Chapter 134 - Saran Penelpon

Name:Nuansa Author:Sihansiregar
Arrayan kemudian menjawab panggilan tersebut di hadapan Nuansa dan Thomas. Disaat yang bersamaan, Itzan dan Rea keluar dari dalam mobil Thomas karena penasaran dengan apa yang terjadi di luar.

"Kau benar-benar mengganggu," ucap Arrayan kepada orang yang menelponnya.

"Pergilah dari sana, jangan ganggu mereka ataupun pria tua itu, katakan hal itu juga pada teman-temanmu yang pergi ke rumah wanita bernama Rima Kamboja itu untuk mengejar yang lain," perintah si penelpon pada Arrayan.

"Setahuku kau tidak punya hak untuk mengatur-ngatur kami, kau hanya orang yang tidak dihitung," ledek Arrayan.

"Aku tidak main-main, kalau kau dan teman-temanmu itu berani mengganggu mereka semua, kupastikan kalau kalian akan menjadi santapan peliharaan dia, karena setahuku dia lebih tertarik dengan uang dari pada bawahan-bawahannya," ancam si penelpon.

"Cih!" Arrayan hanya bisa mendecih.

"Mendatangi mereka bukan perintah dari dia, kan? Kalian hanya ingin memastikan kalau tidak ada informasi yang bocor meski hanya sekedar cerita mengenai bagaimana kalian bisa mendapatkan motor-motor itu, karena kalau tidak, nyawa kalian yang menjadi taruhannya. Tapi ketahuilah bahwa uang lebih berharga baginya dari pada informasi yang bocor maupun nyawa kalian. Kalian sedang berada di posisi yang tidak menguntungkan, tapi biarkan aku memberikan saran yang bagus untuk kalian. Informasi yang bocor itu bukan informasi yang penting, itu hanya cerita tentang bagaimana kalian mendapatkan motor-motor itu, jadi meskipun hal itu diketahui oleh mereka, sebenarnya itu tidak akan menimbulkan efek yang berbahaya, kecuali mungkin bagi kalian. Tapi, aku yakin kalau dia tidak akan menghabisi kalian hanya karena mereka tahu bagaimana cara kalian mendapatkan motor-motor itu, mungkin kalian hanya akan dikeluarkan, atau yang paling parah, kemungkinan kalian hanya akan disiksa selama beberapa hari, dan setelah itu kalian akan diganti dengan anggota baru dan tidak mendapatkan perlindungan apapun lagi, karena kalian sudah dikeluarkan. Tapi jika kau dan teman-temanmu itu sampai berani maju bahkan satu langkah saja, kupastikan kalau kalian akan menjadi santapan bagi hewan peliharaan dia dengan cara menyogoknya, dan sepertinya dia sama sekali tidak akan keberatan dengan permintaanku walaupun informasi yang bocor bukanlah informasi yang penting, terlebih lagi aku memberikannya uang untuk hal itu. Jadi, pergilah dari sana, dan katakan hal yang sama pada teman-temanmu jika setidaknya kalian tidak ingin dicabik-cabik oleh hewan peliharaan dia. Disiksa, dikeluarkan, dan tidak mendapat perlindungan lagi cukup lebih baik dari pada menjadi santapan hewan itu, kan? Setidaknya kalian masih memiliki nyawa," tawar si penelpon dengan penjelasan yang panjang lebar.

"Kurang ajar kau!" berang Arrayan.

"Pikirkan lagi, jika kalian mundur, tidak akan ada yang untung dan tidak akan ada yang rugi, bahkan juga mereka yang mencari informasi ke Edi dan Rima yang tidak ada sangkut pautnya dengan kita, mungkin hanya kalian yang mengalami sedikit kerugian, tapi jika kalian tidak mengikuti saranku, akan ada yang untung besar dan ada yang rugi besar. Dia akan untung besar karena uang-uang dariku, kalian akan rugi besar karena berakhir menyedihkan, dan gadis itu juga akan mengalami keuntungan besar karena orang yang membunuh Ayahnya mati dengan cara yang sadis, dia pasti akan sangat puas dengan hal itu."

Arrayan lantas hanya bisa terdiam dengan perasaan kesal, takut, sekaligus marah, ia sama sekali tidak menduga kalau posisinya akan tidak seberuntung ini.

"Apa yang dibicarakannya dengan orang yang menelponnya?" Thomas merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya dibicarakan oleh Arrayan dan si penelpon.

Nuansa yang dari tadi hanya terdiam kemudian meneguk ludahnya, dirinya masih berpikir apakah orang yang menelpon Arrayan itu adalah Neptunus atau bukan, mengingat satu-satunya yang bisa mendengar suara si penelpon saat ini hanya Arrayan, rasa penasaran Nuansa pun jadi semakin bergejolak.

"Bagaimana?" tanya si penelpon pada Arrayan.

"Dasar kutu busuk sialan-"

"Kau tidak perlu mengumpatku seperti itu, aku tahu seberapa buruknya diriku, jadi kau tidak perlu mengatakannya lagi." Si penelpon menyela Arrayan yang mengumpatnya.

"Neptunus! Apa itu kau?!" pekik Nuansa yang memutuskan untuk bertanya langsung seperti itu dari pada rasa penasarannya tidak pernah terjawab.

