Chapter 319 episode 318 (S2)

Malam semakin larut tapi Menik tidak bisa menutup matanya, bayang-bayang Kevin selalu menghiasi pikirannya. Dia selalu melihat layar ponselnya, semua pesan yang di kirimnya belum ada yang di balas Kevin. Kevin hanya membalasnya dan menghubunginya sekali dan itu saat tengah malam.

" Kenapa pak Kevin tidak membalas pesanku. Apa yang terjadi? Apa dia sibuk." Gumam Menik pelan.

" Apa aku coba menghubunginya." Gumam Menik lagi.

Menik mengambil ponselnya dan langsung menghubungi nomor Kevin.

" Nomor yang anda tuju sedang tidur." Ucap operator telepon.

" Oh pak Kevin sedang tidur." Gumam Menik pelan.

" Boleh titip pesan." Ucap Menik.

" Silahkan, pesan nasi juga bisa." Ucap operator telepon.

" Ini operator telepon apa warung nasi." Gumam Menik.

" Saya operator telepon, kadang-kadang jualan nasi." Ucap operator telepon.

Menik berlari keluar kamarnya sambil membawa ponselnya.

" Bima, buka pintu." Ucap Menik sambil mengetuk pintu kamar adiknya.

" Maaf, di sini tidak ada pintu yang ada tirai." Ucap operator telepon.

Menik mengernyitkan dahinya mendengar jawaban dari operator itu. Bima membuka pintu kamarnya.

" Ada apa kak?" Wajah adiknya kusut karena baru bangun tidur.

" Coba kamu dengar operator telepon ini, jawabannya aneh." Ucap Menik sambil menunjukkan ponselnya kepada Bima.

Bima mengambil ponsel kakaknya.

" Ngomong." Ucap Menik.

" Ngomong apa." Bima bingung.

" Terserah."

" Halo." Ucap Bima.

" Halo juga." Ucap operator telepon.

Bima tambah semangat.

" Bilang, mau titip pesan." Bisik Menik.

" Saya mau titip pesan." Ucap Bima mengikuti saran kakaknya.

" Silahkan, titip salam juga boleh." Ucap operator telepon.

Bima menjauhkan ponsel itu.

" Kak sepertinya ada masalah." Ucap Bima cepat.

" Kakak juga memikirkan hal yang sama." Ucap Menik.

" Apa yang kakak pikirkan." Tanya Bima cepat.

" Operator itu sepertinya stres." Ucap Menik cepat.

" Kenapa bisa stres." Tanya Bima.

" Karena mereka setiap hari berbicara tanpa melihat lawan bicaranya." Ucap kakaknya asal.

Bima mengernyitkan dahinya.

" Halo operator." Tanya Bima.

" Halo juga." Ucap operator telepon.

" Maaf telah mengganggu waktu istirahat anda." Ucap Bima.

" Tidak masalah."

Kemudian panggilan terputus. Dua kakak beradik itu saling pandang.

" Apa mungkin ponselnya jet lag karena terlalu lama di pesawat." Ucap Menik pelan.

" Ah ngawur kakak. Mana ada ponsel jet lag." Ucap Bima cepat.

Bima kembali ke kamarnya, dia ingin melanjutkan tidurnya.

" Tunggu, kakak mau curhat." Ucap Menik menahan adiknya.

" Udah malam kak." Ucap adiknya.

" Yang bilang siang siapa." Gerutu Menik.

" Aku ngantuk." Ucap adiknya sambil menutup pintu kamarnya.

" Dasar tukang tidur." Ucap kakaknya dari luar kamar.

" Biarin, dari pada kakak wanita kalelawar. Tengah malam melotot." Teriak adiknya dari kamarnya.

Dengan wajah yang cemberut Menik kembali ke kamarnya. Dia membayangkan semua perlakuan Kevin terhadap dirinya, membuatnya merindukan sosok pria itu.

Di tempat lain.

Zira dan Ziko menghabiskan waktu malamnya untuk mengobrol. Karena untuk melakukan hal yang itu istrinya belum bisa, jadi mereka hanya bisa mengobrol saja.

" Sayang, kapan Kevin pulang." Tanya Zira.

" Belum tau." Ucap Ziko sambil mengelus rambut Istrinya.

" Kenapa." Tanya Ziko.

" Enggak ada, kenapa dia lama sekali. Apa dia tidak ada menghubungi kamu." Ucap Zira cepat.

" Ada, dia hanya menghubungi masalah pekerjaan, setelah itu tidak ada." Ucap Ziko.

" Kamu sepertinya mengkhawatirkan dirinya." Ucap Ziko lagi.

" Bukan sayang, rencana kita yang di kapal pesiar itu jadi tidak." Tanya Zira.

" Jadilah, tapi aku kan masih menunggu kondisi kamu benar-benar pulih." Ucap Ziko cepat.

" Memangnya kenapa." Tanya Ziko.

