Chapter 113 Pertengkaran di tempat tidur (Part 1)

Daniah masih mematung di depan

tempat tidur. Dia tidak berani membungkuk kan badan mengambil hp atau pil

kontrasepsi di dekat kakinya. Matanya beralih mengikuti langkah kaki Saga,

laki-laki itu melepaskan sandal dengan kasar lalu naik ke atas tempat tidur.

Meraih bantal dan memakainya untuk bersandar. Meluruskan kakinya sambil memberi

sorot mata membunuh pada Daiah.

“ Nyalimu besar sekali ya.” Daniah

semakin menciut di tempatnya berdiri. Tidak bergerak sedikitpun, dia bahkan

menarik nafas pelan tanpa menimbulkan suara.

Apa aku pura-pura mati saja ya,

tidak, pura-pura pingsan saja. Tapi kalau dia menyiramku atau menginjak kakiku

aku pasti menjerit.

Saat ini gadis itu kembali

menundukan kepala, menatap pil kontrasepsi di dekat kakinya. Ya, dia sangat

berani, pertama kalinya memutuskan untuk minum pil kontrasepsi sebenarnya iapun

di hantui ketakutan kalau sampai ketahuan. Namun ketakutan untuk mengandung

anak Saga jauh lebih menakutkan dari pada ketahuan seperti sekarang. Tapi, saat

ada di posisi ini, sungguh Daniah menyesali telah menelan pil itu.

Seharusnya aku lebih takut padanya

dari pada pada kehamilan.

“ Katakan, sejak kapan kau

meminumnya?” suara dan wajahnya masih sangat dingin bertanya. Seperti menumpahkan

semua kekesalannya.

Tidak, kalau aku menjawab, dia akan

semakin mengila.

“ Hei, kau anggap aku sedang main-main

sekarang!” sudah mulai berteriak dari tempatnya duduknya bersandar. Dia menekuk

kakinya, merubah posisi. Daniah terlonjak mendengar suara keras Saga. Dia

mengatupkan tangannya di depan dada yang mulai gemetar.

Kemarahannya ada di level

mematikan, bagaimana ini?

“ Sejak kau menyuruhku tidur di

tempat tidur.” Mendongak sebentar, lalu kembali menundukan kepala.

“ Wahhh, wahhh, luar biasa, kau

sudah mengantisipasinya dari awal ya.” Sinis menghujam, tidak memberi

kesempatan Daniah sedikit saja bernafas. Itu artinya sejak pertama kali Saga

meminta Daniah tidur di atas tempat tidur, walaupun itu masih jauh dari mereka

melakukan hubungan badan.

Sepertinya kau benar-benar tidak

mau mengandung anakku ya. Geram Saga ketika memikirkan kapan waktu tepatnya

itu. Karena kejadian itu masih teringat jelas di kepalanya.

“ Maaf kan aku.” Lirih, bahkan

terdengar seperti gumaman. Masih menatap lantai dan kakinya sendiri.

“ Maaf, kau pikir cukup dengan

minta maaf.” Kembali menghardik dengan suara keras. “ Kau tahu seberapa besar

kesalahan mu padaku  sekarang. Bahkan

menghukum mu saja tidak bisa mengampuni kesalahan dan penghianatan mu ini.”

Penghianatan! Memang apa yang kulakukan,

apa aku selingkuh.

Tapi nyatanya Daniah tetap gemetar

dan tidak bisa menjawab apa-apa.

“Aku akan mengambil alih perusahaan

ayah mu lalu menghancurkannya tanpa sisa. Menendang adik laki-lakimu dari tempatnya

magang sekarang, memasukannya dalam daftar hitam Antarna Group. Dia bahkan

tidak akan punya tempat untuk bernafas di kota ini, dan adik perempuan mu,

jangan mimpi bisa menginjakan kaki di dunia entertrainer lagi. Itu baru

setimpal menebus kesalahanmu hari ini.”

Tubuh Daniah lunglai, dia sekuat

tenaga menjaga kakinya tetap berdiri. Bahkan kakinya sampai bertumpu pada

pinggiran tempat tidur, supaya dia tetap berdiri dengan tegak. Keringat dingin

mulai keluar di telapak tangannya. Membayangkan semua yang Saga katakan akan

terealisasi semudah dia membalikan telapak tangan.

