Chapter 275 episode 274 (S2)

Panggilan terhubung. Lama Kevin menunggu jawaban dari dokter Diki

" Ya halo." Ucap dokter Diki dari ujung ponselnya.

" Dokter ini saya Kevin."

" Hemmmmm, kenapa malam-malam kamu menghubungiku. Tidak terjadi sesuatu dengan Zira kan?" Ucap Dokter Diki pelan.

" Nona Zira dalam keadaan baik-baik saja. Saya yang tidak dalam keadaan baik." Ucap Kevin pelan.

Kevin menceritakan semuanya, tentang dia menaksir seseorang cewek. Dan menceritakan tentang dia di rawat karena diare. Tidak lupa dia menceritakan tentang kepolosan wanita itu.

" Jadi seperti itu ceritanya." Ucap Kevin pelan.

" Jadi hubungannya dengan saya apa?" Dokter Diki bingung.

" Dokter harus membantu saya degan mengatakan saya terkena efek samping obat diare." Ucap Kevin menjelaskan.

Dia juga menjelaskan tentang rencananya.

" Ah kamu ngawur banget. Kenapa aku di ikutkan ke dalam masalahmu." Ucap Dokter Diki menolak.

" Saya mohon dokter. Apa Dokter tidak ingin melihat saya memiliki kekasih." Ucap Kevin memohon.

" Saya saja belum menikah." Ucap Dokter Diki lagi.

" Ye itu urusan dokter. Saya tidak mau perjaka tua seperti dokter." Ucap Kevin sambil tertawa kecil.

" Wah sialan luh Vin." Ucap Dokter Diki.

Dokter Diki sangat akrab dengan Kevin dan Ziko. Dokter Diki dan Ziko sahabatan itu yang membuat Kevin bisa akrab juga dengan dokter tersebut.

" Baiklah, demi kamu apapun akan saya lakukan." Ucap Dokter Diki lagi.

Kemudian panggilan terputus. Kevin masuk kedalam mobil sambil meletakkan ponsel di pintu.

" Lama banget teleponnya Pak." Ucap Menik cepat.

" Hemmmmm."

" Siapa nama dokternya?" Ucap Menik cepat.

" Dokter diki." Ucap Kevin sambil menyalakan mesin mobilnya.

" Cewek atau cowok?" Ucap Menik lagi.

" Cowoklah mana ada Diki berjenis kelamin cewek." Ucap Kevin sambil melajukan mobilnya ke jalanan.

" Ada Pak, tentangga saya namanya Sobri, Bapak tau dia berjenis kelamin apa?" Ucap Menik sambil melihat kearah Kevin.

" Cowok lah." Ucap Kevin sekilas melihat Menik kemudian kembali menatap jalanan.

" Salah, Sobri berjenis kelamin dua." Ucap Menik dengan wajah yang cukup meyakinkan.

" Ah serius kamu? Memangnya ada jenis kelamin dua?" Ucap Kevin bingung.

" Ada Pak, Kalau siang dia jadi Sobri kalau malam jadi Sobiha." Ucap Menik cepat sambil cekikikan.

" Aih itu bukan jenis kelaminnya dua. Tapi punya kelainan ganda." Ucap Kevin cepat.

Menik masih cekikkan, dia baru saja mengerjai Kevin.

" Nik jangan kesurupan. Disini tidak ada nona Zira. Apalagi Mbah Jambrong, dia juga lagi cuti melahirkan." Ucap Kevin cepat.

Karena suasana sudah cukup malam. Kevin agak takut mendengar suara cekikikan Menik.

" Kalau saya kesurupan panggil saja Ibu Ningsih." Ucap Menik dengan wajah serius.

" Huss diam. Jangan ada cekikkan lagi. Lebih baik kamu diam." Ucap Kevin cepat.

Menik diam dengan menatap ke depan. Lalu lintas tidak terlalu padat. Karena waktu sudah malam. Dengan cepat mereka sampai di depan gapura. Gapura itu merupakan pintu masuk utama untuk masuk ke dalam perumahan Dokter Diki.

" Pak, rumah sakitnya kok beda sama yang kemaren." Ucap Menik bingung.

" Ini bukan rumah sakit. Ini perumahan, Dokter Diki tinggal di perumahan ini." Ucap Kevin cepat.

Mobil Kevin di berhentikan oleh sekuriti yang bertugas di perumahan itu. Mereka menanyakan hal-hal yang biasa, seperti mau bertemu siapa. Dan alamat rumah yang di tuju. Setelah memastikan aman pihak sekuriti mengizinkan mobil untuk masuk.

Rumah dokter Diki tiga blok dari gapura. Dengan cepat mereka sampai di depan rumah besar berwarna gading.

Kevin mematikan mesin mobilnya.

" Ayo turun." Ucap Kevin cepat.

Menik turun dari mobil sambil memandang rumah itu. Ada rasa takjub ketika melihat rumah-rumah besar. Menurutnya dia sangat beruntung bisa akrab dengan orang-orang hebat.

Kevin menekan bel yang ada di pinggir pagar.

" Pak rumahnya bagus banget." Ucap Menik kagum.

Kevin melihat Menik sekilas kemudian melihat kedepan. Ada suara seseorang sedang membuka pagar.

