Chapter 327 episode 326 (S2)

Kevin keluar dari cafe dan menunggu di mobilnya.

" Nik, apa kamu mau memaafkanku." Ucap Rudi pelan.

" Sudahlah jangan bahas masalah yang telah lalu, sekarang kita hanya berteman tidak lebih dari itu." Ucap Menik tegas.

Rudi yang tadinya semangat sekarang menjadi lesu.

" Apa tidak ada harapan untukku." Tanya Rudi pelan.

" Rudi sudah aku katakan kita hanya berteman tidak lebih dari itu. Sekarang aku tanya ke kamu, kenapa kamu bertanya tentang sebuah harapan sedangkan kamu sudah bertunangan." Ucap Menik.

Rudi diam sambil memandang entah kemana.

" Bagaimana hubungan kamu dengan tunangan kamu." Tanya Menik.

" Semua baik-baik sajakah." Tanya Menik lagi.

" Iya semua baik-baik saja, tapi aku tidak mencintainya." Jawab Rudi.

" Rudi coba kamu buka hatimu untuk tunanganmu, beri ruang untuknya. Jangan mengatakan tidak mencintainya sedangkan kamu belum memberi kesempatan untuk cintanya." Ucap Menik menasehati.

Rudi mendengarkan nasehat dari Menik.

" Tidak seharusnya kita duduk berdua di sini. Aku tidak mau di anggap perusak hubungan kalian." Ucap Menik pelan.

" Tidak Menik jangan seperti itu, tunanganku lagi melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Dia tidak akan berpikiran yang negatif tentangku." Ucap Rudi.

" Kamu tidak boleh seperti itu, walaupun hubungan kalian terbentang jarak. Tapi kamu tidak boleh menghianatinya. Dan kita telah salah dalam hal ini. Terimakasih Rudi atas makan malamnya." Ucap Menik sambil berlalu meninggalkan Rudi.

" Menik tunggu." Ucap Rudi.

Menik menoleh ke arah Rudi.

" Aku akan mencoba memberi kesempatan untuk cintanya, tapi seandainya rasa itu tidak pernah ada bagaimana? Apakah kamu akan menerimaku kembali." Tanya Rudi.

" Maaf Rudi, kita hanya bisa berteman saja." Ucap Menik sambil keluar dari cafe.

Rudi meletakkan beberapa lembar uang kertas di atas meja.

" Nik tunggu." Ucap Rudi sambil berlari kecil mengikuti Menik dari belakang.

Kevin memperhatikan mereka dari dalam mobilnya.

" Apa mereka sedang bertengkar." Gumam Kevin pelan.

" Nik, ok sekarang kita berteman, tapi aku mohon jangan jaga jarak lagi denganku." Ucap Rudi memohon.

" Baiklah kita berteman." Ucap Menik sambil menjulurkan jari kelingkingnya kepada Rudi. Pria itu menyambut jari kelingking Menik.

" Sedang apa mereka berdua. Sempat-sempatnya mereka bermain osom di parkiran." Gerutu Kevin.

Menik dan Rudi masuk ke dalam mobil. Rudi berniat mengantarkan Menik pulang. Kevin mengikutinya dari belakang.

" Terimakasih." Ucap Menik.

" Sama-sama Nik." Rudi menurunkan Menik di ujung gang. Dia langsung melajukan mobilnya.

Walaupun mereka hanya berteman tapi Rudi merasa senang, karena Menik tidak menjaga jarak untuknya. Dia yakin dengan pertemanan rasa cinta Menik akan tumbuh kembali untuknya.

Menik telah sampai di depan rumahnya. Dan langsung membuka pintu rumahnya dengan kuncinya sendiri.

" Kakak sudah pulang." Ucap Bima dari dalam kamarnya.

" Hemmm." Ucap Menik pelan sambil melihat adiknya yang sedang berbaring di kasurnya sambil memainkan ponselnya.

" Kamu ngapain." Ucap Menik ikut berbaring di kasur adiknya.

" Biasa." Ucap Bima sambil menunjukkan game di layar ponselnya.

Tok tok tok suara pintu di ketuk.