Bagaimana ini, aku berlutut dan

menangispun pasti sia-sia. Dia sangat marah. Kemarahannya menutupi mata dan

pikirannya. Apa yang harus ku katakan.

“ Kau mau aku mulai dari mana, aku

beri kehormatan kau yang memilih?” tertawa.

Kehormatan, siapa yang merasa

terhormat menghancurkan keluarganya sendiri!

“ Maafkan aku. Maafkan aku.” Daniah

bahkan mengucapkan dengan mulut dan tangan yang gemetar. Dia tidak berani

mengunakan kata panggilan apapun untuk Saga. Dia mengatupkan kedua tangannya

memohon.

Saga terdengar mengumpat di

tempatnya duduk.

“ Naik!”

Kau pikir aku masih berani bergerak

dari sini. aku pilih berlutut di lantai sambil memohon, dari pada harus naik ke

tempat tidur.

“ Naik!” Berteriak keras sambil

melemparkan bantal yang dipakainya untuk bersandar. Daniah gelagapan

menangkapnya sampai dia mundur ke belakang.

Baiklah, bunuh aku dan bebaskan

keluarga ku. Itu sudah cukup!

Daniah menyeret kakinya mendekat tempat

tidur. Memegang bantal yang di lemparkan Saga dalam pelukannya. Dia akan

memakainya sebagai senjata perlindungan jika hal paling mengerikan yang ada

dalam bayangannya terjadi. Dia duduk bersimpuh di pinggir tempat tidur. Jarak

cukup aman yang tidak bisa di jangkau tangan atau kaki saga.

“ Kenapa kau duduk di situ. Kalau

aku mendorongmu sedikit saja, kau bisa jatuhkan. Kalau kepalamu membentur lantai

keras itu, pasti sakit sekali.” Menyeringai dengan sedikit di bumbui tawa kecil.

“ Mau mencobanya?” Sudah mau mengerakan tubuh mendekati Daniah.

“ Ti..tidak.” Daniah beringsut

mendekat ke tengah. Mendekat ke kaki Saga yang selonjoran. Daniah duduk

bersimpuh dengan bantal berada di bagian dadanya. Dia pegang erat sebagai alat

perlindungan diri.

Kau serius kan mau mendorongku

tadi!

“ Katakan!”

Apa! Memang aku tahu apa maumu. Kau

mau aku mengatakan apa?

Saga yang membisu setelah dia

mengucapkan kata katakan. Dia pasti berfikir semua orang seperti seperti

sekertaris Han yang pahan hanya dengan mendengar dia mendesah saja.

“ Katakan kenapa aku harus

mengampuni mu.” Tangannya yang mau menuding kening Daniah hanya menyentuh

bantal karena Daniah memakainya untuk menangkis. “ Katakan alasannya kenapa kau

sampai berani minum pil kontrasepsi tanpa seizinku!” suaranya sudah memenuhi

seisi kamar. Mungkin saja terdengar sampai lorong dan lantai bawah. Jen atau

Sofi kalau belum tidur juga mungkin akan mendengarnya.

“ Aku hanya ingin melindungi

diriku.” Gumam-guman di belakang bantal. Dengan suara rendah, bahkan mungkin

hanya telinganya yang mendengar.

“ Katakan dengan jelas! Memang aku

bisa mendengar gumaman mu di balik bantal itu.” Akhirnya tidak sabar Saga

menarik bantal yang dipeluk Daniah, lalu mengembalikannya di balik pungungnya

untuk bersandar. “ Katakan sekarang, kenapa aku harus mengampuni dan menerima

permintaan maafmu!”

Keberanian Daniah yang ntah muncul dari mana karena ingin mengalahkan teriakan Saga.

“ Aku hanya ingin melindungi

diriku!” Sama berteriaknya, mengalahkan suara Saga. Daniah sampai terkejut dengan

suaranya sendiri. Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan. “ Maaf.”

“ Wahh, beraninya kau, sudah melakukan

dosa sebesar itu masih berani berteriak padaku. Aku menyuruhmu bicara dengan

jelas, bukan berteriak!” suaranya masih menjangkau langit-langit kamar.

