Chapter 309 episode 308 (S2)

Kevin keluar dari ruangannya, dia pergi menuju ruangan Ziko. Kevin harus melewati pantry sebelum menuju ruangan bosnya.

Koko melihat Kevin sedang melewati pantry.

" Nik, itu Pak Kevin." Ucap Koko sambil menunjuk ke arah luar pantry.

Kepala Menik keluar sebagai, melihat dari jauh bayangan Kevin. Kemudian dia balik lagi duduk di depan Koko.

" Kalau aku kasih saran, kalau kamu menyukainya lebih baik kamu katakan sekarang. Jangan sampai kamu menyesal." Ucap Koko mengingatkan.

" Kenapa?" Menik terlihat bingung.

" Kita tidak tau, kedepannya bagaimana? Bisa jadi sekarang dia menyukai kamu, tapi sepulang dari luar negeri dia menemukan cinta sejatinya." Ucap Koko lagi.

Hati Menik berdesir mendengar penuturan Koko.

" Aku tidak tau dengan perasaanku, aku trauma." Ucap Menik pelan.

" Kamu trauma apa? Trauma cowok ganteng." Timpal Koko.

" Bukan seperti itu."

Akhirnya Menik menceritakan kisah hidupnya dengan Rudi, menurutnya biarlah Koko tau tentang masa lalunya.

Koko terlihat manggut-manggut mengerti.

" Masa lalu di jadikan sebuah pengalaman hidup, bukan di jadikan momok yang menakutkan untuk melangkah ke depan." Ucap Koko.

" Kalau seandainya orang tuanya tidak menyetujui hubungan kami bagaimana." Ucap Menik pelan.

Bayang-bayang penolakan akan dirinya selalu menghantuinya.

" Nik, itu hanya mimpi kamu saja, kamu dan dia belum menjalani apapun. Sudahlah lebih baik kamu katakan tentang perasaanmu yang sesungguhnya, itu kalau memang ada hati untuk Pak Kevin. Tapi kalau tidak ada perasaan mending tidak usah." Ucap Koko cepat.

" Kenapa." Tanya Menik pelan.

" Sakit tau, kamu tau rasanya mencintai tapi tidak di cintai. Rasanya seperti di iris-iris." Ucap Koko lagi.

" Kamu punya pengalaman pribadi ya? Kenapa kamu lancar mengatakannya." Goda Menik.

" Ah kamu, aku itu lagi ngomongin kamu, bukan tentang diriku." Gerutu Koko.

Menik diam, dan membayangkan semua ucapan Koko.

" Aku harus meyakinkan hatiku dulu." Ucap Menik pelan.

" Apa sekarang hatimu belum yakin?" Koko terlihat bingung.

Menik menggelengkan kepalanya.

" Ya terserah kamu, semua keputusan di tangan kamu. Kalau kamu sudah yakin dengan hatimu sekarang jujur kepada Pak Kevin, tapi kalau belum yakin, yakinkan perasaanmu dan ingat jangan lama-lama." Ucap Koko mengingatkan.

" Kenapa lagi Ko."

" Seperti yang aku bilang tadi, kita tidak tau sampai berapa lama Pak Kevin menyukai kamu." Ucap Koko lagi.

" Tapi kalau cinta sejati pasti akan menunggu kan." Tanya Menik.

" Iya itu dulu, tapi sekarang jarang namanya cinta sejati. Apalagi Pak Kevin sudah lumayan berumur, dia tidak akan main-main dalam hal percintaan." Ucap Koko lagi.

Di dalam ruangan Presiden direktur.

" Tuan, ini semua berkas yang akan saya bawa ke sana." Ucap Kevin sambil menunjuk beberapa berkas dan di letakkannya di atas meja Ziko.

Ziko membaca berkas itu satu persatu. Setelah cukup yakin, dia menyerahkan kembali kepada asistennya.

" Aku percayakan semuanya kepadamu." Ucap Ziko cepat.

" Baik tuan, saya akan sering mengabari anda nantinya." Ucap Kevin semangat.

" Tuan, saya mungkin izin pulang setengah hari, saya ingin bersiap-siap." Ucap Kevin lagi.

" Oh iya, persiapkan segala keperluanmu. Oh satu lagi. Bawa buah tangan kesana." Ucap Ziko mengingatkan.

" Baik tuan." Ucap Kevin semangat.

Dia keluar dari ruangan itu dengan wajah bahagia. Perasaannya sudah membayangkan akan bertemu dengan keluarganya. Keluarga yang sudah lama di tinggalkannya.

Kevin melewati pantry lagi. Menik memanggilnya.

" Pak Kevin." Ucap Menik sedikit berteriak.

Kevin menghentikan langkahnya, dan membalikkan posisi badannya ke belakang. Ada Menik yang sedang berjalan menuju kearahnya.

" Ya ada apa." Ucap Kevin pelan.

" Saya dengar Bapak akan pergi keluar negeri." Tanya Menik.

" Iya."

" Berapa lama Bapak di sana." Tanya Menik lagi.

" Belum tau." Ucap Kevin cepat.

" Kenapa kamu bertanya seperti itu." Tanya Kevin.

