Chapter 390 episode 389 (S2)

" Bim, kamu masih marah." Tanya Menik yang melihat adiknya sedang menonton televisi. Menik duduk di sebelah adiknya.

" Jawab Bim?" Ucap Menik.

Bima enggan menjawab pertanyaan kakaknya. Dia tidak marah dengan kakaknya tapi kecewa dengan sikap Menik.

" Apa pipi kamu sakit?" Ucap Menik sambil memegang pipi adiknya. Tapi Bima menepis tangan kakaknya.

" Bim, kenapa kamu seperti ini." Ucap Menik.

" Aku seperti ini karena kakak. Kalau kakak tidak bersama dengannya pasti hubungan kita baik seperti dulu." Ucap Bima marah.

" Jadi kamu mau kakak berpisah dengannya." Ucap Menik pelan.

" Terserah." Ucap Bima ketus.

" Apa kamu akan berbaikan lagi dengan kakak jika kakak mengembalikan cincin ini." Ucap Menik lagi.

" Aku sudah tidak perduli lagi, mau kakak balikkan itu cincin mau di jual terserah." Ucap Bima marah.

" Apa kamu tidak ingin melihat kakak bahagia." Ucap Menik.

" Tentu aku ingin melihat kakak bahagia, tapi bukan dengannya. Orang yang telah mengecewakan kakak dan telah membuat air mata kakak mengalir. Aku harus menjaga kakak, apa kata orang tua kita, jika mereka ada disini. Pasti mereka akan kecewa juga dengan pilihan kakak." Ucap Bima.

" Bim, beri kesempatan lagi untuk pak Kevin."

" Aku malas membicarakan dia. Kalau kakak mau lanjut terus dengan dia terserah tapi aku tidak akan merestui hubungan kalian." Ucap Bima sambil meninggal Menik di depan televisi.

Menik bingung harus melakukan apa, dia sangat mencintai keduanya. Yang satu cinta sebagai adik dan yang satu cinta sebagai kekasih.

Dia melihat jam di dinding waktu sudah sore. Sudah waktunya dia bersiap-siap, karena Kevin akan menjemputnya.

Menik telah berias diri di kamarnya. Dan ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari Kevin.

" Ya halo." Ucap Menik.

" Aku sudah di bawa. Kamu mau aku naik apa menunggu disini." Tanya Kevin.

" Tunggu saja disana. Sebentar lagi aku turun." Ucap Menik. Dia tidak ingin Kevin bertemu dengan Bima. Pasti adiknya akan marah jika melihat wajah Kevin.

Menik mengenakan gaun yang sangat cantik. Bagian atasnya berlengan pendek dengan model kerah berbentuk huruf v dan berwarna hitam. Dan di padu padankan dengan rok bercorak dengan warna yang lebih terang dari warna atasannya. Rambutnya sengaja di biarkan tergerai, sehingga membuat Menik terlihat anggun dan mempesona.

Kevin langsung membukakan pintu mobil untuk Menik. Dia senyum sumringah melihat penampilan calon istrinya yang sangat cantik.

Mobil sudah melaju di jalanan. Kevin sesekali melirik kearah Menik.

" Kenapa kamu terlihat cemas." Tanya Kevin yang memperhatikan Menik meremas jari jemarinya.

" Aku takut kalau-kalau ibu Paula tidak menyukaiku." Ucap Menik.

" Tenanglah, pasti mamaku akan menyukaimu." Ucap Kevin sambil memegang salah satu tangan Menik. Dia mengecup punggung tangan calon istrinya. Memberikan rasa tenang dengan cara menggenggam tangan wanita itu.

" Kamu sangat cantik, penampilanmu sungguh berbeda dari yang dulu aku kenal. Masih ingat di benakku ketika kita bertemu di halte. Kamu berpakaian layaknya seorang pria. Hahaha." Kevin mencairkan ketegangan di diri Menik.

" Hahaha, iya kamu benar. Dan pada saat itu kamu mencengkram leherku dengan sangat kuat." Ucap Menik mengingat kejadian yang telah lalu.

" Aku mengira kamu benar-benar pria, mungkin kalau topi yang kamu kenakan tidak lepas pasti sudah mendarat pukulan di pipimu." Ucap Kevin lucu.

" Tapi kejadian itu yang membuat aku penasaran denganmu."

" Kamu tau apa julukan yang aku berikan kepadamu." Ucap Kevin.

" Taulah, aku kan menguping pembicaraanmu dengan manager rumah makan tempat aku bekerja dulu. Kamu menyebutku wanita setengah genre. Hahaha." Ucap Menik tertawa.

