Chapter 184 Belanja

Belum  lima menit sepertinya  mobil berhenti di area parkir. Mesin mobil

masih dibiarkan menyala. Saat Han menolehkan kepalanya melihat penumpang yang

duduk di kursi depan. Terlelap dengan kepala miring ke kanan. Sama sekali tidak

menyadari ataupun terjaga, kalau sudah sampai tujuan.

Bisa-bisanya dia tertidur di mobil,

bersama laki-laki lagi. Apa dia pikir aku suaminya sampai merasa senyaman itu?

Han terpaku sebentar memandang

wajah yang masih tengelam dalam mimpi itu. Dia bergumam, apa yang sedang

diimpikan Aran sebenarnya, kenapa wajahnya sampai berkerut begitu. Han seperti

melihat Aran ketakutan dari ekspresi wajahnya. Tapi dia biarkan saja gadis itu,

tidak ingin membangunkannya.

Sekarang, dia juga memilih bersandar

ke kursi mobilnya. Menunggu. Menghela nafas dalam sambil merebahkan kepalanya

nyaman. Diapun tengelam dengan pikirannya sendiri. Hari ini, untuk pertama

kalinya tidak ada tuan muda dan Antarna Group yang gentayangan di kepalanya.

Dia melirik lagi seraut wajah berkerut yang sedang terlelap itu.

Apa kata-kataku berlebihan tadi?

Dia langsung membisu dan tidak berani bicara apapun lagi. Huh! Sejak kapan aku

perduli dengan perasaannya.

Han mendesah lagi. Membawa Aran ke

dekat nona mudanya juga adalah sesuatu di luar kebiasaanya. Di Antarna Group

dia bisa mendapatkan pengawal wanita selevel Aran dengan mudah. Yang jauh

lebih jago bela diri, dan pasti jauh lebih patuh dan tahu aturan main yang dia

pakai. Tapi kenapa? Dia malah memilih gelandangan di depannya ini. Gadis

bangkrut yang nyaris tidak tersisa uang di rekeningnya. Seseorang yang harus

mati-matian bertahan hidup dengan menulis novel dan kerja part time. Ya, kenapa

dia memilih Arandita ketimbang yang lainnya.

Cih memang apa alasannya?

Walaupun berusaha menemukan alasan

masuk akal, tapi yang lahir malahan hanyalah alasan mengada-ada yang sengaja

dia buat sendiri.

Pertemuan di toko buku memang

sesuatu yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Saat melihatnya lagi setelah

sekian tahun. Kebencian karena penghianatan, kebencian karena merasa tertipu

mengoyak harga diri Han. Hingga dia menahan gadis itu. Membuat segala upaya

agar ikatan takdir rumit antara mereka terjalin lagi.

Hah! Apa aku benar-benar yang ingin

mengikatnya. Dan apa itu tadi, apa dia benar-benar setiap hari melihat fotoku.

Dasar bodoh!

Han ingin menginjak Aran sekaligus

ingin melihat gadis itu berdiri menantang. Ntahlah, dia sendiri tidak tahu.

Membawanya kepada nona mungkin hanya sekedar alasan karena ingin melihatnya

saja.

Tapi tunggu, mau sampai berapa lama

dia tidur!

Saat melihat jam tangan yang

melingkar dipergelangan tangan, sepertinya sudah lima belas menit berlalu.

“ Hei bangun! Aran!” Han menyentuh

bahu Aran dan mengoyangkan tangannya kuat. Menguncag tubuh gadis itu. Dia

mengeliat memberi reaksi. Semakin cepat tangan itu menguncang.

“ Maaf, maafkan saya tuan!” Aran

mengerjapkan mata terkejut. Apalagi saat melihat tangan yang sedang di

gengamnya erat. Dia menjatuhkan tangan itu cepat. Melihat situasi

sekelilingnya. Wajah Han terlihat terkejut juga, merasa  dia berlebihan

membangunkan sampai melihat wajah syok dan binggung Aran.

Mobil, aku dimana memang?

“ Maaf tuan saya tidak bermaksud

menyentuh tangan tuan.” Menyadari kalau dia sudah mengibaskan tangan sekertaris

Han tanpa sadar.

Kenapa aku bisa mengengam

tangannya? Apa yang kulakukan saat aku tidur tadi?

“ Enak sekali kau tidur sambil

bekerja.”

“ Maaf.”

Han keluar tanpa mendengar apa yang

dikatakan Aran selanjutnya. Gadis itu mengikuti dengan cepat keluar dari mobil,  menutup mulutnya yang menguap. Sambil

beberapa kali mengucek mata dan membersihkan kantuk di matanya. Terkejut saat

mengenali tempat di mana dia berada sekarang.

Apa balas dendam yang kemarin belum

selesai? Mereka menakutkan sekali si. Apa yang mau dilakukan tuan Han di sini sekarang?