"Ah," Arrayan mendesah berat. "Lihat siapa yang ingin tahu," sambungnya, dia berbicara pada orang yang menelponnya.

"Aku beri kau tiga detik untuk memutuskan, kalau kau tidak memberikan jawabanmu setelah tiga detik, aku akan langsung mempersiapkan uang-uangku untuk menyogoknya," ancam sang penelpon pada Arrayan.

"Dasar tidak sabaran," keluh Arrayan.

"Satu," si penelpon mulai menghitung.

"Pembunuh ini bilang kalau kau adalah orang yang spesial! Apa itu kau, Neptunus?! Tolong jawab aku!" seru Nuansa.

"Aku tahu kau mendengarku! Telepon kalian masih tersambung, kan? Ini aku, Nuansa!"

"Dua."

"Jika kau Neptunus, maka ... maka aku ingin bicara padamu, tolong jelaskan apa yang sebenarnya terjadi! Dan ... tolong ... jangan katakan bahwa itu adalah kau, karena ... tidak mungkin kau berteman dengan orang yang sudah membunuh ayahku."

"Tiga."

'Sial, pada akhirnya aku selalu ragu pada pemikiranku sendiri,' Nuansa menggerutu di dalam hatinya.

"Baiklah, aku terima saran darimu, kami akan mundur," kata Arrayan pada si penelpon.

"Apa?!" ujar Thomas yang semakin bingung dengan situasinya.

"Baguslah," pungkas si penelpon.

"Apa kau tidak ingin menyapa gadis ini? Dia sudah berteriak-teriak hingga membuat orang-orang di kampung ini ketakutan, setidaknya hargai usaha dia," ucap Arrayan pada orang yang menelponnya, namun dia tidak mendapatkan jawaban apapun.

Arrayan bahkan sampai memeriksa apakah panggilan itu masih tersambung atau tidak, dan ternyata masih, penelponnya hanya tidak berkutik lagi.

"Halo?" Arrayan kembali memastikan.

"Kau masih di sana, kan?" lanjutnya.

"Nep!" teriak Nuansa sekali lagi, dan satu detik kemudian, sambungan telepon itu mati.

"Panggilannya sudah berakhir!" sergah Arrayan.

"Kau sangat berisik dan mengganggu," sambung Arrayan yang lantas kembali ke motornya.

"Ke mana kau akan pergi?!" tanya Thomas padanya.

"Apa urusanmu bertanya seperti itu?" Arrayan bertanya balik.

"Untuk ukuran orang yang sepertinya punya banyak jejak kriminal, kau terlihat terlalu santai dan bebas bergerak. Sebenarnya kau ini siapa?" Thomas kembali bertanya.

"Kenapa kau repot-repot ingin memikirkannya?"

"Karena kenapa tidak?"

"Hahaha, kau tidak tahu apa-apa tentangku, dan sebaiknya jangan berusaha untuk mencari tahu."

"Dan kau, Nuansa. Kau tadi bertanya apakah orang yang membuntutimu dan Neptunus di lampu merah menggunakan motor si Edi itu kami atau bukan, kan? Aku bukan salah satunya, tapi dia. Aku harap kau tidak memanggilnya sebagai penguntit, karena namanya adalah Marcell," papar Arrayan seraya menunjuk temannya yang ternyata bernama Marcell itu.

"Itu saja. Kuharap kita bisa bertemu di lain waktu," imbuhnya.

"Kita akan pergi?" tanya Marcell pada Arrayan.

"Ya," jawab Arrayan. "Aku akan menjelaskannya nanti," sambungnya.

"Baiklah."

Mereka berdua pun lalu pergi.

"Hei, tikus! Tunggu! Kau takut padaku?!" teriak Nuansa yang berniat untuk mengejar Arrayan dan Marcell, namun lagi-lagi Thomas menahannya.

"Kau ini apa-apaan?! Biarkan aku mengejar mereka! Orang-orang di kampung ini pasti akan membantu kita kalau terjadi sesuatu!" Nuansa berusaha melepaskan diri dari Thomas.

"Memangnya apa yang akan kau lakukan?" tanya Thomas pada Nuansa.

"Tentu saja memenjarakan mereka! Terlebih lagi si kecoa Arrayan itu!" geram Nuansa.

"Tenanglah!"

"Aku sudah tenang dari tadi, Thomas! Sekarang bukan waktunya untuk tenang lagi! Minggir kau!"

"Nuansa! Mereka terlihat tidak takut dengan hukum! Ada sesuatu yang tidak beres!"

"Itu hanya gertakan dari mereka saja agar kita tidak memenjarakan mereka! Kau ini kenapa tiba-tiba jadi bodoh?!"

"Dengarkan aku, dengarkan aku."

"Tidak!"

"Dengar aku!"

"Lepaskan! Itzan! Rea! Bantu aku!" pinta Nuansa.

"Nuansa, yang menelpon si Arrayan itu tadi adalah Neptunus, dengarkan aku dulu!" seru Thomas.

"Apa?" lirih Nuansa.

"Ada cukup banyak hal yang janggal, dan aku akan menjelaskannya satu persatu dalam perjalanan. Yang terpenting sekarang kita pergi dulu dari sini, kita cukup membuat keributan di kampung ini."

Nuansa akhirnya terdiam, ia terlihat pasrah.

Mereka berempat pun kemudian kembali ke dalam mobil Thomas dan pergi dari sana.