Chapter 262 episode 261 (S2)

Walaupun bingung Kevin tetap menanyakan hal mengenai kucing itu.

" Serius kamu? Hebat betul kucing itu, gara-gara mau lahiran rencana pernikahan kamu di undur." Ucap Kevin cepat.

" Kucing apa dulu." Ucap Menik santai sambil menghabiskan makanannya."

" Memangnya kucing apa?" Kevin bingung karena dia tidak paham dengan jenis kucing.

" Kucing garong." Ucap Menik lagi.

" Ah kamu sudah ngawur. Mana ada kucing garong. Yang ada lagunya." Ucap Kevin komplain.

" Bapak sih udah tau kucing nanya kucing apa. Ya saya jawab aja apa adanya." Ucap Menik membela diri.

Nasi goreng telah habis. Waktu sudah menunjukkan jam setengah sepuluh malam. Menik sudah cukup lelah. Dia ingin membaringkan tubuhnya di sofa.

" Nik, bantu saya ke toilet." Ucap Kevin pelan.

Menik berjalan mendekati tempat tidur, dan memapah Kevin dengan meletakkan tangan tangan bosnya di bahunya. Salah satu tangannya, memegang botol infus.

Kevin merasa cukup dekat ketika tangannya dapat memegang bahu Menik.

" Sampai sini saja." Ucap Kevin sambil meminta botol infus yang ada di tangan office girl itu.

" Apa Bapak yakin?" Ucap Menik ragu.

" Yakinlah, memangnya kamu mau masuk juga." Ucap Kevin cepat.

" Cih, siapa lagi yang mau masuk. Saya cuma khawatir aja. Kalau Bapak tidak bisa. Saya bisa memanggil perawat untuk membantu." Ucap Menik.

" Aku bisa." Ucap Kevin cepat.

Kevin masuk ke dalam toilet.

" Bapak coba bersiul. Agar saya tau kalau kondisi Bapak baik-baik saja di dalam sana." Ucap Menik dari balik pintu toilet.

Kevin bersiul seperti permintaan Menik. Setelah selesai dia keluar masih tetap bersiul.

" Sudah cukup bersiulnya. Saya bukan burung." Ucap Menik cepat.

" Siapa yang bilang kamu burung." Ucap Kevin protes.

Menik membantu memapah lagi. Botol infus di pegang tm Menik dengan tangan yang lainnya. Mereka jalan beriringan menuju tempat tidur.

Pada saat Kevin membaringkan badannya ke tempat tidur, tangan Menik masih berada di pinggang Kevin. Dengan otomatis Menik ikut terjatuh ke atas tempat tidur disamping Kevin.

Mata mereka saling beradu cukup lama. Kevin tidak mengalihkan penglihatannya dia menatap Menik dengan lembut. Menik merasa Kikuk. Karena pertama kalinya dia sedekat itu dengan seorang pria.

" Pak tangan saya ada di belakang badan Bapak." Ucap Menik pelan.

Kevin langsung bangun dari posisi berbaringnya, memberikan ruang untuk Menik agar bisa menarik salah satu tangannya.

" Owh maaf." Ucap Kevin pelan.

Menik pergi dari tempat tidur itu dan berjalan menuju sofa. Dia membaringkan badannya di sofa.

Sofa berjarak kurang lebih 5 meter dari samping tempat tidur Kevin. Dia melirik Menik, sekilas wanita itu sedang melihat langit-langit ruangan.

" Nik?" Ucap Kevin pelan.

" Hemmm." Ucap Menik sambil menatap ke atas.

" Besok kamu datang jam berapa ke acara tuan muda?" Ucap Kevin pelan sambil melirik Menik sekilas.

" Siang mungkin." Ucap Menik pelan.

" Kamu sama siapa?" Ucap Kevin lagi.

" Sendiri."Jawab Menik.

" Tunangan kamu tidak ikut?" Selidik Kevin.

" Enggak, dia masuk pagi." Ucap Menik lagi.

Mereka diam, tidak berkata apa-apa. Suasana hening, hanya terdengar suara detik jam yang berdenting.

" Nik, apa kamu sudah tidur?" Ucap Kevin pelan.

" Hampir." Ucap Menik pelan.

" Hampir? Maksudnya?" Kevin bingung dengan ucapan Menik.

" Maksudnya saya sudah mau masuk ke dalam alam mimpi. Tapi Bapak tanya terus, jadi arwah saya masuk lagi deh." Ucap Menik asal.

" Jangan ngomong arwah di sini. Aku takut dengan hal seperti itu." Ucap Kevin bergidik.

