Chapter 349 episode 348 (S2)

Kevin sudah kembali dengan membawa sekarung beras dan meletakkannya di bagasi mobil. Kemudian dia kembali duduk di belakang setir mobil. Mamanya sudah menunggunya di sana.

" Ma, kenapa banyak sekali belanjanya." Tanya Kevin.

" Kan mama sudah bilang itu untuk satu minggu." Jawab Nyonya Paula.

" Tapi sabtu lalu mama tidak belanja sebanyak ini." Selidik Kevin, dia penasaran dengan tingkah mamanya yang membeli beras dan jumlah stok makanan yang tidak seperti biasanya.

" Ah kamu itu, apa salahnya kita stok banyak, lagian kulkas kamu cukup untuk menampung makanan itu semua." Jawab Nyonya Paula.

Kevin langsung menyalakan mesin mobil meninggalkan pasar menuju rumahnya. Sesampainya di rumah Jesy terlihat bingung dengan belanjaan yang di beli mamanya. Dia menanyakan hal yang sama seperti kakaknya.

" Ma, kenapa belanjanya banyak banget, apa ada tamu." Ceplos Jesy.

Nyonya Paula langsung mengalihkan pembicaraan.

" Bagaimana keadaan papa kamu." Tanya Nyonya Paula.

" Papa sudah banyak kemajuan, dan sudah mulai berbicara beberapa kata, walaupun kurang jelas tapi banyak kemajuan. Sepertinya pilihan kita pindah kesini tepat." Ucap Jesy.

" Maksud kamu apa." Tanya mamanya.

" Kalau di sana, papa lebih kelihatan banyak pikiran, tapi di sini papa lebih rileks." Ucap Jesy.

" Memang ada banyak kemajuan, tapi bukan karena kita di sini. Tapi karena kakakmu." Ucap Nyonya Paula.

Kevin memeluk mamanya.

" Aku akan selalu ada di dekat kalian." Ucap Kevin.

Jesy membantu mamanya menyusun semua belanjaan. Di tempat berbeda di ruang kerjanya, Kevin menghubungi nomor Menik.

Panggilan terhubung tapi tidak di jawab oleh Menik.

" Mungkin dia masih di jalan." Gumam Kevin sambil meletakkan ponsel di meja.

Kevin menyandarkan kepala dengan kedua tangannya di sandaran kursi. Ponselnya berdering, buru-buru dia mengangkat tapi langsung di matikan dari si penelepon.

" Si Menik." Gumam Kevin kembali menghubungi nomor Menik.

" Halo Nik? Ada apa." Tanya Kevin.

" Kok ada apa? Bukannya bapak yang baru menghubungi saya." Tanya Menik balik.

" Oh iya, tadi kamu ke pasar dekat perumahan saya ya." Tanya Kevin.

" Kok bapak tau?"

" Karena bau amismu membuat ku amis you so much." Gombal Kevin.

Menik memonyongkan bibirnya, dia tau kalau sedang di gombal sama Kevin.

" Bapak tau enggak hari ini hari apa." Tanya Menik.

" Sabtu." Jawab Kevin.

" Betul, betul betul aku bingung denganmu." Jawab Menik sambil mematikan ponselnya.

Kevin terperanjat karena panggilannya di putuskan Menik sepihak.

" Maunya pria apa sih." Gerutu Menik sambil merapikan belanjaannya.

Di ruang kerjanya Kevin terlihat bingung. Dia mencoba menghubungi nomor Menik kembali. Menik belum juga menjawab panggilan dari bosnya.

" Ayo Nik angkat, aku ingin dengar suaramu." Gumam Kevin sambil menyalakan speaker ponselnya. Dia memutar kursi kerjanya membelakangi pintu.

" Apa lagi sih Pak." Jawab Menik ketus.

" Apa malam ini kamu ada acara?" Kevin terlihat ragu untuk mengatakannya.

" Untuk apa?" Jawab Menik ketus.

" Saya mau mengajak kamu nonton film." Ucap Kevin sambil tetap membelakangi pintu.

" Maaf pak, saya sibuk." Jawab Menik ketus.

" Sibuk? Memangnya kamu mau kemana." Kevin penasaran.

" Saya mau pergi sama Rudi." Jawab Menik bohong.

" Rudi? Apa kamu sudah balikan dengannya."

" Mau balikan apa tidak bukan urusan bapak."

Kevin tidak mengetahui kalau mamanya telah masuk ke dalam ruang kerja anaknya, dan mendengarkan sebagian percakapan anaknya dengan seseorang.

" Tapi Nik." Kevin memutar kursinya, dan dia kaget melihat mamanya sudah berdiri di depan meja kerjanya.

Kevin buru-buru mematikan ponselnya.

" Apa wanita itu yang membuat kamu membatalkan perjodohan yang di buat papamu dan Jasmin." Tanya Nyonya Paula dengan tatapan tajam.

" Bukan ma." Jawab Kevin pelan.

" Kalau bukan kenapa kamu seperti sangat perhatian dengannya?"

