Chapter 350 episode 349 (S2)

Waktu terus berputar meninggalkan sang mentari menyambut sang rembulan. Di kediamannya Menik merasa resah dan gundah.

" Kakak kenapa?" Bima memperhatikan kakaknya yang duduk tidak tenang.

Mereka sedang menikmati makan malam, tapi Menik serasa tidak bisa menelan makanannya.

" Enggak tau, kenapa jantung kakak terus berdetak kencang." Ucap Menik sambil memegang dadanya dengan salah satu tangannya.

Bima mengambilkan air putih dan menyerahkan ke kakaknya.

" Minumlah, mungkin kakak kecapekan." Ucap Bima menyerahkan gelas yang berisi air putih untuk kakaknya.

Menik langsung meminum air pemberian adiknya.

" Bagaimana? Apa sudah mendingan." Bima terlihat khawatir melihat kakaknya.

" Masih sama." Ucap Menik masih dengan memegang dadanya.

Kedua kakak beradik itu saling pandang. Mereka memikirkan hal yang sama.

" Apa jangan-jangan." Ucap Bima.

" Jangan apa?" Tanya Menik dengan nada tinggi.

" Aku belum mau kakak mati." Ucap Bima.

Prok Menik langsung memukul adiknya.

" Doamu jelek banget, memangnya kamu memikirkan apa?" Ucap Menik sambil merapatkan giginya.

" Aku memikirkan kakak sakit jantung." Ucap Bima khawatir.

" Kurang ajar, doamu itu yang baik." Menik kembali memukul adiknya.

" Habis kakak bilang dada yang sakit, jadi pasti sakit jantung tidak mungkin sakit kepala." Gerutu Bima.

" Amit-amitlah." Ucap Menik sambil menggoyangkan badannya takut.

Mereka kembali menikmati makan malamnya.

" Apa akan terjadi sesuatu dengan kakak." Ucap Menik sambil memberhentikan makannya.

" Hus kakak ngomong apa? Jangan seperti itu. Berdoa saja semoga tidak terjadi sesuatu dengan kita berdua." Ucap Bima.

Menik menganggukkan kepalanya kembali menikmati makan malamnya.

" Kakak besok mau pergi, mau bantu Nyonya Paula." Ucap Menik.

" Siapa Nyonya Paula." Tanya Bima sambil melihat kearah kakaknya.

" Oh kakak belum cerita ya, Nyonya Paula itu orang bule yang baru datang dari London, dia mau minta bantuan sama kakak untuk masak masakan tradisional." Ucap Menik.

" Apa kakak yakin mau kesana?" Bima terlihat khawatir.

Menik hanya menganggukkan kepalanya.

" Sudah berapa kali kakak bertemu dengan wanita itu." Tanya Bima lagi.

" Dua kali." Jawab Menik.

" Baru dua kali bertemu tapi sudah minta kakak datang kerumahnya, aneh." Ucap Bima. dengan nada tinggi.

" Aneh apanya." Tanya Menik.

" Ya aneh saja, baru kenal sudah bawa orang asing ke rumahnya, kalau nyonya itu menipu kakak bagaimana? Soalnya banyak kasus jual beli wanita." Ucap Bima khawatir dengan nada sedikit tinggi.

Menik memicingkan matanya, dia tidak menyangka adiknya bisa memikirkan hal itu.

" Sepertinya nyonya Paula orangnya baik. Tidak mungkin dia mau menjual kakak. Memang kalau di jual kakak laku berapa." Ucap Menik.

" Kakak itu tidak boleh langsung percaya dengan orang, jangan terlalu ramah sama orang yang tidak kenal." Ucap Bima.

" Terus kamu mau kakak tidak datang ke sana gitu?"

Bima menganggukkan kepalanya.

" Kalau dugaan kamu salah bagaimana? Dan kakak tidak datang dengan alasan karena takut di tipu, tapi kenyataannya nyonya Paula menunggu kakak di sana. Kan kasihan kalau dia sampai tidak bisa menjamu tamunya dari luar negeri." Ucap Menik.

" Nih yang aku tidak suka dari kakak. Kenapa harus memikirkan sampai segitunya. Bilang saja dari sekarang kalau besok kakak tidak bisa datang, jadi dia bisa mempersiapkan masakan yang lain untuk tamunya." Ucap Bima.

Menik memikirkan omongan adiknya.

" Kakak sudah berjanji dengan nyonya itu, kecuali belum ada janji."

" Kan janjinya hanya lewat omongan. Sudah tidak usah datang." Ucap Bima melarang kakaknya.

Menik masih bingung dia tidak enak hati untuk membatalkan sepihak.

" Bagaimana kalau besok kamu antar kakak." Ucap Menik.

" Enggak bisa, besok aku masuk pagi." Jawab Bima.

" Terus bagaimana?" Ucap Menik lagi.

" Ya sudah enggak usah datang, jangan-jangan firasat kakak enggak enak karena itu." Ucap Bima.

Menik menunjukkan alamat yang di sebutkan nyonya Paula kepadanya.

" Ini alamat rumahnya, tidak mungkin ibu itu mau melakukan kejahatan di perumahan elite seperti itu, dan rumahnya juga satu perumahan dengan pak Kevin, jadi kalau terjadi sesuatu kakak akan menghubungi pak Kevin."

Bima mengangkat tangannya dia menyerah. Waktu terus bergerak, kedua kakak beradik itu sudah selesai dengan makan malamnya. Mereka kembali ke kamarnya masing-masing. Menik mencoba memejamkan matanya, agar bisa cepat masuk ke alam mimpi, tapi sangat sulit matanya terpejam.

Menik menghubungi adiknya dengan ponselnya.

" Apa kak." Jawab Bima.

" Kakak enggak bisa tidur." Ucap Menik.