Seperti halnya anak kecil, jika mendengar rumah sakit pasti sering dengar dengan kamar jenazah. Makanya sampai hari itu Kevin selalu membayangkan kalau di rumah sakit sangat seram.

Menik diam, matanya masih memandang ke langit-langit ruangan.

" Nik, saya tidak bisa tidur."

" Jadi saya harus berbuat apa? Agar Bapak bisa tidur?" Ucap Menik melirik sekilas ke Kevin.

" Apa Bapak mau saya nyanyikan sebuah lagu." Ucap Menik menawarkan diri.

" Cih, lebih baik aku nyanyi sendiri daripada mendengar kamu yang bernyanyi. Pasti lagu yang akan kamu nyanyikan lagu cendol dawet dan lagu baby sharks kan?" Ucap Kevin cepat.

" Salah tapi aku akan menyanyikan sebuah lagu balonku ada 100. Biar Bapak cepat tidur." Ucap Menik cepat.

" Memangnya ada lagu balonku ada seratus?" Ucap Kevin lagi.

" Adalah, mau dengar?" Ucap Menik menawarkan diri.

" Iya coba kamu nyanyikan?"

" Balonku ada seratus rupa-rupa warnanya. Meletus balon hijau hatiku sangat kacau balonku tinggal 99 ku lepaskan semua, habis." Ucap Menik cepat ingin segera tidur. Dia cukup lelah hari ini. Apalagi dia bangun subuh, dan sudah waktunya dia memejamkan mata.

" Nik, kamu ngarang lagunya?" Ucap Kevin protes.

" Hemmmmm." Ucap Menik pelan ingin memejamkan matanya.

Kevin masih saja terus berbicara. Dia tidak bisa tidur karena seharian sudah tidur di rumah sakit.

" Nik, kalau saya selalu memikirkan seorang wanita, itu tandanya apa?" Ucap Kevin pelan sambil melirik Menik.

" Memikirkan bagaimana dulu." Ucap Menik dengan mata tertutup.

" Ya bayangan wajahnya selalu menghiasi pikiran saya." Ucap Kevin menjelaskan.

" Mungkin Bapak suka sama dia." Ucap Menik masih menutup matanya.

" Jadi saya harus bagaimana?" Ucap Kevin bingung.

" Katakan saja kalau Bapak menyukai dia." Ucap Menik pelan.

" Kalau dia tidak suka dengan saya bagaimana?" Ucap Kevin ragu.

" Belum perang udah nyerah." Ucap Menik protes.

Kemudian ruangan itu hening. Kevin tidak bertanya lagi. Dia masih menimbang-nimbang perkataan Menik.

Apa sebenarnya perasaanku sama dia. Kenapa aku senang ketika dekat dengannya. Apa betul aku menyukainya? Apa aku harus mengungkapkan perasaanku padanya.

Ini adalah pertama kalinya Menik tidur satu ruangan dengan seorang pria. Walaupun mereka beda tempat tidur tapi tetap saja ada rasa canggung tidur dalam satu ruangan dengan pria. Tapi dia cukup tenang untuk bisa tidur dengan cepat. Karena ada rasa aman ketika Kevin yang ada di dalam ruangan itu.

" Nik, aku...." Ucap Kevin ragu.

Kevin melanjutkan kalimatnya kembali. Sambil menghembuskan nafasnya secara kasar.

" Nik, sepertinya aku menyukai kamu." Ucap Kevin pelan sambil melirik Menik.

Tidak ada jawaban dari Menik.

" Nik... Nik?" Ucap Kevin lagi.

Menik tidak menjawab hanya suara dengkuran yang terdengar.

" Aih, dia tidur. Cewek kok dengkur." Ucap Kevin pelan.

Kevin memiringkan badannya memandangi wajah Menik dari samping. Diam-diam dia mengambil foto Menik. Dan menjadikannya foto wallpaper di layar ponselnya.

Walaupun foto itu hanya di ambil dari samping, tapi Kevin merasa senang karena dapat melihat wajah Menik yang polos.

" Apa aku harus membatalkan rencana pertunangan Menik. Tapi kalau Menik benci sama aku bagaimana?" Gumam Kevin pelan sambil memandang wallpaper foto Menik.

Mencintai dalam diam itu memang sakit. Sakit tidak bisa mengungkapkan sakit karena hanya bisa memiliki dalam angan-angan.

Akankah Kevin mengejar cinta Menik. Cintanya yang dulu telah di kubur lama. Dan setelah perasaan itu muncul kembali dengan orang yang berbeda. Orang itu akan dimiliki oleh orang lain.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."