" Ma, sebenarnya." Kevin mengacak-acak rambutnya, dia takut mengatakan sejujurnya kepada mamanya, karena dia tau kalau mamanya punya riwayat penyakit jantung.

" Apa?" Nyonya Paula masih terus menatap tajam wajah anak sulungnya.

" Aku...aku mencintai orang lain." Jawab Kevin gugup.

" Apa!" Nyonya Paula mundur beberapa langkah.

" Mama maafkan aku." Ucap Kevin terbata-bata sambil mendekati mamanya.

" Mama tidak mau dengar itu lagi, bagaimanapun mama ingin kamu menikah dengan Jasmin." Ucap Nyonya Paula tegas.

" Tapi ma, aku tidak mungkin mencintai Jasmin, karena hatiku sangat mencintai wanita itu." Ucap Kevin lagi menjelaskan.

" Stop, mama tidak mau dengar kamu mengatakan cinta untuk wanita itu. Jangan pernah kamu katakan sama Jasmin kalau kamu mencintai wanita lain." Ucap Nyonya Paula tegas.

" Ma, aku mohon, jangan berbuat seperti ini. Apa mama tidak kasihan dengan kami berdua, mana mungkin kami menikah tanpa adanya cinta. Rumah tangga seperti apa yang akan kami bangun nantinya." Ucap Kevin.

" Pokoknya mama hanya mau Jasmin, siapapun wanita itu harus berhadapan dengan mama." Emosi Nyonya Paula berapi-api, dia sangat marah mendengar kejujuran anaknya. Besok adalah hari kedatangan calon menantunya dan dia tidak mau anaknya merusak semua rencananya.

" Ma, asalkan mama tau, pada saat aku pergi ke London, aku sudah mencintai wanita itu. Dan pada saat itu aku mengambil keputusan yang berat dengan menerima perjodohan ini." Ucap Kevin pelan sambil memeluk mamanya.

" Jadi kamu membawa kami ke sini karena terpaksa? Iya!" Nyonya Paula menyingkirkan tangan anaknya dari badannya.

" Tidak ma? Aku memang ingin membawa kalian ke sini. Tapi perjodohan ini sangat berat bagiku." Ucap Kevin pelan.

" Baiklah mama akan kembali ke London agar kamu bisa kembali dengan wanita itu." Ucap Nyonya Paula sambil berlalu meninggalkan anaknya.

Kevin mengejar mamanya sampai ke ruang keluarga.

" Mama, tolong jangan buat aku tambah bersalah, aku tidak mau jadi anak durhaka." Ucap Kevin sambil memegang tangan mamanya.

Jesy yang sedang di ruang keluarga memperhatikan pertengkaran itu.

" Baik, kalau kamu tidak mau jadi anak durhaka, ikuti kemauan mama. Kamu harus bertunangan dengan Jasmin secepatnya. Setibanya Jasmin ke sini, kamu harus bertunangan dan mama tidak mau kamu menolak. Kalau kamu membantah, berarti kamu membunuh mama secara perlahan." Ancam Nyonya Paula sambil menepis tangan anaknya dan berlalu meninggalkan Kevin menuju kamarnya.

Jesy langsung mendekati kakaknya yang berdiri mematung.

" Kakak duduklah." Ucap Jesy sambil menarik tangan Kevin agar duduk di sofa.

" Kakak jangan bersedih ya, mama pasti hanya mengancam saja." Hibur Jesy.

Kevin tidak menjawab, beban yang di pikuknya terlalu berat. Di satu sisi dia mencintai seorang wanita, dan di satu sisi ada orang yang melahirkannya.

" Apa yang harus kakak lakukan." Ucap Kevin pelan sambil memandang langit-langit ruang keluarga.

" Kakak bawa bertenang dulu, setelah tenang pasti kakak tau harus melakukan apa." Ucap Jesy menenangkan kakaknya.

" Kamu kan tau, mama sama kerasnya seperti papa. Mana bisa mama di bantah." Ucap Kevin cepat.

" Iya kakak betul, terus kakak mau melakukan semua permintaan mama? Enggak kan?"

" Entahlah."

" Apa kakak bilang saja ke kak Jasmin, katakan sejujurnya kalau kakak mencintai wanita itu." Ucap Jesy.

" Tidak bisa, mama sudah mengancam dari awal. Kenapa masalah ini semakin rumit seperti ini." Ucap Kevin kesal sambil mengeluarkan nafasnya dengan kasar.

" Memang sulit kak, tapi kakak harus mengambil keputusan, lanjut dengan perjodohan ini, apa kakak mengatakan sejujurnya sama wanita itu. Memang berat tapi setidaknya kakak harus jujur. Harus ada yang di korbankan dalam hal ini." Ucap Jesy.

" Dan menurut kamu, kakak harus mengorbankan perasaan kakak dengan Menik."

Jesy mengangkat kedua bahunya, dia juga tidak bisa banyak memberi masukan untuk kakaknya.

" Jangan lupa vote, like dan komen ya. Terimakasih."