Chapter 276 episode 275 (S2)

" Memangnya apa yang mau kamu lakukan?" Ucap Dokter Diki penasaran.

" Saya akan menikahkan Pak Kevin dengan janda kaya." Ucap Menik semangat.

" Enggak bisa seperti itu, nanti efek sampingnya tambah parah kalau menikah dengan janda." Ucap Kevin cepat.

Dokter Diki tersenyum mendengar ucapan Kevin dan Menik.

" Tadi Dokter Diki bilang bisa di sembuhkan dengan menikah. Jadi Bapak nikah saja dengan janda di gang saya tinggal. Asal Bapak tau, janda punya surat pengalaman loh. Dari pada gadis ting ting belum tentu ada sertifikatnya." Ucap Menik cepat.

" Maksud kamu apa sih. Surat pengalaman dan sertifikat?" Ucap Kevin bingung.

" Mungkin maksudnya urusan ranjang." Ucap Dokter Diki menjelaskan.

Kevin menggaruk kepalanya.

Dia heran Menik bisa berpikiran sampai kesitu.

" Dokter salah, surat pengalaman dan sertifikat itu mengenai urusan masak di dapur bukan urusan ranjang. Sepertinya pikiran dokter harus di cuci." Ucap Menik cepat.

Dokter Diki melihat Kevin, mereka saling pandang.

" Bisa saya bicara dengan kamu." Ucap Dokter Diki sambil beranjak dari kursi tamu menuju ke ruang tengah.

" Baik." Kevin mengikuti dari belakang.

" Hey bicaranya kenapa tidak di sini saja. Saya akan tutup kuping kok." Ucap Menik sedikit berteriak.

Di ruang keluarga.

" Saya hanya membantu kamu sampai disini. Walaupun dia begitu polos tidak baik kita mempermainkannya." Ucap Dokter Diki pelan.

" Dokter benar, tidak seharusnya saya memaksa Menik untuk menikah." Ucap Kevin pelan.

" Kenapa kamu tidak mengungkapkan perasaan kamu saja. Dengan seperti itu kamu bisa mempersuntingnya." Ucap Dokter Diki.

" Sepertinya Menik banyak pertimbangan. Tidak gampang menaklukkan hati Menik." Ucap Kevin pelan.

Menik datang ke ruang keluarga.

" Halo, sudah selesai bicaranya?" Ucap Menik pelan.

" Owh iya sudah." Ucap dua pria itu.

" Dokter kami pamit dulu." Ucap Kevin.

" Baiklah, semoga kamu segera pulih dari efek samping itu." Goda Dokter Diki.

Kevin dan Menik keluar dari rumah itu.

" Menik tunggu? Apa kamu mempunyai saudara kembar?" Ucap Dokter Diki pelan.

Menik menoleh kebelakang.

" Enggak? Memangnya kenapa?" Ucap Menik bingung.

" Saya kemaren bermimpi mengarungi bahtera rumah tangga dengan kembaran kamu." Gombal Dokter Diki.

Kevin membelalakkan matanya, tidak percaya dengan pendengarannya kalau dokter Diki menggombal target incarannya.

Menik mendengar rayuan itu merasa berbunga-bunga sambil menggoyangkan badannya ke kanan dan ke kiri.

Kevin langsung menarik tangan Menik untuk masuk ke dalam mobil. Dia tidak mau Menik terpikat dengan Dokter Diki.

Mobil sudah meninggalkan perumahan itu. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Bisa saja Kevin malajukan mobilnya dengan cepat. Tapi dia enggan berpisah dengan Menik. Menurutnya waktu berdua bersama Menik sangat terbatas.

" Pak, jangan lupa kirimkan alamat rumah Bapak." Ucap Menik pelan membuyarkan lamunan Kevin.

" Untuk apa? Kamu bukan mau mengajak janda itu kan?" Ucap Kevin cepat.

" Memangnya Bapak mau dengan dia. Dia itu janda kaya. Dia itu juragan rumah." Ucap Menik cepat.

" Mana ada juragan rumah yang ada juragan tanah." Ucap Kevin memotong kalimat Menik.

" Yeh Bapak, kalau tanahnya banyak di sebut juragan tanah. Kalau kontrakan di sebut, juragan rumah." Ucap Menik tidak mau kalah.

" Ya, iya kamu menang." Ucap Kevin mengalah.

" Untuk apa alamat rumah saya." Ucap Kevin cepat.

" Aduh Bapak ini pelupa banget, besokkan saya mulai bekerja dengan Bapak." Ucap Menik semangat.

Kevin melupakan hal itu.

" Baiklah, saya akan mengirimkan alamatnya via pesan singkat." Ucap Kevin cepat.

Kevin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Karena waktu sudah menunjukkan larut malam. Menurutnya tidak baik jika Menik terlalu lama berdua dengannya.

Dalam beberapa menit mereka sudah sampai.

" Terimakasih Pak." Ucap Menik sambil membuka pintu mobil.

