Chapter 78 Balas dendam Saga

Saga menarik selimut sampai kebahu

Daniah, memberi kecupan lembut di kening istrinya yang sudah dalam terlelap.

Dia mengusap kepalanya lembut. “Tidurlah dengan nyenyak, kamu sudah banyak sekali

menderita di rumah ini. Sekarang giliranku untuk membalas mereka.” Satu kecupan

lagi di pipi, gadis itu mengeliat pelan, namun tidak terbangun,  satu kecupan lagi sebelum dia beranjak dari tempat tidur.

“ Tuan muda.” Han sudah berdiri di

luar pintu, dia  menyodorkan gelas berisi

air dingin. Saga membawa gelasnya, meminumnya setelah duduk di ruang keluarga.

Sisa pesta semalam sudah selesai dibereskan. Selain para pelayan rumah ini,

pelayan yang dibawa pak Mun juga ikut membantu, sehingga semua bisa kembali

normal, seperti rumah ini tidak baru menyelengarakan pesta. Sekarang sudah jam

tiga. Bukan tengah malam, tapi masih terlalu pagi juga untuk terjaga.

“ Panggil mereka!”

“ Baik tuan muda.”

Baiklah, kita mulai dari mana balas

dendam ini. Memikirkan Daniah yang semalam memakai celemek saja sudah membuatku

kesal. Apalagi kalau menoleh cerita masa lalunya. Bisa-bisa aku menghancurkan

seisi rumah ini karena kesal.

Ayo kita balas semua perlakuan yang

pernah kamu dapatkan dirumah ini. Saga menghabiskan air dingin yang ada di

gelasnya. Tidak lama  Han sudah muncul

lagi, diikuti seluruh anggota keluarga  minus Daniah pastinya. Gadis itu pasti sedang

terlelap setelah kelelahan meladeni Saga.

Bocah itu, siapa namanya ya?

Baiklah, kau bisa selamat malam ini karena menyayangi Daniah. Karena hubunganmu

dengan kakakmu sejauh ini baik. Tapi....

Mereka semua sudah duduk di sofa

panjang, rapi berjajar. Risya menarik baju ibunya, wajahnya sudah sangat terlihat

takut. Selain ibu, dialah yang masuk daftar hitam sering berprilaku semaunya

pada Daniah. Kejahatannya kalau dibukukan mungkin setebal laporan keuangan

perusahaan. Gunawan dan Raksa yang tampak binggung. Raksa sebenarnya mengantuk,

sepanjang menuruni tangga saja dia menguap. Mungkin dia sendiri yang tidak

ketakutan di sini.

“ Kenapa kalian takut begitu, aku

hanya igin mengobrol bersama keluarga istriku. Dengan orangtua istriku dan

adik-adiknya.” Suara Saga terdengar sangat riang, seperti tidak punya maksud

apa-apa.

Mengobrol, dengan posisi seperti

ini. Inimah sudah di sebut sebagai hari eksekusi. Dijam segini juga. Han

bergumam dalam hati, masih berdiri di samping kursi Saga, tidak bergeming. Dia

hanya akan menjadi saksi.

“ Apa yang ingin anda bicarakan

tuan Saga.” Ibu tiri Daniah memberanikan diri bicara. Tapi tertahan ketika

tangan suaminya menyentuh tangannya. Menahannya untuk jangan mengatakan apapun

lagi. Aturan utama ketika berurusan dengan tuan Saga adalah, dengarkan dia

bicara, diam, dan tundukan kepala. Bahkan ini berlaku untuk para petinggi

perusahaan. Ayah Daniah menyadari posisinya sebagai mertua Saga tidak mempuyai

nilai apa-apa. Dia yang sudah menjual anak gadisnya untuk menyelamatkan

perusahaan, memang tidak pantas untuk mendapatkan penghormatan apapun dari

menantunya.

“ Aku hanya ingin mengobrol, jadi

jawab saja pertanyaanku seperti kita sedang mengobrol santai. Jangan tegang

begitu ibu mertua, memang apa yang ingin aku lakukan pada keluarga yang di

sayangi istriku.” Aura ketegangan sedikit mencair. “ Tapi jangan menjawab

berbelit-belit.” Seketika semua kembali tangan mereka. Bahkan Raksapun

mulai merasa bahwa obrolan pagi buta ini tidak baik-baik saja.

“ Berikan hpmu!” Saga menunjuk

Raksa, walaupun binggung kenapa dia harus menyerahkan hp, tapi dia menunjuk

kamarnya.  Mengatakan Kalau hpnya ada di kamar.