Tiba-tiba merasa takut harus

melakukan atau melihat tindakan apapun yang di lakukan Han. Aran menyentuh

lehernya lagi, serasa sesak. Mimpinya barusan seperti baru saja terjadi

kemarin.

Mereka sudah berada di area parkir

pertokoam tempat di mana Aran menghabiskan hampir separuh harinya dengan

ketengangan duduk di klinik kesehatan bersama nona mudanya. Saat ini untuk apa

lagi dia kemari. Aran mencari-cari Arah di mana letak kafe yang jadi pusat

perkelahian kemarin.

Itu dia, tempat itu terlihat normal.

Dari kejauhan kafe yang kemarin

porak poranda sudah terlihat normal. Pelanggan sudah terlihat keluar masuk.

Tidak terlihat kalau kemarin tempat itu sudah terjadi kekacauan sama sekali.

Sekertaris Han benar-benar bekerja dengan sangat sempurna untuk semua hal. Aran

tidak tahu campur tangan laki-laki di sampingnya sejauh apa, tapi dia yakin,

keberlangsungan kafe hari ini pasti karena campur tangannya.

“ Tuan, kenapa kita kemari lagi?”

Aran menunjuk kafe. “ Kita tidak akan menuntut balas masalah kemarinkan?’

Ku mohon, katanya tuan Saga sudah

tidak marah hari ini. Kenapa kita ada di sini sekarang?

“ Apa yang kau pikirkan?”

menjentikan jari ke kening Aran. “Bangun! Kau masih tidur ya?”

Aaaa, sakit.

“ Tuan.” Pikirannya masih menjurus

ke situ. Kedatangan hari ini masih ada hubungannya dengan pembalasan dendam

kemarin.

“ Toko mana saja yang nona datangi

kemarin?” Pertanyaan Han semakin membuat Aran merinding takut.

Hah! Memang kenapa? Apa itu jadi

masalah juga?

Aran masih berdiri mematung tidak

menjawab ataupun bereaksi. Dia masih tengelam dengan kebingunggannya sendiri.

Benarkah dia harus menjawab. Kalau sampai terjadi dengan pemilik toko atau toko

mereka bagaimana. Inikan bukan salah mereka nona belanja di sana.

Tapi ini jugakan bukan salah nona

Daniah.

“ Kau tidak dengar yang kukatakan,

tunjukan toko yang didatangi nona kemarin?” Mengulangi kata-katanya dengan

tegas, karena Aran masih mematung diam.

“ Untuk apa tuan? Tuan tidak akan?”  Ntahlah sehabis bermimpi tentang masa

lalunya, ketakutannya pada laki-laki ini naik beberapa level dari biasanya. Dia

benar-benar melihat Han seperti baru saja yang dia liat dalam mimpi yang

mengejarnya. Lehernya bahkan terasa nyeri kalau ingat lagi.

“ Kenapa? Memang apa yang kau

pikirkan?”

Aku berfikir kau akan menghancurkan

semua toko yang di masuki nona kemarin dengan tanganmu sendiri.

“ Tuan muda mau membelikan nona

hadiah, karena kalau menilik dari sifat nona dia pasti tidak membeli apapun

untuk dirinya sendiri kemarin.” Han mulai berjalan sambil melihat-lihat nama

toko yang tertera. Aran mengikuti dengan cepat.

Hah! Bagaimana dia bisa tahu. Aku

saja sampai tercengang karena sebanyak itu belanjaan nona tidak ada satupun

yang dia beli untuk dirinya sendiri.

“ Sekarang kau paham, levelmu masih

sangat jauh dibandingkan dengan dengan nona Daniah.” Berjalan terus, sambil

bicara kata-kata sindiran tajam.

Apa! memang kapan aku membandingkan

diriku dengan nona. Ya, aku membandingkan rambutku saja si yang sama. Kebaikan

dan keberuntungan kami bagi bumi dan langit.

“ Ayo jalan, tunjukan jalannya.”

Menarik tangan Aran dalam gengamannya. Gadis itu terperanjak kaget, melihat

tangannya. Tapi dia tidak menepis atau melepaskannya.

“ Baik tuan.” Dari pada mendengar

ocehan menyakitkan sekertaris Han lebih baik jalan saja pikir Aran.

Mereka keluar masuk toko seperti

yang ada diingatan Aran. Menunjuk benda-benda yang di beli nona Daniah dan juga

yang ditunjuknya. Ingatan tajam Aran benar-benar berguna di situasi seperti

ini. Dia tidak melewatkan satupun toko dan benda yang dibeli Daniah. Dia bahkan

bisa dengan mudah menyebutkan untuk siapa benda-benda itu di beli.

“ Nona juga membelikan tuan Saga

sesuatu di toko ini.”

“ Ayo masuk.”

“ Tapi tuan, apa tuan benar-benar

mau masuk?”

Han berhenti dan melihat etalase

toko dan beberapa foto yang terpasang di depan pintu. Dia merinding sendiri

melihatnya. Toko ini  memakai warna pink cerah, untuk semua ornamen dekorasi. Bahkan kaca tembus pandangnya menunjukan apa saja barang yang ada di dalamnya. Dan semua bernuansa warna pink muda yang mengetarkan jantung sekertaris Han.

