Chapter 305 episode 304 (S2)

" Apa Cici juga suka dengan Pak Kevin." Tanya Menik cepat.

Deg jantung Koko berdesir ketika mendengar pertanyaan Menik.

Koko terlihat gugup dan diam sejenak.

" Hahahaha, aku bercanda Koci." Ucap Menik di selingi dengan tawanya.

" Koci?" Koko terlihat bingung dengan julukan yang di berikan Menik untuknya.

" Iya, Koko dan Cici di singkat Koci." Ucap Menik sambil masih tertawa.

" Eh jangan kamu memanggilku dengan sebutan Koci, nanti yang lain tanya bagaimana." Ucap Koko panik.

" Ya bilang saja sejujurnya." Ucap Menik cekikkan.

" Jangan bongkar rahasiaku, please." Ucap Koko memohon sambil berdiri dengan kedua lututnya di depan Menik.

Tiba-tiba Kevin datang dan langsung masuk ke dalam pantry tersebut.

" Apa yang kalian lakukan." Ucap Kevin cepat.

Koko langsung berdiri kembali, dan Menik masih terlihat santai dengan duduk di kursi pantry.

" Tidak ada Pak." Ucap Koko gugup.

" Jangan bilang kalau kamu baru melamar Menik." Ucap Kevin cepat sambil melihat jari tangan Menik.

Kevin memegang tangan Menik.

" Bapak ngapain sih." Ucap Menik cepat.

" Saya mau memastikan kalau di jari kamu tidak ada cincin dari si Koko." Ucap Kevin cepat.

" Siapa lagi yang tunangan, Koko bukan tipe saya." Ucap Menik cepat.

Kevin bisa bernafas lega karena Koko bukan saingannya. Dia melihat kearah pria yang masih berdiri mematung di pojok pantry.

" Kamu kenapa belum pulang." Tanya Kevin cepat.

" Ini saya mau pulang Pak." Ucap Koko cepat sambil berlari kecil meninggalkan ruangan itu.

Kevin menatap wajah Menik.

" Kalau dia bukan tipe kamu, kenapa tadi dia jongkok di depan kamu, seperti orang mau melamar." Tanya Kevin cepat.

" Rahasia." Ucap Menik singkat sambil beranjak dari kursi.

Kevin langsung menarik lengan Menik dengan cukup kuat.

" Apa dia baru mengatakan cinta kepadamu." Tanya Kevin lagi dengan tatapan tajam.

" Kalau iya kenapa?" Ucap Menik asal.

" Kurang ajar." Kevin terlihat marah dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Koko kembali.

" Bapak mau ngapain." Tanya Menik bingung.

" Mau berduel dengan Koko, karena dia telah menjadi sainganku." Ucap Kevin sambil mencari daftar ponsel Koko.

Menik terlihat panik, dia tidak menyangka candaannya di anggap serius oleh bosnya.

Dia langsung menarik ponsel bosnya.

" Kembalikan ponsel saya." Ucap Kevin cepat.

" Pak, saya bercanda. Koko tidak mengutarakan perasaannya kepada saya. Kami hanya sedang bermain." Ucap Menik membela Koko.

" Main apa?" Tanya Kevin lagi.

Mana mungkin aku bilang kalau nama si Koko, Cici. Dan tidak mungkin juga mengatakan rahasia Koko kepada Pak Kevin.

Menik berusaha untuk mengalihkan pembicaraan bosnya.

" Pak apa kita masih bertanding." Tanya Menik untuk mengalihkan pembicaraan.

" Masihlah." Ucap Kevin cepat.

" Mana ketiak Bapak." Ucap Menik cepat.

" Jangan di sini, nanti orang lain berpikiran aneh tentang kita." Ucap Kevin mengajak Menik meninggalkan gedung itu.

Menik mengikuti Kevin dari belakang. Mereka naik mobil menuju suatu tempat.

" Mau kemana kita Pak." Tanya Menik cepat.

" Sebentar lagi juga sampai." Jawab Kevin.

Mobil berhenti di sebuah taman.

" Di taman?" Ucap Menik heran.

" Ya taman, itu tamannya dan kita hanya di sini saja." Ucap Kevin cepat.

" Maksud Bapak apa." Tanya Menik bingung.

Kevin sudah membuka kemejanya di depan Menik. Menik langsung mengalihkan pandangannya melihat ke arah luar. Dia merasa malu melihat pemandangan yang cukup seksi menurutnya.

" Kamu kenapa?" Tanya Kevin pelan.

" Bapak kenapa buka baju." Ucap Menik bingung.

" Untuk menunjukkan kepada kamu kalau saya tidak berbohong." Ucap Kevin cepat.

Menik melihat kearah Kevin.

" Ayo cek, apa ketiak saya wangi parfum?" Ucap Kevin sambil mengangkat salah satu tangannya.

Menik ragu-ragu untuk mencium ketiak Kevin. Karena seumur hidupnya belum pernah dia mencium ketiak orang lain selain ketiaknya sendiri.