" Kak ada tamu." Ucap Bima pelan.

" Buka saja." Ucap Menik pelan sambil memejamkan matanya.

Bima turun dari kasur dan berjalan menuju pintu. Dia membuka pintu rumahnya. Ada seseorang pria berdiri di depannya.

" Bapak, mau cari kak Menik." Tanya Bima.

" Perut saya sakit." Ucap Kevin pura-pura.

Bima menggaruk kepalanya.

" Pak kalau sakit ke rumah sakit bukan ke sini." Ucap Bima bingung.

Kevin pura-pura memegang perutnya.

" Bima siapa yang datang." Ucap Menik sedikit teriak sambil berjalan menuju ke arah Bima.

Menik langsung membelalakkan matanya melihat Kevin sedang berdiri di depan rumahnya.

" Mau ngapain bapak ke sini." Tanya Menik ketus.

Kevin tidak menjawab yang menjawab Bima

" Pak Kevin perutnya sakit. Aku sudah bilang kenapa tidak ke rumah sakit. Tapi tidak di jawab." Ucap Bima.

" Kamu masuk." Ucap Menik memerintahkan adiknya untuk masuk ke dalam kamarnya.

Bima langsung masuk ke dalam kamarnya sambil menutup pintu kamar. Dari balik pintu dia mencoba menguping pembicaraan kakaknya dengan bosnya.

" Mau ngapain bapak kesini." Tanya Menik ketus.

" Perut saya sakit." Ucap Kevin pura-pura.

" Enggak usah akting." Ucap Menik jutek.

" Nik, kamu ingat tidak kalau saya pernah diare, dan penyebabnya karena makanan kamu."

" Dan sekarang bapak mau bilang kalau bapak lagi diare karena makan masakan saya, gitu." Ucap Menik ketus.

" Jelas tidak, kamu tidak membawakan makanan apapun untuk saya hari ini. Sepertinya perut saya sakit karena kebanyakan makan saos." Ucap Kevin pelan sambil pura-pura memegang perutnya.

Menik yang tadinya cuek langsung khawatir.

" Bimaaaa." Teriak Menik.

Bima langsung keluar dari kamarnya.

" Tolong kamu bawa bapak ini ke rumah sakit." Perintah Menik cepat.

" Baik kak. Kakak enggak ikut." Tanya Bima.

" Enggak kakak capek, kamu bawa saja ke rumah sakit, kalau perlu bawa ke bidan." Ucap Menik cepat.

Kevin langsung membelalakkan matanya, dia khawatir aktingnya akan ketahuan Menik.

" Tidak perlu ke rumah sakit, saya hanya perlu istirahat sejenak. Kebetulan tadi lewat sini dan tiba-tiba perut saya sakit, ya sudah mampir ke sini." Ucap Kevin pelan.

Menik hanya memonyongkan mulutnya sambil melipat kedua tangannya di dada.

" Ya sudah kita ke bidan saja." Ucap Bima sambil mengeluarkan motornya dari dalam rumahnya.

" Tapi saya tidak hamil." Ucap Kevin gugup.

" Iya pak, mana ada pria hamil." Jawab Bima lagi.

" Apa yang akan dilakukan bidan itu di sana." Tanya Kevin khawatir.

" Ah banyak tanya, sudah cepat bawa sana." Ucap Menik cepat.

Bima menyalakan mesin motornya. Dengan berat hati Kevin ikut naik di belakangnya.

Menik hanya tersenyum simpul. Dia tau kalau Kevin hanya pura-pura sakit agar mendapatkan perhatian darinya. Dan Kevin terjerat sendiri dalam permainannya.

Tidak berapa lama motor yang di kendarai Bima sampai. Menik membukakan pintu untuk adiknya agar bisa memasukkan motornya ke dalam.

" Ada bidannya." Tanya Menik.

" Ada." Jawab Kevin pelan.

" Apa kata bidan itu." Tanya Menik lagi.

" Bidan itu hanya mengecek tensi pak Kevin, dan menanyakan hal-hal yang menurutku aneh." Ucap Bima pelan.

