih ada kemungkinan juga kan kalau si Rima itu ada kaitannya dengan kasus ini? Jadi aku rasa biarkan saja mereka melanjutkan tugas mereka," jawab Nuansa.

"Aku setuju denganmu." Thomas memperkuat jawaban Nuansa.

"Baiklah, itu artinya kita hanya perlu menunggu hasil dari Vega dan yang lainnya, kan?" ucap Itzan.

Tiba-tiba, mobil Thomas berhenti berjalan, karena memang Thomas memberhentikannya, padahal mereka sudah cukup jauh berjalan.

"Ya, tapi sebelum itu, sepertinya ada dua kutu yang ingin mencari masalah," kata Thomas yang kemudian keluar dari dalam mobilnya untuk menghampiri dua orang pria yang tiba-tiba saja menghalangi jalan Thomas dan yang lainnya menggunakan motor mereka masing-masing.

Kedua pria tersebut berada di atas motor mereka yang masih menyala, tampaknya mereka belum lama berada di sini dan menghalangi jalan perkampungan yang cukup sempit ini.

"Hei, mau apa kalian? Minggir," Thomas menegur kedua pria dengan jaket hitam, helm hitam, celana hitam, motor gede, dan sepatu hitam itu.

Pria-pria tersebut lantas mematikan mesin motor mereka masing-masing dan membuka helm mereka.

"Tunggu dulu, aku seperti mengenali mereka," ujar Nuansa dari dalam mobil.

"Siapa mereka?" tanya Itzan.

Tanpa menjawab pertanyaan Itzan, Nuansa langsung keluar menyusul Thomas.

"Kau bajingan yang membunuh ayahku, kan?!" Nuansa berseru kepada salah satu dari pria itu. Seruan Nuansa cukup untuk membuat orang-orang di kampung itu jadi ketakutan dan langsung masuk ke dalam rumah masing-masing.

"Kau terlihat merindukanku, iya, kan?" seloroh pria itu.

"Kurang ajar kau, bangsat!" umpat Nuansa yang merasa sangat geram pada pria tersebut, gadis itu bahkan berusaha untuk menghampirinya, namun untunglah Thomas menahannya.

"Hei, aku juga punya nama, sama sepertimu. Perkenalkan, namaku Arrayan, kau sebaiknya memanggilku dengan nama itu."

"Aku tidak peduli! Sini kau! Akan kujebloskan kau ke penjara!" pekik Nuansa yang lagi-lagi berusaha menghampiri Arrayan yang berada sekitar 10 meter darinya, tetapi Thomas kembali menahannya.

"Kau ini apa-apaan?!" bentak Nuansa pada Thomas, gadis itu tidak mau ditahan.

"Kau harus tenang, kau tidak boleh emosi seperti ini," kata Thomas pada Nuansa.

"Tapi!- ugh, baiklah," Nuansa langsung berubah sesaat kemudian, dia sadar bahwa dirinya tidak bisa sembarangan bertindak.

"Gadis kecil itu berkata kalau dia akan menjebloskanku ke penjara," ucap Arrayan pada temannya, mereka berdua lantas tertawa, mengejek Nuansa.

"Kau yakin dia adalah orang yang menembak ayahmu?" tanya Thomas pada Nuansa.

"Ya, aku melihat wajahnya saat itu, karena sebenarnya dia berniat untuk menembakku," jawab Nuansa yang sudah tenang sepenuhnya.

"Mau apa kalian ke sini?!" Thomas bertanya pada Arrayan dan temannya.

"Menurutmu?" temannya Arrayan bertanya balik pada Thomas.

"Menemui ajal kalian," geram Nuansa.

Martin dan temannya lagi-lagi tertawa gara-gara perkataan Nuansa.

"Kami tahu kalau kalian akan datang ke sini, tapi kami tidak menduga kalau Nuansa juga ada di sini, jadi ... sepertinya kita akan mengobrol sebentar dulu, baru aku akan menjawab pertanyaanmu," jelas Arrayan pada Thomas.

"Tunggu dulu, itu artinya sebenarnya kalian yang mengikutiku di lampu merah waktu itu dengan menggunakan motor Pak Edi?!" tanya Nuansa.

Arrayan lantas turun dari motornya dan berniat untuk menjawab pertanyaan Nuansa sambil berdiri, namun belum sempat ia membuka mulutnya, tiba-tiba seseorang menghubunginya melalui sambungan telepon. Arrayan lalu melihat nama si penelpon.

"Seseorang yang spesial menelponku, aku tidak ingin menjawabnya, tapi ... kurasa tidak ada salahnya untuk menjawab panggilannya, terlebih lagi kau ada di sini," ujar Arrayan pada Nuansa.

'Ne-Neptunus, kah?' pikir Nuansa.