" Besok akan saya jemput." Ucap Kevin cepat.

" Enggak usah, Bapak hanya mengirimkan alamatnya saja. Nanti saya datang sendiri. Dimana-mana pembantu datang sendiri tidak pernah di jemput." Ucap Menik sambil menutup pintu mobil.

" Tapi kamu bukan pembantu, kamu ke..." Ucapan Kevin terpotong karena Menik sudah pergi.

Setelah bayangan Menik menghilang Kevin melajukan mobilnya. Dalam perjalanan dia tersenyum sendiri mengingat kejadian hari ini. Dari kejadian di mall sampai kejadian di taman semua menjadi kenangan indah dalam ingatannya.

Kevin melihat ke samping kursi yang di duduki Menik. Ada sebuah tas jinjing yang tertinggal di situ. Dan melihat ke kursi belakang, ada tas ransel dan sepatu bola Menik di sana.

" Nik, nik kamu itu yang pelupa bukan saya. Apa di antar malam ini saja. Ah besok saja, diakan besok kerumah. Tapi bagaimana mengirim alamatnya sedangkan ponselnya ada di dalam tas." Gerutu Kevin pelan sambil memutar arah mobil kembali ke jalan rumah Menik.

Di depan rumahnya Menik mencari tas jinjing dan ranselnya.

" Aduh tasku ketinggalan di mobil nih." Gumam Menik pelan.

Tapi dia teringat sesuatu kalau adiknya masuk pagi. Dan jam segini pasti adiknya sudah pulang. Dia mengetuk pintu rumahnya.

Tok tok tok. Beberapa kali Menik mengetuk pintunya. Tapi belum ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumahnya.

Dia mengetuk lagi.

Tok tok tok, tidak berapa lama ada suara seseorang sedang memutar kunci pintu.

Hoamm, Bima menguap, sambil melihat seseorang yang berdiri di depannya.

" Cari siapa malam-malam begini." Ucap Bima sambil menguap.

Bima belum cukup sadar. Dia belum paham kalau yang berdiri di depannya adalah kakaknya. Apalagi lampu di depan rumahnya tidak terlalu terang. Menik tidak menjawab dia masih berdiri di depan adiknya dengan rambut terurai.

Bulu kuduk Bima merinding. Dia memperhatikan Menik dari atas sampai bawah. Mungkin karena sepatu heal itu ada tumitnya sehingga baju gamis yang di kenakan Menik seperti melayang di udara.

Bima sontak kaget.

" Hantu." Teriak Bima sambil masuk ke dalam rumahnya.

Menik ikut berlari masuk ke dalam mengikuti adiknya.

" Mana hantunya?" Ucap Menik sambil berlari masuk ke dalam rumahnya.

Dengan perasaan takut Menik melihat ke arah pintu yang masih terbuka. Sedangkan Bima menutup badannya dengan selimut.

Prok.. Menik memukul pantat adiknya.

" Ampun, ampun hantu." Ucap Bima dari balik selimutnya.

" Ini kakakmu Menik." Ucap Menik sambil membuka selimut yang menutupi badan Bima.

" Ah kakak. Kenapa kakak berpenampilan seperti ini." Ucap Bima sambil memegang pakaian yang di kenakan kakaknya.

" Memangnya salah kalau kakak pakai ini." Ucap Menik lagi sambil memegang pakaiannya.

" Seumur-umur kakak tidak pernah pakai baju terusan seperti ini. Belum lagi rambutnya di gerai seperti itu. Wajar kalau aku kira kakak hantu." Gerutu Bima cepat.

Menik memang tidak pernah memakai pakaian seperti yang di kenakannya sekarang. Dia lebih suka memakai celana panjang seperti celana setan dan kawan-kawannya.

" Terus mana kunci kakak? Bukannya kakak ada kunci sendiri.". Gerutu adiknya lagi.

" Tas kakak ketinggalan di mobil." Ucap Menik santai sambil masuk ke dalam kamarnya.

Bima menahan pintu kamar Menik.

" Mobil siapa? Kakak tidak macam-macam dengan pria hidung belangkan?" Ucap Bima penasaran.

" Enak saja. Tas kakak ketinggalan di mobil bos. Jangan pernah kamu memikirkan hal-hal buruk tentang kakakmu ini. Kakak bisa jaga diri dan tau batasan-batasannya." Ucap Menik cepat sambil menutup pintu kamar.

" Ya mana aku tau. Biasanya kakak mengabarkan aku." Ucap Bima teriak dari depan pintu kamar kakaknya.

" Sudah malam kakak mau istirahat. Tutup pintu rumah cepat." Ucap Menik lagi dari dalam kamarnya.

Bima berjalan ke arah pintu dan hendak menutup pintunya. Ada sosok pria tengah datang ke arah rumahnya.

" Like, komen dan vote yang banyak ya. Dan jadikan novel ini dalam daftar favorit kalian. Apabila author sudah update nanti akan ada notifikasi. Terimakasih atas dukungannya."