“ Apa nona benar-benar membeli

hadiah tuan muda di sini?” Menunjuk toko tidak percaya.

“ Ia, nona tertawa jahat si waktu

memilih piyama couple kemarin.” Aran masih bisa tertawa sambil menutup mulutnya. Pristiwa kemarin melintas lagi.

Hah! Aku bisa membayangkan bagaimana

reaksi tuan muda dengan hadiah nona yang kekanakan.

“ Ayo jalan. Semua sudah selesai.” Memutuskan untuk sama sekali tidak menginjakan kaki ke toko yang terakhir.

Aran berjalan tergopoh dengan semua

tas belanjaan di tangannya.

Kenapa sepertinya tasku lebih

banyak dari punya dia si, dia sengaja ya!

Memandang kesal punggung laki-laki

di depannya.

“ Tuan apa saya boleh membeli

sesuatu juga.” Berlari mensejajari langkah sekertaris Han.

“ Belilah, tapi pakai uangmu

sendiri.” Aran yang tadinya sudah mau senang sudah mengkerutkan mulut.

Dasar pelit, gumam-guman tidak

jelas.

“ Kau bilang apa?”

“ Tidak tuan kita sudah selesai,

sekarang kita sudah bisa kembali.”

“ Kau boleh membeli dua barang yang

kau inginkan.” Menyodorkan kartu ke tangan Aran yang penuh belanjaan. " Aku tunggu di sana." Han menunjuk sebuah kedai kecil menjual jus buah.

“ Benarkah? Terimakasih tuan.”

“ Aku akan memotong dari gajimu.” Sambil berlalu meninggalkan Aran.

“ Apa! Kalau begitu aku tidak jadi

beli.” Menyodorkan kartu yang baru dia terima. Itu sama saja utangkan, gila apa, mending aku tidak belanja daripada harus menumpuk hutang pikir Aran.

“ Kalau kau tidak beli aku tetap

akan memotong gajimu dua kali lipat." Seringai penuh kepuasan muncul di sudut bibir Han.

“ Hei tuan kenapa?” Protes keras.

“ Karena kau tidak menghargai

kebaikanku.” Benar-benar berlalu meninggalkan Aran.

Hah! Apa! masuk akal tidak si orang

beginian. Untung saja dia tampan jadi sombong dan angkuhnya masih bisa sedikit

dimaafkan.

Terserahlah, daripada dipotong gaji dua kali lupat Aran memilih berlari menuju toko yang tadi dia masuki. Ada benda yang sangat dia ingin beli kemarin, hari ini dia juga masih melihatnya. Kemarin dia merasa tidak enak kalau nona mudanya yang membelikan, karena benda yang dia inginkan lumayan mahal harganya.

Selesai belanja dan memasukan semua

barang dalam bagasi, Aran meneguk jus segar yang dibeli sekertaris Han di

sebuah kedai kecil tadi. Sambil masuk dan duduk di dalam mobil.

“ Kau sudah selesai?” sudah berdiri di luar mobil.

“ Apa? memang kita mau kemana

lagi?”

“ Ikut aku.” Tidak menjawab apa-apa.

Aran hanya pasrah mengikuti langkah kaki sekertaris Han yang ntah mau

membawanya kemana.

Klinik kesehatan tempatnya kemarin

menghabiskan hampir separuh waktunya.

“ Tuan, kenapa kita kemari?”

“ Masuk!” dia sudah membukakan

pintu, Aran masuk sesuai perintah. “ Biar dokter memeriksa luka di sikumu.”

Aaaaaa, apa! curang! Kenapa kau

perhatian begini setelah menindasku dengan kata-kata kejam tadi.

Epilog

Dalam perjalanan pulang selesai cek up siku, semua membaik dengan cepat karena Aran cukup disiplin merawat lukanya. Mobil melaju cepat memecah jalanan.

" Tuan, saya akan menghapus semua foto-foto di laptop saya. Anda bisa memeriksanya untuk memastikannya." Bicara pelan-pelan.

" Kenapa?"

Hah! Kenapa? Kenapa tanya lagi si, terus aku musti jawab apa?

" Maaf sudah memakai foto tuan tanpa izin, saya janji akan menghapus semuanya tanpa sisa. satupun tidak akan saya sisakan."

" Kenapa? Kau malu punya hobi aneh memandangi foto laki-laki."

Haha, aku ingin membunuhnya. Boleh tidak si aku memukul bahunya itu dengan jurus mematikan.

" Aku mengizinkanmu memakai foto-foto itu, tapi pastikan hanya kau yang melihatnya."

" Hah! Kenapa?"

Krik, krik hening seketika, Han tidak ada niatan menjawab, dia malah melajukan kecepatan mobilnya.

Dia ini kenapa si!

Bersambung