Menik memberanikan diri mencium aroma yang di hasilkan dari ketiak Kevin.

" Ih kok enggak bau, malah lebih bau ketiakku." Gumam Menik pelan sambil mengangkat salah satu tangannya ke atas.

Menik masih kurang yakin, dia memegang ketiak bosnya dengan salah satu jarinya.

" Kok licin Pak." Tanya Menik.

" Jadi maksud kamu ketiak saya harus keset gitu." Jawab Kevin.

" Enggak, heran saja dengan ketiak Bapak, seharusnya tidak licin. Apa Bapak pakai oli untuk menghilangkan bau badan Bapak." Tanya Menik.

" Oli? Memangnya ketiak saya mesin harus pakai ganti oli." Gerutu Kevin.

" Bapak enggak bohongkan." Tanya Menik lagi.

Kevin tidak menjawab, dia hanya memakai deodorant, karena seingat dia. Tidak boleh memakai parfum sama sekali, jadi menurutnya deodorant tidak masalah.

" Kamu sudah kalah, saya minta hadiah." Ucap Kevin cepat.

" Hadiah apa? Bapak jangan minta yang aneh-aneh ya, saya orang susah uang saya tidak banyak." Ucap Menik mengingatkan bosnya.

" Ini tidak pakai biaya sama sekali, hanya butuh keikhlasan dari kamu." Ucap Kevin sambil memakai kemejanya lagi.

Menik memikirkan maksud ucapan Kevin.

" Oh saya tau, tidak memakai biaya sama sekali dan butuh keikhlasan adalah sedekah senyum, benarkan Pak?" Ucap Menik cepat.

Kevin langsung memicingkan matanya.

" Siapa yang minta sedekah senyuman dari kamu." Ucap Kevin protes.

" Lah tadi Bapak bilang hanya butuh keikhlasan dan tidak memakai biaya, senyum juga ibadah, kalau tidak ikhlas tidak jadi sedekah." Ucap Menik menjelaskan.

" Ya tapi bukan itu maksudnya."

" Lalu apa?" Menik terlihat bingung, dia tidak bisa memikirkan arti dari ucapan bosnya.

" Hemmm, sebagai hadiahnya saya minta kamu mencium bibir ini." Ucap Kevin sambil menunjuk bibirnya dengan jarinya.

" Apa! Ah ini enggak adil." Ucap Menik cepat.

" Apanya yang tidak adil, saya hanya minta kamu mencium bibir ini. Sayakan pemenangnya." Ucap Kevin sambil tersenyum licik.

" Tapi kenapa itu hadiahnya." Gerutu Menik.

" Ok, sebagai gantinya apa kamu mau mentraktir saya makan di restoran?" Ucap Kevin lagi.

Menik terlihat bingung dengan pengganti hadiah yang pertama. Menurutnya sama saja, sama-sama menyusahkan dirinya.

" Bapak kan tau saya belum gajian. Kalau makan di kaki lima saya berani, tapi di restoran saya akui enggak sanggup." Ucap Menik menyerah.

" Apa tidak ada pertimbangan lainnya." Tanya Menik.

Kevin sedang memikirkan sesuatu yang jelas pasti harus menguntungkannya.

" Baiklah sebagai ganti semuanya, aku ingin kamu menikah denganku." Ucap Kevin cepat.

" Apa!" Menik terlihat kaget mendengar kalimat yang terlontar dari mulut bosnya.

" Kenapa aku seperti buah si malakama." Gumam Menik. Dia memikirkan sesuatu apa yang harus di pilihnya.

" Baiklah, saya akan mencium Bapak." Ucap Menik tegas.

" Ok." Kevin terlihat semangat dan tersenyum lebar.

" Tapi Bapak harus tutup mata." Ucap Menik lagi.

" Baik, saya akan menutup mata, kamu malu ya?" Gofa Kevin.

" Jelas malulah." Ucap Menik lagi.

Kevin menutup matanya, Menik mendekatkan tubuhnya dan meletakkan jari-jari di bibir bosnya.

" Sudah." Ucap Menik cepat.

" Jangan bohong, itu bukan bibir tapi jari." Ucap Kevin dengan mata tertutup.

" Kok Bapak tau." Tanya Menik bingung.

" Jari kamu bau." Ucap Kevin cepat.

Menik mencium jarinya.

" Iya bau, baunya sama seperti waktu di rumah makan dulu. Waktu saya menutup mulut Bapak." Ucap Menik cepat.

" Apa!" Kevin langsung membuka matanya dan keluar dari mobil.

Dia membayangkan kotoran Menik sekarang nempel di bibirnya.

Kevin langsung muntah seketika membayangkan hal itu terjadi lagi. Menik melihat dari dalam mobil, ada rasa senang karena dapat mengerjai bosnya. Tapi ada rasa kasihan melihat wajah bosnya sampai merah karena memuntahkan semua isi perutnya.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."