Chapter 345 episode 344 (S2)

Menik kembali ke pantry dan di perhatikan Koko dari jauh. Pria gemulai itu langsung menyambar telepon yang ada di mejanya.

" Halo Nik." Ucap Koko.

" Apa." Menik sudah menduga yang menghubunginya adalah Koko.

" Apa pak Kevin mengajak kamu pergi acara nanti." Tanya Koko.

" Iya." Ucap Menik malas.

" Yes bagus itu." Koko semangat jika temannya ikut dalam acara itu.

" Tapi kenapa kamu sepertinya tidak semangat." Tanya Koko lagi.

" Kamu tau pak Kevin berkata seperti ini. Rencananya ada acara dari kantor apa kamu mau ikut." Ucap Menik memperagakan cara berbicara bosnya.

" Terus kamu jawab apa." Tanya Koko lagi.

" Ku jawab saja, kalau hubungan kami tidak di gantung aku ikut tapi kalau di gantung seperti susu gantung atau jembatan gantung, mending aku tidak ikut." Ucap Menik tegas.

" Ih kamu saru pakai susu gantung segala di omongin." Ucap Koko.

" Kamu yang saru, susu memang di gantung seperti susu sapi, susu kambing susu kuda semuanya di gantung. Belum pernah sejarahnya ada susu di letakkan tidak digantung." Ucap Menik cepat.

" Ada." Ucap Koko tidak mau kalah.

" Susu yang di jual di supermarket." Ucap Koko.

" Itukan sudah melalui beberapa kali proses. Ah sudah jangan menggosip cepat kerja." Ucap Menik sambil melihat ponselnya yang berdering.

Menik buru-buru menjawab panggilan yang masuk, karena suara dering dari ponselnya cukup memekakkan telinga setiap orang yang mendengarnya.

" Ya halo." Ucap Menik pelan.

" Halo bisa bicara dengan Manek." Ucap salah seorang dari ujung sana.

" Manek? Maaf salah sambung." Ucap Menik langsung mematikan panggilan tersebut.

" Manek? Manik-manik kali." Gerutu Menik.

Tidak berapa lama ponselnya kembali berdering.

" Idih suara ayamku jelek banget." Gerutu Menik sambil menjawab kembali panggilan yang masuk. Menik memperhatikan nomor yang masuk sama dengan nomor yang pertama kali menghubunginya.

" Halo." Ucap Menik ketus.

" Saya mau bicara dengan Manek."

" Maaf tidak ada yang bernama Manek di sini." Jawab Menik ketus.

" Tunggu jangan di tutup dulu. Apa kamu wanita yang mengajarkan saya tentang macam-macam sayuran dan segala macam bumbu." Ucap Nyonya Paula dari ujung ponselnya.

Menik mencoba mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.

" Apa anda wanita bule yang di supermarket." Tanya Menik lagi.

" Ya betul." Ucap Nyonya Paula senang.

" Oh ibu, maaf saya tidak mengenali suara ibu dan tidak menyimpan nomor ponsel ibu." Ucap Menik.

" Saya yang minta maaf, mungkin saya salah dalam penyebutan nama kamu." Ucap Nyonya Paula.

" Hehehe iya Bu. Panggil saya Menik." Ucap Menik secara perlahan.

" Manek." Ucap Nyonya Paula.

" Menik." Menik mencoba mengulang cara penyebutan namanya.

" Manek." Dan lagi-lagi wanita paruh baya itu tetap tidak bisa menyebutkan nama Menik.

" Sudah lupakan saja bu. Tidak masalah ibu mau panggil saya Manek atau apapun itu. Yang penting masih sebutan untuk manusia dan bukan hewan." Ucap Menik

Nyonya Paula tertawa, terdengar gelak tawanya dari ponsel Menik.

" Ada yang bisa saya bantu bu." Tanya Menik lagi.

" Owh iya, saya lupa. Besok kamu sibuk tidak?"

" Besok saya libur. Memangnya kenapa bu." Tanya Menik.

" Saya mau minta bantuan sama kamu." Ucap Nyonya Paula.

" Apa yang bisa saya bantu." Ucap Menik sopan.

" Maukah kamu menemani saya belanja di pasar." Ucap Nyonya Paula.

" Jam berapa bu." Tanya Menik lagi.