“ Cepat ambil sana!” Saga mengerakan kepalanya menunjuk kamar. “ Cepat!” Raksa

bergegas menuju kamarnya.

Kalau kau punya bintal kecil di

hpmu, habis kamu, aku tidak akan semudah itu melepaskanmu. Walaupun kau baik

pada Daniah. Dan daniah menyanyagimu.

Raksa muncul setengah berlari

menuruni tangga.

“ Kenapa langkahmu berisik sekali,

bagaimana kalau kau menggangu Daniah tidur.” Mulai kesalkan dia, padahal belum

melihat hp Raksa.

“ Maaf tuan.” Raksa memperlambat

langkah, dia menyodorkan hp yang dia pegang.

Ahh, jadi bintang pasangan itu

hanya diberikan Daniah untukku kan. Wajah Saga langsung merona senang.

Dilemparkannya hp Raksa ke pangkuannya, gelagapan Raksa menangkap.

“ Pergi tidur sana! kau belum cukup

umurkan?. Aku tidak mau menggangu anak di bawah umur”

“ Ia.” Binggung lagikan, bukan

hanya Raksa semua orang binggung. Raksa meminta jawaban ayahnya, ada apa

sebenarnya ini. Sementara Gunawan sama tidak mengertinya.

Tuan, kumohon bersikaplah dewasa

sedikit. Mereka sedang ketakutan sekarang, kenapa anda malah ngelawak begini.

Han mengambil tindakan.

“ Saya akan mengantar tuan Raksa ke

kamar. Silahkan ikuti saya.”

“ Apa? Kenapa?” Raksa seperti berat

untuk meninggalkan orangtuanya dan Risya. Karena sepertinya mereka tidak akan

semudah itu selamat.

“ Pergilah tidur, hp anda sudah

menyelamatkan anda.”

Raksa melihat Saga binggung,

Apalagi dengan perkataan Han barusan. lalu bergantian melihat orang tuanya.

Sebenarnya dia ingin tetap tinggal, tapi tangan Han sudah menariknya untuk naik

ketangga dan sekertaris tuan Saga ini mengikutinya sampai ke depan pintu kamar.

Bahkan membukakan pintu untuknya.

“ Maaf, tapi bagaimana dengan

orangtuaku dan Kak Risya.” Raksa menyentuh lengan sekertaris Han, saat

sekertaris itu memberi sorot tidak suka saat di sentuh Raksa segera menarik

tangannya.

“ Masuklah, kalau saya boleh

memberi saran, sebaiknya anda tidur dengan tenang dan tidak perlu keluar kamar

lagi. Selamat malam.” Han sudah membungkukan kepalanya, dan mau beranjak. Dia

sudah membalikan badan sekarang.

“ Tunggu! Mereka tidak akan

kenapa-napakan. Orangtuaku.” Raksa memohon jawaban.

“ Memang apa yang akan terjadi pada

mereka, anda tadi mendengarkan, kalau tuan muda hanya ingin mengobrol.”

Raksa sudah memegang gagang pintu

ketika melihat senyum sekertaris Han. Senyumnya menakutkan sekali pikirnya. “

Baiklah, selamat malam.” Bergegas menutup pintu, tanpa ingin mendengar pria di

depan pintu menjawab salam selamat malamnya.

Han sudah berdiri di samping kursi

tuannya lagi, dia melihat ketiga orang yang  duduk di sofa panjang, mereka terlihat sangat

pias. Apalagi kedua wanita itu. Mereka saling berpegangan. Mengantungkan diri

atau saling memberi kekuatan.

Saga sudah bicara terlalu banyak untuk ukurannya, di selingi desahan. Mereka bertiga walaupun sedikit terbata tetap menjawab.

Kalau saja kalian baik sedikit saja

pada nona Daniah, urusannya tidak akan sepanjang ini.

“ maafkan saya tuan Saga, saya sebagai

ayah yang tidak bisa bersikap adil pada anak-anak saya.” Ayah Daniah

mengangukan kepala dalam. Dia tidak tahu kata apa yang harus dipilihnya untuk

membuat laki-laki dihadapannya ini puas. Yang pasti dia harus mengakui

kesalahannya. Selama ini dia sudah memandang Daniah sebelah mata. Dia

bersikeras mempertahankan anak wanita yang dulu di cintainya. Tapi tidak bisa

benar-benar memberikan kasih sayang layaknya ayah yang benar padanya.