Seseorang pria berpostur tinggi, berkulit putih dan berwajah ganteng telah berdiri di depan mereka.

" Masuk."

Kevin mengajak Menik untuk masuk ke pekarangan rumah itu.

" Pak, pembantunya ganteng sekali saya maulah sama pembantu itu." Ucap Menik sambil menggoyangkan lengan Kevin.

" Huss itu Dokter Diki bukan pembantu." Ucap Kevin cepat.

Menik menutup mulutnya dengan salah satu tangannya.

" Pak, apa pembantu Dokter Diki juga pulang kampung." Ucap Menik heran.

Mereka berdua mengikuti langkah Dokter Diki untuk masuk ke dalam rumah besar itu.

" Maksud kamu?" Ucap Kevin sambil berbisik.

" Soalnya, yang buka pagarnya dokter sendiri. Berarti pembantunya enggak ada." Ucap Menik memberikan asumsi sendiri.

Kevin hanya melihat sekilas ke arah Menik. Mereka sudah sampai di dalam rumah besar itu. Dokter Diki mempersilakan mereka untuk duduk di ruang tamu.

Dokter Diki melihat sekilas wanita idaman Menik.

Cantik juga pantas dia ngebet kawin.

Kevin memperkenalkan Menik kepada Dokter Diki. Sandiwara di mulai.

" Ada keperluan apa kamu kesini?" Ucap Dokter Diki basa basi.

" Begini Dok, saya baru keluar dari rumah sakit karena diare. Dan apakah ada efek samping dari obat yang saya minum. Masalahnya lidah saya tidak peka dengan rasa." Ucap Kevin berakting.

" Bukan itu saja Dok. Dia juga sering mengajak saya untuk menikah. Apa itu juga efek samping obatnya?" Ucap Menik dengan wajah penasaran.

Dokter Diki sebenarnya ingin tertawa. Dia tidak tahan harus berakting, apalagi wajah wanita di depannya begitu polos.

" Seperti itu ya. Tidak usah khawatir, efek samping itu akan hilang dalam beberapa tahun." Ucap Dokter Diki asal.

" Aih lama banget. Minum obatnya sehari efek sampingnya tahunan." Gumam Menik pelan.

Gumaman Menik terdengar Dokter Diki. Dia permisi pergi ke dapur. Di dapur Dokter itu tertawa terbahak-bahak. Dia melepaskan ketawanya di sana.

Karena sudah larut malam suara tawa itu menggema sampai ke ruang tamu. Menik sampai memiringkan badannya untuk melihat asal suara itu.

" Pak sepertinya Dokter Diki kesurupan. Kita harus memanggil ibu Ningsih." Ucap Menik panik.

" Itu bukan kesurupan, Dokter itu lagi bersin." Ucap Kevin asal.

" Mana ada bersin ada cengkoknya. Apa Bapak tidak bisa mendengarkan dengan baik. Kalau memang itu bersin. Bersinnya pakai cengkok dangdut." Ucap Menik cepat.

Kevin mau tertawa mendengar celotehan Menik yang polos. Tidak berapa lama Dokter Diki keluar dan bergabung dengan tamunya.

" Dokter tidak apa-apa?" Ucap Menik cepat.

" I'm ok." Ucap Dokter Diki pelan.

" Oh Ok. Tapi kenapa bersin Dokter aneh ya? Dokter tidak terkena virus cicakkan?" Ucap Menik dengan wajah serius.

" Buahahaha. Kamu lucu sekali." Ucap Dokter Diki tidak bisa menahan tawanya.

" Dokter jangan terlalu lebar ketawanya. Kemaren tetangga saya mati." Ucap Menik lagi.

" Kenapa dia mati, apa terjadi sesuatu?" Ucap Dokter Diki penasaran.

" Dia meninggal karena enggak bisa mingkem." Ucap Menik pelan.

Dokter Diki tertawa lagi tapi tidak selebar tadi.

" Baiklah melanjutkan yang tadi. Efek samping obat itu seperti yang saya sebutkan tadi sebelumnya. Ada cara menyembuhkannya dengan cepat." Ucap Dokter Diki sok serius.

" Apa itu." Ucap Menik penasaran.

" Penuhi kemauannya untuk menikah. Dengan seperti itu efek samping obat itu langsung hilang." Ucap Dokter Diki menjelaskan sambil tersenyum tipis.

" Tunggu Dok, memang saya kurang paham hal seperti itu. Tapi menurut logika saya. Efek samping obat itu bukannya seperti mengantuk dan lain sebagainya.

" Ya itu obat yang ringan. Kalau ini dosis yang tinggi." Ucap Dokter Diki asal.

Menik diam, dia merenungkan semua ucapan Dokter Diki. Dua pria itu tersenyum penuh kemenangan.

" Baiklah, sakit Bapak karena makan masakan saya, maka saya akan membantu Bapak menyembuhkan efek samping obat itu." Ucap Menik semangat.

Kevin mulai tersenyum sumringah. Dia merasa predikat jomblonya akan lepas.

" Like, komen dan vote yang banyak ya. Jadikan Novel ini dalam daftar favorit kalian. Apabila author sudah upadate kalian akan dapat notifikasinya, terimakasih."