“ Maaf.” Menundukan kepalanya

dalam. Dia menarik selimut perlahan, agar menumpuk di depannya, memakainya

sebagai benteng pertahanan terakhir kalau Saga benar-benar akan murka mendengar

alasannya. Kalaupun dia akan dipukul, dia bisa sedikit saja melindungi dirinya.

“ Aku hanya ingin melindungi

diriku.” Suara Daniah terdengar jelas walaupun dia bicara dengan menundukan

kepala karena tidak berani matanya bersitatap dengan Saga. Dan walaupun dia

tidak berteriak juga.

Cih, alasan yang sama yang di

katakan Harun. Jomblo itu bagaimana paham betul urusan perempuan. Saga

mendesah, sambil menatap istrinya yang tertunduk.

“ Memang apa yang aku lakukan?

Sampai kau perlu melindungi dirimu?” bertanya seringan dia bernafas.

Wahh, kau tidak merasa dirimu itu

menyebalkan ya. Kaukan laki-laki tidak tahu diri dimuka bumi ini. Daniah

mendongak, tanpa dia sadari dia menatap Saga dengan jengah.

“ Berani memelototiku, sepertinya

kau punya nyawa lebih dari satu ya.”

“ Maaf.” Menundukan kepala lagi.

“ Sekarang jelaskan dengan benar.”

Menarik  ujung rambut Daniah yang

menjuntai. “ Atau kau tinggal pilih, ku hancurkan dari mana keluargamu.” Melepaskan

rambut yang dia sentuh dengan keras mengenai wajah Daniah. Gadis itu buru-buru

merapikan rambutnya di belakang telinga.

“ Karena aku tahu.” Menatap

sebentar Saga, mata mereka bertemu.

“ Apa yang kau tahu!”

Memang apa yang otak bodohmu itu tahu. Aku mencintaimu saja kau tidak tahu.

Daniah menatap lututnya sendiri,

menutupinya dengan baju tidur tipisnya. Bagaimana Saga masih memikirkan

menyuruhnya menganti baju. Bahkan bagian dadanya yang terbuka tidak bisa dia

tutupi dengan apapun.

“ Aku tahu, kalau hari ini pasti

akan datang, hari di mana kau kembali pada cinta sejatimu. Helena. Semarah

apapun  kamu, tapi cinta akan selalu

kembali pada tempatnya kan.” Mencengkram seprei, merasa sakit hati dengan

kalimatnya sendiri. Melihat ke arah Saga, dia tidak bergeming. Bahkan saat

Daniah menyebut nama Helena.

Carilah pilihan kata yang tidak

memprofokasi Daniah. Begitu otaknya berputar.

“ Huh! Kau sedang membual tentang

apa?” menjawab ketus.

Apa membual, jelas-jelas kau

memilih danau hijau karena Helenkan.

Kecemburuan kembali memberi energi

pada Daniah, walaupun dia muncul tidak tahu tempatnya. Karena suara Daniah

sudah agak meninggi dari pada tadi. Dia bahkan jauh lebih lama menatap Saga.

Yang pasti dengan sorot mata tidak bersahabat.

“ Aku tahu sepenting apa danau

hijau bagi kalian. Kau dan Helen bertemu di sana kan, kalian juga sepakat

pacaran di sana. Dan aku tahu kau akan melamar dan mengajaknya menikah di sana

juga. Untuk itu kau memilih danau hijau, memilih untuk membangunya seperti

sekarang.” Kemarahan, kebencian dan merasa tidak berdaya ada dalam suara

Daniah.

Saga mendesah, bergumam dalam hati.

Bahwa semua yang di katakan Daniah benar adanya. Memang untuk itulah dia

membangun danau hijau. Dulu, itu tujuan hidupnya. Sebelum dia jatuh cinta pada

istrinya.

“ Dan aku melihat semuanya hari

ini!” sudah setengah berteriak.

“ Apa!”