" Hafal saja perkalian pasti nanti tidur." Jawab Bima sambil menutup panggilan kakaknya.

Menik melakukan seperti yang di perintahkan adiknya, dia mulai menghitung perkalian sambil memejamkan matanya, lama-lama dia sudah masuk ke dalam alam mimpi.

Di dalam mimpinya, dia ada di sebuah pesta pernikahan. Semua tamu undangan datang mengenakan pakaian serba putih, seperti dirinya tapi dia tidak tau siapa yang menikah. Ada sosok pria yang tersenyum kearahnya dengan memakai setelan tuksedo berwarna putih. Pria itu adalah Kevin. Kevin berjalan ke arahnya, Menik tersenyum kembali kepada Kevin, tapi ketika tangan mereka ingin bersentuhan tidak bisa, seperti ada suatu penghalang untuk mereka.

Menik langsung terbangun dari tidurnya.

" Ah ternyata aku bermimpi." Gumam Menik sambil mengusap keringat di dahinya.

Menik melihat jam di dindingnya. Hari sudah pagi, dia langsung buru-buru turun dari tempat tidurnya.

Bima sedang menikmati sarapannya.

" Kenapa kamu tidak membangunkan kakak." Ucap Menik.

" Bukannya kakak tidak bisa tidur? Makanya aku tidak mau membangunkan kakak." Jawab Bima.

Menik menuju kamar mandi setelah itu dia kembali duduk di sebelah adiknya. Dia menikmati sarapan yang di beli adiknya.

" Kakak tadi bermimpi." Menik menceritakan tentang mimpinya.

" Apa itu suatu pertanda tentang hubungan kakak dengan pak Kevin." Tanya Menik.

" Enggak juga, mimpi itu bunga tidur, belum tentu itu kejadian yang akan datang." Jawab Bima.

" Tapi kakak sudah memimpikan hal ini dua kali." Ucap Menik lagi.

" Kakak itu terlalu banyak memikirkan tentang pak Kevin, jadi terbawa mimpi." Jawab Bima.

Bima sudah selesai dengan sarapannya, dia langsung bergegas meninggalkan rumahnya. Sebelum berangkat dia berpesan kepada kakaknya.

" Kabari aku jika kakak dalam keadaan baik-baik saja di sana." Ucap Bima sambil pergi dengan motor gedenya.

Menik menganggukkan kepalanya, dia menutup pintunya dan kembali ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Setelah selesai dia langsung bergegas untuk mengenakan pakaian yang simpel. Menik menggunakan celana setannya dan baju kaosnya. Rambutnya di kuncir kuda, dan dia menggunakan sepatu ketsnya.

Dia berjalan keluar menyusuri gang rumahnya. Di depan gangnya sudah ada tukang ojek yang nongkrong di sana. Menik memberitahu alamat rumah yang di tujunya. Setelah melalui proses tawar menawar akhirnya tukang ojek setuju dengan harga yang di tawar Menik.

Di dalam perjalanan Menik masih resah, dia berusaha untuk menenangkan dirinya dengan menghembuskan nafas secara perlahan.

" Sakit neng." Tanya supir ojek.

" Enggak." Jawab Menik cepat.

" Oh abang kirain sakit neng." Ucap supir ojek.

" Saya sehat kok." Jawab Menik.

Motor melaju dengan kecepatan yang sedang. Lalu lintas sangat padat pada hari itu, karena banyak yang melakukan aktivitas di luar rumah. Sehingga banyak kendaraan di jalan raya.

Di tempat lain.

Nyonya Paula terlihat gelisah, dia mondar mandir di rumahnya. Dua anaknya memperhatikannya.

" Mama kenapa sih." Tanya Jesy.

" Apa mama lagi nunggu seseorang." Tanya Kevin yang melihat mamanya sesekali melihat kearah pintu.

" Iya, mama sedang menunggu Manek." Jawab Nyonya Paula.

" Apa mama mengundang dia kesini." Tanya Kevin.

" Iya, mama minta di ajarkan masak sama dia." Jawab mamanya.

Ojek yang membawa Menik sudah sampai di depan gapura perumahan. Menik menyebutkan blok rumah nyonya Paula. Supir ojek hendak membelokkan motornya kearah rumah Kevin.

" Bang sepertinya bukan belok sini." Ucap Menik.

Supir ojek memutari beberapa blok perumahan tapi tidak menemukan alamat rumah yang di tuju penumpangnya.

" Neng sudah tau belum alamat rumahnya." Tanya tukang ojek.

" Sudah."

" Tapi kenapa alamatnya tidak ada, semua blok sudah kita lewati cuma blok yang di depan sana yang belum. Memangnya kenapa dengan blok itu?" Tanya tukang ojek.

" Ya sudah kita lewati blok itu." Jawab Menik.

Supir ojek masuk ke dalam blok yang belum di lewati mereka. Dan memberhentikan motornya di depan sebuah rumah mewah.

" Ini alamatnya. Coba dari tadi kita lewat sini pasti langsung ketemu rumahnya." Gerutu tukang ojek.

Menik masih diam, dia melihat rumah mewah di depannya. Supir ojek masih menunggu bayarannya. Menik langsung menyerahkan beberapa lembar uang kertas kepada tukang ojek itu. Motor langsung melaju meninggalkan Menik.

" Ini bukannya rumah pak Kevin." Gumam Menik pelan sambil melihat rumah yang ada di sekitar situ.

Menik masih berdiam diri di depan rumah mewah itu. Dia memutar memorinya tentang keterkaitan antara nyonya Puala dengan Kevin. Menik langsung membelalakkan matanya tidak percaya, dia memutar badannya hendak meninggalkan rumah itu.

" Like, komen dan vote yang banyak ya. Terimakasih."