" Aku pikir kamu memang wanita setengah genre yang mempunyai dua kepribadian." Ejek Kevin.

" Enak aja." Ucap Menik sambil mencubit gemas lengan Kevin.

" Aw sakit, ternyata seperti ini rasanya di cubit sama orang yang kita cintai. Sakit juga, aku pikir cubitan itu akan terasa seperti coklat ternyata tidak." Ucap Kevin gombal.

" Kamu ingat tidak, pada saat acara empat bulanan nona Zira, aku menjemputmu. Kamu mengenakan pakaian yang tertutup sampai kakinya juga tertutup. Apa kamu ingat kamu mengenakan apa di kakimu." Ucap Kevin.

" Ingatlah, aku mengenakan sepatu bola dan tas ransel, dan rambut di kuncir kuda. Hahaha kalau mengingat itu aku jadi lucu. Aku pikir dulu gayaku sudah sangat keren tapi di bandingkan sekarang aku malu mengingat penampilanku yang dulu."

" Ngomong-ngomong pada saat itu kamu pakai sepatu bola siapa?"

" Bima." Ucap Menik singkat.

" Memangnya cukup? Badan Bima lebih besar dari kamu pasti kakinya juga besar."

" Manalah cukup, kebesaran iya. Di bagian ujungnya aku sumpal."

" Aku heran padahal sepatu itu kebesaran denganmu tapi sempat-sempatnya kamu menyumpalnya. Kenapa kepikiran menyumpal sepatu bola, apa tidak kepikiran memakai sepatu yang lain."

" Ah bapak, bukan tidak kepikiran tentu aku pikiran, sepatuku pada saat itu cuma satu dan sudah menganga bagian depannya. Mana mungkin aku pakai itu. Yang ada malah telapak kakiku jadi alas sepatu." Ucap Menik.

Untuk mengurangi kebosanan di dalam mobil mereka terus mengobrol.

" Penampilanmu sudah sangat jauh berbeda dari yang dulu. Tapi apa pakaianmu yang lama masih kamu simpan? Seperti ponsel remote tv masih kamu simpan apa celanamu juga kamu simpan."

" Oh celana setan. Tentu aku masih menyimpannya, bukan hanya itu dompet dari toko emas juga masih aku bawa." Ucap Menik mengeluarkan dompet kecilnya dari dalam tas. Dia menunjukkan kearah Kevin.

" Apa! Dompet itu masih kamu simpan? Bukannya kamu sudah ada uang. Untuk apa masih membawa itu.

" Ah bapak ini kenang-kenangan. Dompet ini banyak sejarahnya. Aku dulu ada uang beli emas dan dapat hadiah dari toko emas dompet ini. Dulu dengan memakai dompet seperti ini rasanya derajat kita naik. Apa lagi kalau belanja di warung mengeluarkan uang dari dalam dompet ini. Ibu-ibu pasti kepo, mereka yang tadinya merendahkan kita, tapi melihat dompet ini langsung mengangkat derajat kita dengan tersenyum secerah-cerahnya. Padahal tadinya pada menggosip tentang kita. Susahlah miskinlah seperti itu." Menik menceritakan masa lalunya yang pahit.

Dan Kevin mendengarkan dengan seksama.

" Lalu mana emas yang kamu beli dari toko emas itu."

" Hehehe, udah enggak ada, sudah saya jual. Jaman kemaren susah jadi untuk membiayai hidup ya saya jual. Daripada mengemis mending jual yang ada." Ucap Menik jujur.

Kevin mengelus rambut Menik dengan penuh kasih sayang. Calon istrinya mempunyai masa lalu yang sangat sulit.

" Dimana kamu menjual emas itu." Tanya Kevin.

" Di pasar."

" Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

" Besok kita ke pasar. Dan tunjukkan emas yang telah kamu jual."

" Untuk apa?"

" Kita beli lagi emas itu."

" Enggak ah. Itu sudah lama, mungkin emas yang saya jual dulu sudah di lebur dengan emas yang lain."

" Kamu kan belum tau apakah emas itu sudah di lebur atau belum. Apa kamu tidak ingin membelinya kembali. Ingat! Kamu membeli itu dengan hasil keringatmu, pasti banyak suka dukanya."

Menik terdiam, dia membeli emas itu memang tidak mudah, dia mengumpulkan uangnya selama beberapa tahun baru dapat kesampaian membeli sebuah kalung emas.

" Like, komen dan vote yang banyak ya, terimakasih."

ig. anita_rachman83