“ Baguslah, ayah mertua tahu

kesalahan apa yang sudah dilakukan. Aku jadi tidak perlu repot memberitahu

kesalahanmukan.” Saga menjawab sinis.

Aku benar-benar ingin menghukum

mereka.

Saga mengepalkan tangannya geram.

“ Ibu tidak pernah memaksa Daniah

tuan, dia sendiri yang memang mau membantu pelayan mengerjakan pekerjaan rumah.

Ibu.” Kalimat Risya berhenti ketika sorot mata tajam Saga tertuju padanya.

“ Tutup mulutmu!” Gadis itu

gemetar. “ Berapa usiamu, apa Daniah itu adikmu? Sebaiknya bersikap sopanlah

mulai sekarang dengan kakakmu.” Risya bahkan menitikan airmata karena takut.

Ibunya tangannya. “ Kau mau aku batalkan semua kontrak drama dan

iklanmu?” kedua wanita itu semakin ketakutan. “ Huh! Apa kau pikir kau bisa

masuk ke dunia entertainer karena kemampuanmu?”

“ Maafkan saya tuan Saga. Maafkan

saya.” Ibu mengantikan anaknya meminta maaf. Risya sudah tidak bisa

mengeluarkan sepatah katapun karena ketakutan.

“ Ahh, menyebalkan sekali.” Udara

sudah terasa sesak untuk dipakai bernafas.

“ Maafkan kami tuan Saga.” Mereka

minta maaf berulang bersamaan. Ibu dan ayah mertua.

“ Kenapa kalian minta maaf padaku,

memang salah kalian padaku.”

Mereka bertiga terdiam. Benar,

kesalahan mereka adalah pada Daniah. Kesalahan terbesar mereka adalah mereka

tidak tahu, kalau pada akhirnya nanti Daniah bisa mendapatkan dukungan dari

orang berkuasa ini. Semua sesal menghujani diri mereka kenapa mereka bisa

memperlakukan Daniah dengan buruk. Tapi kesadaran mereka bukan murni mereka

merasa bersalah, tapi karena takut pada Saga.

Saga bangun dari duduknya. Menoleh

pada Han.

“ Han, pastikan mereka minta maaf

dengan benar pada Daniah. Aku mau tidur sekarang.”

“ Baik tuan muda. Selamat malam, selamat istirahat.”

Han menundukan kepala sampai Saga menghilang.

Merepotkan sekali, sekarang aku

harus mulai dari mana ini.

Han duduk dikursi yang tadi di

dududki Saga. “ Mohon maaf karena sudah membuat kalian bangun sepagi ini.” Tidak ada

yang berani menjawab, semuanya terdiam. “ Besok pagi mulailah bersikap baik

pada nona Daniah.” Semua masih terdiam menunggu kelanjutan. “ Itu saja,

bersikap baiklah selayaknya sebuah keluarga.” Mereka berfikir kalimat Han sudah

selesai. Tapi senyum tipis tiba-tiba muncul. Dan kalimat selanjutnya membuat

mereka tergugu, kelu mengigit bibir.

“ Sebenarnya tuan muda ingin

melihat kalian memohon maaf dan pengampuan dengan berlutut di depan nona

Daniah. Tapi saya rasa itu pasti sangat memalukan. Apalagi untuk nyonyakan?

Nona Daniah juga pasti akan merasa tidak nyaman. Apalagi anda Tuan, andakan ayahnya.

Kalau untuk anda nona Risya sepertinya tidak terlalu masalah karena usia anda

yang memang lebih muda dari nona Daniah. Tapi tetap saja pasti itu tidak

nyamankan. Saya juga tidak bisa memaksa kalian. Tapi sepertinya yang kalian lihat, tuan muda menyanyangi nona Daniah, jadi.......” Kalimat Han menggantung. dia sengaja, lihat senyumnya itu. Han bangun dari duduk. “ Sepertinya masih terlalu pagi, sebaiknya kita kembali

ke kamar untuk tidurkan. Selamat malam tuan dan nyonya. Selamat malam juga nona

Risya. Semoga kalian mimpi indah." Berjalan dengan ringan menuju kamar tamu yang

disiapkan untuknya. Seperti tidak habis menjatuhkan kata-kata mematikan.

Dia serius, dia serius menyuruh

kami berlutut dan memohon pengampunan pada Daniah. Ketiga orang itu

jemari, memikirkan hal yang sama.

BERSAMBUNG