" Aku sudah menghubungi modelku yang di luar negeri dan dia mau membantu kita untuk membuat Menik cemburu." Ucap Zira cepat.

" Oh bagus itu, secepatnya lebih baik." Ucap Ziko lagi.

" Ya betul, agar Kevin bisa bersatu dengan Menik." Jawab Zira.

" Bukan itu saja, aku ingin secepatnya kita honeymoon lagi." Goda Ziko.

" Ah kamu genit." Rengek Zira.

Mereka tertawa bersama.

Malam semakin larut kedua pasangan itu sudah mulai memejamkan matanya.

Pagi harinya waktu luar negeri. Mamanya dan Jesy sudah pergi pagi-pagi untuk mengurus semua surat-surat yang akan di bawa mereka ke tanah kelahiran suaminya.

Untuk urusan toko kue dan rumah mamanya menjual kepada agen, dan pihak agen akan menjual kembali kepada orang lain. Dia lebih memilih menjual toko dan rumahnya kepada pihak agen, walaupun harga yang di jual jatuh, setidaknya mereka dapat menjual dengan cepat.

Kevin mengurusi papanya di rumah. Ada suara ketukan dari luar. Dia langsung membuka pintu rumahnya.

" Oh Jasmin, masuklah." Ucap Kevin mempersilahkan wanita blasteran itu untuk masuk.

Jasmin masuk ke dalam rumah itu sambil membawa sebuah amplop

" Ini surat dari rumah sakit, dengan surat ini kalian bisa membawa om, keluar dari negara ini." Ucap Jasmin.

" Apa ini seperti surat keterangan." Tanya Kevin.

" Iya seperti itu." Ucap Jasmin cepat.

Kevin membuka amplop itu. Dia membaca isi surat itu dan bagian pojok akhir ada tanda tangan Jasmin sebagai penanggung jawab.

Jasmin sudah berlalu meninggalkan Kevin, dia memeriksa papanya Kevin.

" Kevin." Teriak Jasmin.

Kevin langsung berlari menuju kamar papanya.

" Ada apa." Tanya Kevin cepat.

" Papa kamu baru berbicara." Ucap Jasmin cepat.

" Oh iya, apa yang di katakannya." Tanya Kevin cepat.

" Papa kamu baru saja menyebutkan nama kamu." Ucap Jasmin senang.

Kevin duduk di pinggir tempat tidur dan mengecup tangan papanya.

" Sepertinya kamu obatnya." Ucap Jasmin.

" Maksud kamu." Kevin terlihat bingung.

" Selama enam tahun, kondisi papa kamu sangat memburuk tapi setelah kamu datang kondisinya banyak kemajuan." Ucap Jasmin cepat.

Kevin menatap wajah papanya yang sudah tidak muda lagi. Rambut putihnya sudah menghiasi sebagian kepalanya, dan garis halus di wajahnya sudah terlihat jelas.

" Kita akan kembali ke tanah air. Aku harap papa senang, dan semoga di sana papa bisa berjalan lagi." Ucap Kevin pelan sambil mengelus lengan papanya.

Setelah mata papanya terpejam Jasmin dan Kevin pergi meninggalkan kamar itu. Mereka membiarkan pria paruh baya itu beristirahat.

" Kamu mau minum kopi." Kevin menawarkan sesuatu kepada Jasmin, dia merasa sungkan dan gugup ketika berduaan dengan Jasmin.

" Boleh." Ucap Jasmin pelan.

Kevin menghidangkan kopi panas di depan Jasmin.

" Silahkan minum." Ucap Kevin cepat.

" Terimakasih." Jawab Jasmin.

Jasmin menundukkan kepalanya, dia tidak tau harus berbicara apa dengan Kevin. Lama mereka saling diam, tapi akhirnya Jasmin membuka suara.

" Hemmm, Tante dan Jesy kemana." Tanya Jasmin basa basi.

" Oh mereka lagi mengurus surat-surat yang harus di bawa ke tanah air." Ucap Kevin cepat.

" Kapan kalian akan berangkat." Tanya Jasmin lagi.

" Setelah semua urusan selesai kami akan berangkat." Jawab Kevin.

Kemudian mereka diam kembali.

" Kevin, aku ingin mengatakan sesuatu." Ucap Jasmin pelan.

" Iya apa." Kevin terlihat penasaran.

" Sepertinya pikiran kamu tidak disini. Apa ada seseorang yang menunggumu di sana." Tanya Jasmin.

Kevin kaget, ekspresinya bisa terbaca oleh Jasmin.

" Oh tidak, aku hanya memikirkan kerjaanku yang terbengkalai." Ucap Kevin gugup.

Maaf Jasmin, aku memang sedang memikirkan seorang wanita. Dan wanita itu juga sedang menunggu kehadiranku. Aku belum bisa mengatakan sejujurnya kepadamu. Aku tidak ingin merusak suasana hatimu dengan kejujuranku. Biarlah aku mengorbankan perasaanku, asalkan mamaku senang.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."