" Tidak apa-apa Pak, semoga Bapak selamat sampai tujuan, dan pulang kembali kesini dalam keadaan sehat." Ucap Menik pelan sambil berlalu meninggalkan Kevin.

" Jika saya kembali ke tanah air, akankah kamu memberikan jawaban untuk saya." Ucap Kevin sedikit berteriak.

Menik membalikkan badannya dan menganggukkan kepalanya pelan. Kevin tersenyum lebar, dia membayangkan jawaban kepastian pemilik hati Menik.

Kevin kembali keruangannya dengan perasaan yang bahagia, bahagia karena akan bertemu dengan keluarganya, dan bahagia akan mendapatkan kepastian dari Menik.

Dia sudah meninggalkan gedung itu. Kevin mampir ke sebuah toko yang menjual beraneka ragam oleh-oleh yang akan di bawanya sebagai buah tangan darinya.

Semua buah tangan sudah lengkap. Dia menyetir mobilnya kembali ke kediamannya. Sesampainya di sana, dia menyiapkan keperluannya dari pakaian dan keperluan lainnya.

Tak terasa waktu sudah hampir petang, dia langsung membersihkan dirinya di kamar mandi. Kevin sudah menghubungi supir perusahaan untuk menjemput di rumahnya.

Supir sudah menunggu di depan rumahnya. Setelah selesai dengan semuanya, dia keluar rumah dengan membawa satu koper dan tas ransel.

" Selamat petang Pak Kevin." Sapa supir itu ramah.

Kevin menganggukkan kepalanya. Supir itu menyimpan koper Kevin di bagasi belakang. Dia langsung duduk di kursi belakang supir.

" Kita langsung ke bandara, atau mau mampir dulu ke tempat lain." Tanya Pak supir.

" Langsung saja." Ucap Kevin cepat.

Kevin akan pergi naik pesawat jet pribadi milik bosnya. Jadi dia bisa lebih santai dengan penerbangan itu.

Dalam beberapa menit mobil sudah sampai di bandara, tempat pesawat jet itu parkir.

Pilot dan co-pilot menyambutnya beserta dua orang pramugari.

" Selamat petang Pak Kevin. Apa anda sendirian." Tanya Pilot.

" Iya, saya berangkat sendirian, tuan muda tidak bisa ikut." Jawab Kevin.

Kevin langsung naik kedalam pesawat jet itu. Pramugari menawarkan makanan dan minuman untuk Kevin. Sedangkan pilot sedang mempersiapkan pesawat take off.

Setelah beberapa menit, pesawat jet sudah melayang di udara. Pramugari datang menyiapkan makanan dan minuman untuknya.

Perjalanan memakan waktu 14,5 jam. Kevin bisa mengistirahatkan tubuhnya di pesawat itu.

" Selamat malam sayang." Sapa Zira menyambut kedatangan suaminya.

Ziko mencium hangat dan memeluk tubuh istrinya.

" Maaf aku pulang agak telat." Ucap Ziko cepat.

" Tidak apa-apa sayang." Ucap Zira sambil membawa suaminya masuk ke dalam rumahnya.

" Aku dan bi Inah sudah mempersiapkan makan malam untuk kamu." Ucap Zira sambil membuka tudung saji di meja makan.

Di meja makan telah tersedia makanan rumahan.

" Aku bersih-bersih dulu." Ucap Ziko sambil berlalu meninggalkan Zira.

Setelah beberapa menit, Ziko kembali menuju meja makan. Zira melayani suaminya dengan penuh cinta.

Mereka makan sepiring berdua, kebiasaan itu mereka lakukan lagi.

" Kenapa kita makan sepiring berdua lagi." Tanya Ziko.

" Kemaren karena aku lagi hamil, karena sekarang sudah tidak hamil, aku ingin momen yang dulu kita ulang lagi. Tapi kalau aku hamil lagi, enggak boleh lagi makan sepiring berdua." Ucap Zira cepat.

" Kenapa."

" Nanti aku enggak kenyang." Ucap Zira jujur.

Saking gemesnya Ziko mengecupi bibir istrinya.

" Kamu mau makan atau mau mengecupi bibirku terus." Ucap Zira cepat.

" Aku mau makan kamu." Ucap Ziko genit.

" Ah sayang, aku itu lagi palang merah, mana boleh kamu memakanku. Lagian jahitanku belum sembuh benar." Rengek Zira.

" Iya sayang, aku tau. Aku bisa menahan si tole ini. Walaupun tidak ada gua, tapi masih bisa kocok arisan." Ucap Ziko asal.

Zira tertawa melihat tingkah suaminya. Mereka menikmati makan malam itu.

" Ada kabar apa di kantor." Tanya Zira sambil mengunyah makanannya.

" Oh iya sayang, aku lupa mengabari kamu. Ada perusahaan yang akan menjalin kerjasama dengan perusahaanku." Ucap Ziko antusias.

" Oh ya, syukurlah. Aku turut bahagia mendengar kabar itu." Ucap Zira senang.

" Sekarang Kevin lagi ke luar negeri, mengurus segala hal di sana dan sekalian dia mau berkunjung menjenguk orang tuanya." Ucap Ziko menjelaskan.

" Oh itu kabar baik juga. Apapun masalahnya dengan kedua orangtuanya semoga dapat cepat selesai." Ucap Zira.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."