Kevin tidak di perintahkan Menik untuk masuk tapi dia langsung masuk dan duduk di kursi pelastik di dalam rumah itu.

" Apanya yang aneh." Tanya Menik penasaran.

" Di tanya sudah menikah apa belum, terus nomor ponselnya berapa." Jawab Bima.

Menik tersenyum.

" Kamu jawab apa." Tanya Menik lagi.

" Yang jawab pak bos." Ucap Bima sambil melirik kearah Kevin.

Kevin tidak menjawab dia hanya tersenyum menyeringai.

" Dia tidak akan mau jawab, kamu saja yang jawab." Tanya Menik lagi kepada Bima.

" Kata Pak bos sudah menikah dan kakak istrinya." Ucap Bima pelan.

" Cih kegeeran." Ucap Menik ketus sambil membuang muka.

" Tapi ada bagusnya juga kak, kalau pak Kevin jawab seperti itu. Kalau enggak pak Kevin sudah di jodohkan sama anaknya." Ucap Bima lagi.

" Ya sudah, ambilkan air putih biar langsung di minum obatnya." Ucap Menik lagi.

Kevin enggan untuk minum obat itu, karena dia tidak sakit perut sama sekali.

" Tapi aku belum makan." Rengek Kevin menghindar.

" Bukannya bapak sudah makan saos." Ejek Menik.

Bima mendengar kata saos langsung melotot.

" Pantesan bapak sakit perut makannya aneh." Ucap Bima.

" Cepat makan obat ini." Ucap Menik sambil menyodorkan bungkus obat.

Kevin menghindar.

" Bisa masakan sesuatu untuk saya." Ucap Kevin sambil merayu.

Menik malas harus berhadapan ataupun berbicara dengan musuhnya. Tapi dia tidak tega jika melihat Kevin kelaparan. Dengan menggerutu dia memasakkan sesuatu untuk bosnya.

" Makan nih." Ucap Menik menyodorkan mangkok yang berisi mie rebus kehadapan Kevin.

Kevin melihat isi mangkuk itu teringat sesuatu, pada saat itu dia dan Ziko harus berlomba makan mie instan dengan rumput. Dan dia sempat muntah ketika makan mie instan itu.

" Aku enggak mau.'' Ucap Kevin menolak.

" Kalau enggak mau ya sudah." Ucap Menik sambil membawa mangkuk itu.

" Mau di bawa kemana mie itu." Tanya Kevin.

" Mau aku makan." Ucap Menik sambil berlalu meninggalkan Kevin yang masih duduk di kursi bersebelahan dengan Bima.

Menik membawa mangkuk itu ke dalam kamarnya dan Kevin mengikutinya.

" Itukan pahit." Ucap Kevin lagi.

" Pahit dari mananya. Memangnya mie ini aku kasih obat." Gerutu Menik.

Menik menikmati mie rebus itu. Kevin menelan air liurnya.

" Apa yang berwarna hijau itu rumput." Tanya Kevin.

" Bukan ini cendol." Jawab Menik asal.

" Kalau cendol berati enak dong." Kevin langsung menyambar mangkuk itu dan langsung memakannya dengan lahap sampai habis.

Setelah mienya habis Menik langsung menyodorkan bungkus obat kehadapan bosnya.

" Silahkan di minum pak bos." Ucap Menik sambil merapatkan giginya.

Dengan terpaksa Kevin menelan obat itu.

" Baik, silahkan bapak pulang, saya sangat letih." Ucap Menik mengusir Kevin.

" Boleh saya tidur di sini." Tanya Kevin.

" Enak saja, bapak itu bukan saudara saya. Silahkan bapak pulang sekarang, nanti kalau ada pria yang nginap di sini selain saudara bisa di grebek warga." Ucap Menik cepat.

" Kalau sudah di grebek terus bagaimana." Tanya Kevin lagi.

" Dinikahkan dan diarak keliling kampung." Ucap Menik cepat.

" Kalau dinikahkan saya mau tapi kalau di arak tidak." Ucap Kevin.

Menik mendorong tubuh Kevin untuk keluar dari kamarnya. Dan dia memerintahkan Bima untuk mengantarkan Kevin sampai depan gang.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."