" Bagaimana kalau jam delapan pagi." Ucap Nyonya Paula.

" Baik bu, di mana kita bertemunya." Tanya Menik lagi.

Nyonya Paula tidak tau ada berapa pasar di kota itu, dia hanya menyebutkan alamat perumahannya.

" Alamat rumah ibu sama dengan alamat rumah teman saya."

" Oh ya, berati kamu sering main ke rumah temanmu." Tanya Nyonya Paula.

" Tidak sering bu, ada beberapa kali ke sana. Tapi saya lupa bloknya, kalau rumahnya saya ingat." Ucap Menik.

" Ya sudah nanti kapan-kapan kamu main ke rumah saya. Mana tau teman kamu tetangga saya." Ucap Nyonya Paula.

" Mungkin juga bu." Ucap Menik.

" Ibu bagaimana kalau belanja di pasar yang tidak jauh dari perumahan ibu." Ucap Menik.

" Boleh juga." Ucap Nyonya Paula.

" Baiklah sampai besok lagi Manek." Ucap Nyonya Paula mengakhiri panggilannya.

Menik menyimpan nomor telepon Nyonya Paula.

" Banyak banget julukan untuk namaku, dari samudera menjadi udara, nuansa jadi nungsep, pagi jadi happy, Menik jadi Manek. Hedeh mungkin kalau masuk dalam nominasi julukan paling banyak aku pemenangnya." Gerutu Menik.

Menik mencoba mengingat alamat rumah Kevin dengan rumah yang di sebutkan Nyonya Paula.

" Sepertinya rumah mereka berdekatan." Gumam Menik.

Menik mencoba mengingat sesuatu.

" Wajah Ibu Paula seperti tidak asing tapi di mana aku melihatnya selain di supermarket." Gumam Menik pelan.

Tiba-tiba suara ponselnya berdering. Menik kaget dan tidak sengaja menjatuhkan ponselnya. Ponsel itu bercerai berai baterainya lepas dari tempatnya. Menik memungut ponselnya dari lantai. Ada sosok pria yang masuk ke dalam pantry.

" Kenapa dengan remotemu." Tanya Kevin.

" Remote? Ponsel tau." Jawab Menik ketus sambil meletakkan ponselnya di atas meja dan menyusun kembali ke posisi semula.

" Itu remote sudah harus di museumkan. Pakai saja ponsel yang aku belikan." Ucap Kevin.

" Enggak." Ucap Menik sambil menghidupkan kembali ponselnya.

Menik tersenyum lebar, ponsel jadulnya masih bisa berfungsi.

" Ini remote bukan sembarang remote walaupun buruk dan jelek tapi kalau lempar maling langsung ayan tuh maling." Ucap Menik bangga dengan ponsel jadulnya.

" Iya tapi ponsel seperti itu sudah ketinggalan jaman." Ucap Kevin lagi.

" Ah saya bukan tipe orang yang mengikuti mode, menurut saya sudah bisa telepon dan sms saja sudah syukur." Ucap Menik.

" Mau apa bapak ke sini." Tanya Menik sambil tetap tersenyum melihat ponsel jadulnya.

" Nona Zira meminta kamu untuk ikut dalam acara nanti." Ucap Kevin bohong.

" Ah Bapak bohong ya." Ucap Menik lagi.

" Untuk apa saya bohong, tadi nona Zira menghubungi tuan muda Ziko, dan mengatakan kalau kamu harus ikut." Ucap Kevin.

" Owh gitu ya, boleh saya minta nomor ponselnya nona Zira." Tanya Menik.

" Untuk apa."

" Untuk memastikan kalau bapak tidak sedang membohongi saya." Ucap Menik.

" Tidak sembarang orang yang boleh memiliki nomor ponsel nona Zira." Ucap Kevin asal.

" Oh gitu ya." Menik mencoba memikirkan sesuatu.

" Ya sudah, bapak saja yang menghubungi nona Zira, nanti saya yang bicara." Ucap Menik.

Kevin bingung, dia tidak tau cara meyakinkan Menik agar percaya dengan omongannya.

" Bantu author dengan like, komen dan vote ya. Jangan hanya minta lanjut tapi tidak vote. Dengan vote kalian memberikan apresiasi atas karya author, dengan vote juga author jadi tambah semangat updatenya. Terimakasih."