“ Kau bersama Helen di peresmian

danau hijau. Kau mengajaknya kan?” Sudah seperti melemparkan bola panas ke

wajah Saga. “ Kau bahkan tidak mengajakku!” Berteriak sambil melemparkan bantal

guling di dekat kaki Saga, tepat mengenai wajah Saga. Dia masih punya energi

cemburu rupanya. “ Kau mau menunjukan apa padaku! Menunjukan betapa

menyedihkannya aku, wanita yang berstatus istri dan mengharapkan cinta dan

belas kasihmu. Ia, kau mau menunjukan kalau aku cuma pecundang menyedihkan. Kau

baik padaku, membuatku membuka hati padamu dan menyukaimu pada akhirnya kau

yang menghianati ku kan. Dasar jahat!” Ntah dari mana keberanian itu. Tapi saat

Saga tidak bereaksi atau membalas kata-katanya. Daniah merasa perlu

melampiaskann semuanya. Dia pikir kalau dia harus mati, dia akan puas kalau dia

sudah menumpahkan semua isi hati dan kemarahannya.

Bodoh! Aku tidak mengajakmu karena

aku tidak mau orang memotretmu. Seluruh negri melihatmu di tv. Memang siapa

mereka berhak melihatmu.

“ Apa kau melakukannya tadi?”

Bertanya dengan suara gusar, dijawab tidak kalah gusar oleh Saga. Laki-laki itu

sedang sengaja ikut dalam drama ketegangan yang di ciptakan Daniah. “

Melamarnya, dan mengumumkan pada dunia kalau dia calon istrimu. Kau pasti

mengandengnya ke podium pada saat peresmiankan. Iakan, kau masih mencintainya

kan?” Daniah memukul kaki Saga tanpa dia sadari. “ Dan kau pikir aku wanita

sebodoh itu, yang gila sampai aku membiarkan hamil mengandung anakmu.”

Deg, air muka Saga sudah berubah

dari tadi. Ada yang menyengat hatinya. Mendengar Daniah mengatakan semua yang

ingin dia katakan.

Dilihatnya Daniah yang mengelus

dadanya sendiri, menahan sesak yang ia tahan cukup lama. Sekarang perlahan

nafasnya mulai tenang, dia menundukan kepalanya lagi. Tangannya mencengkram

lututnya yang duduk bersimpuh.

“ Kalau aku hamil dan melahirkan

anakmu, kau akan mengambilnya, lalu membuangku dan memisahkanku dengannya kan?,

lalu kau menikah dan hidup dengan Helen. Maka aku akan jadi orang yang paling

menderita di sini kan? Hanya aku yang akan menangis sendirian kan. Iakan.

Menangisi perasaanku padamu. Menangisi rasa sukaku padamu dan menangisi anak

ku.” Daniah sudah mulai sesengukan, membayangkan kalau kejadian yang ada di

pikirannya benar-benar terjadi. Dari semua orang hanya dialah yang akan

menangis di sudut ruangan tanpa di perdulikan orang lain. “Karena itu aku tidak

mau ada anak yang lahir, agar aku tidak perlu menangisinya kalau kau

membuangku. Sudah cukup menderita menangisi karena kau membuangku, aku tidak

mau menangis untuk anak juga.”

Terdengar Saga menghela nafas

berat. Membuat Daniah tersadar akan situasi apa yang terjadi.

Aku pasti sudah gila! Bagaimana aku

bisa mengatakan semuanya. Aku bahkan tidak berani mendongak melihat matanya sekarang.

“ Kemarilah!” Saga mengulurkan

tangannya.

“ Tidak mau! Kau mau memukulku kan?”

Memejamkan mata dan melindungi diri dengan kedua tangan. Ketika tidak ada yang

terjadi Daniah perlahan membuka matanya.

“ Aku bilang kemari! Mendekatlah!

Kau sudah berteriak dan bicara ke mana-keman masih takut aku memukulmu.

Seharusnya kau sudah menyiapkan diri untuk itukan. Mendekat kemari.”

Dia belum berani beranjak. Sudah gila apa

kalau dia benar-benar berani mendekat.

“ Aku hitung sampai tiga, kalau

tidak mendekat, habis kau!” Baru menyelesaikan kalimatnya, belum mulai

menghitung Daniah sudah beringsut mendekat. Bersimpuh  tepat di samping Saga. “ Kau sedang membuat

drama.” Telunjuknya menunjuk kening Daniah. “ kenapa tidak sekalian kau tulis

novel saja. Bodoh!” Tangan Saga terangkat. Daniah memejamkan matanya lalu

mengangkat tangannya melindungi wajahnya.

Habislah aku!