Chapter 27 Kenangan Buruk

Tubuh kecil Daniah ditarik ibunya

keluar rumah, wanita itu sudah membuka pintu mobil dan mendorongnya masuk

ke dalam.

“ Bu, kita mau kemana? Bu?” anak kecil itu mulai merengek.

Wanita itu diam tidak menjawab, dia menghidupkan mobil lalu membawanya melaju memecah keramaaian kota. Tidak bicara apapun, dia hanya menatap anak tirinya sekali. Lalu melengos dan menatap

jalanan lagi.

Aku harus memberi mu pelajaran

berharga, supaya kamu tahu siapa yang berkuasa di dalam rumah. Dasar, kenapa aku

harus membesarkan anak orang lain seperti mu. Lebih sebal lagi ayah mu yang tidak

mau membuang mu, mengembalikan mu pada keluarga ibu mu. Kalau kau pergi semuanya

jadi mudah kan.

“ Ibu, kita mau ke mana?” Daniah

merasa takut, tangannya sudah gemetar. Wanita di sampingnya tidak menjawab

membuatnya semakin ketakutan. “ Ibu.”

“ Aku bukan ibu mu!”

Kata-kata itu mencekik Daniah, dia

yang sudah mau merengek takut mengunci mulutnya. Dia menyadari kalau wanita

yang sedang mengemudikan mobil di sampingnya ini sedang marah. Dia tahu, dia

tidak disukai oleh ibu tirinya. Beberapa kali dia dimarahi untuk alasan yang

tidak jelas. Dia tidak menngangu adik tirinya, tapi dia selalu dituduh bersalah

kalau adiknya menangis.

Mobil terus berjalan tidak tahu

kemana tujuan, Daniah menatap keluar kaca mobil, mereka memasuki kawasan

pinggiran perkotaan. Dia bisa melihat pohon-pohon besar sepanjang jalan. Mobil

berhenti. Daniah mengkerut di kursinya. Sementara ibu tirinya turun.

Dia membuka pintu mobil dan menarik tubuh Daniah.

“ Ibu, maafkan aku bu. Maafkan aku.”

Airmata mulai menganak sungai dan pecah, suaranya sudah bergetar karena takut.

“ Turun.” Wanita itu menarik lengan

Daniah, anak kecil yang berpegangan pada kursi mobil itu kalah tenaga. Tubuhnya

sudah tertarik, dan dia sudah turun dari mobil. Brak! Pintu mobil dibanting

dengan keras.

“ Ibu, ibu mau kemana? Jangan tinggalkan aku bu.”

Ibu tirinya tidak bicara apa-apa,

dia hanya menatap Daniah dengan kebencian. Lau berjalan memutari mobil dan masuk

ke dalam mobil. Dia menghidupkan mobil.

“ Ibu jangan tinggalkan aku bu.”

Daniah berusaha membuka pintu mobil, tapi terkunci. “Maafkan aku bu, maafkan

aku. Aku bersalah, aku bersalah bu. Jangan tinggalkan aku bu. Aku takut. Ibu,

buka pintu mobilnya bu. Aku mohon bu.” Mobil berjalan pelan. Daniah mulai

berlari mengejar sambil mengetuk kaca pintu keras. “ Ibu jangan pergi bu,

jangan tinggalkan aku. Aku mohon bu.”

Daniah tersungkur jatuh saat mobil

yang dia kejar semakin melaju kencang. Meninggalkannya sendirian. Tangis anak

kecil itu pecah. Dia melihat sekeliling hanya ada pohon-pohon besar

dimana-mana.

“ Maafkan aku bu, maafkan aku.

Jangan buang aku, jangan usir aku bu. Maafkan aku bu. Aku takut.” Tubuh Daniah

menggigil, dia ketakutan. Berjongkok sambil menangis sekerasnya yang bisa dia

lakukan.

Udara di sekelilingnya sudah terasa

semakin dingin, matahari pun sudah mulai meredup. Daniah kecil masih menangis

sesengukan. Duduk bersimpuh di tanah. Dia mendongak saat mendengar suara mobil.

Dia bangun dari duduk saat ia tahu itu mobil ibunya yang kembali. Dia berlari

saat mobil sudah berhenti.

Wanita yang tadi menariknya paksa

keluar dari mobil, Daniah memeluk kaki wanita itu erat. Seperti menjaga benda

paling berharga miliknya.

“ Maafkan aku bu, aku salah, aku

nakal. Aku akan jadi anak baik dan patuh pada ibu dan ayah. Jangan buang aku

bu, jangan usir aku.”

Ibu tirinya menyentuh kepala Daniah.

“ Kamu tahukan sekarang, anak yang

tidak patuh akan diusir dan dibuang. Kamu akan tinggal sendirian, tidak punya

rumah dan keluarga seperti ini. Kamu mau.”

“ Tidak bu, maafkan aku bu. Aku

akan patuh pada ibu, jangan buang aku bu.” Air mata masih membanjir, dia tidak

melepaskan pelukan eratnya di kaki ibu tirinya.

“ Nah begitu, kalau kamu jadi anak yang patuh, aku juga akan merawat mu.”

“ Ia bu, aku akan patuh dan

menurut, jadi jangan buang aku bu, jangan usir aku.”

“ Masuklah, kita pulang.”

“ Ia bu.”

Tubuh Daniah yang masih gemetar

masuk ke dalam mobil. Dia menerima sebotol minuman. “ Minum, kalau ayah mu

bertanya dari mana, jawab kalau ibu mengajak mu pergi jalaan-jalan.”

“ ia bu.”

Sejak hari itu Daniah tumbuh dengan

rasa takut di hatinya, takut untuk dibuang jika dia tidak patuh, takut terusir

dari rumah jika dia tidak mendengarkan ibu tirinya. Dia selalu menganggukan kepala

bahkan sampai dia dewasa. Walapun seiring waktu, kepatuhan pada ibunya berubah

menjadi kebencian namun dia sama sekali tidak berani melawan. Apapun yang

diputuskan orang tuanya. Termasuk menikahi Saga Rahardian.

“ Maaf bu. Maaf.”

“ Mbak Niah, mbak Niah bangun.”

Tika menguncang-guncang tubuh Daniah agar gadis itu terjaga. Daniah

mengerjapkan mata terkejut. “ Mbak gak papa? Mimpi buruk ya.”

Daniah mengusap wajaahnya, keringat

membanjir. Dia mengingat apa yang baru saja ia impikan. Kenapa kenangan buruk

itu muncul lagi diingatannya. Ia selalu kehabisan nafas kalau mengingat

kejadian dulu dimasa kecilnya.

“ Tika bisa tolong ambilkan air dingin.”

“ Ia mbak sebentar. Mbak Niah sakit ya.”

“ Gak papa, hanya pusing. Terimakasih ya.” Daniah menerima minumannya. Dia meminum hampir setengah botol. Bayangan gelap itu belum berhasil dia usir. Masih mengantung di pelupuk mata

bayangan kecilnya yang meringkuk di tanah karena ketakutan. Takut dibuang, takut

diusir dari keluarga.

BERSAMBUNG..................