Chapter 256 episode 255 (S2)

Kevin melirik Menik dengan tatapan tajam. Mulut wanita di depannya tidak pernah berhenti berbicara.

Kartu yang berwarna gold itu adalah kartu asuransi kesehatan. Menik menyerahkan kartu itu ke bagian pendaftaran. Pihak pendaftaran menyalin dan mengecek nomor asuransi yang tertera di kartu tersebut.

Pihak pendaftaran menyerahkan kartu tersebut kepada Menik.

" Silahkan tunggu di ruang IGD." Ucap seorang wanita yang bekerja di bagian registrasi.

Menik berjalan kembali ke ruang IGD sambil memandangi kartu yang ada di tangannya. Dia menyerahkan kartu tersebut kepada si empunya.

" Bapak hebat ya, hanya pakai kartu saja sudah langsung di proses. Saya kalau sakit menunjukkan kartu ke bagian administrasi, boro-boro di rawat di lirik aja tidak." Gerutu Menik.

" Memangnya kamu pakai kartu apa?" Ucap Kevin penasaran.

" Kartu SPP pak?" Ucap Menik sambil tertawa terbahak-bahak.

" Kamu ya! Bisa tidak kamu berbicara serius?" Ucap Kevin kesal.

Mulut Menik memang bawel, Kevin tidak bisa membedakan mana serius sama bercanda. Karena mimik wajah Menik cukup serius ketika berbicara.

" Ops, ada yang marah." Ucapnya sambil menutup mulutnya.

Perawat datang menghampiri mereka.

" Bapak sudah bisa pindah ke ruang rawat inap." Ucap seorang perawat.

Menik membantu bosnya untuk duduk, dan memapahnya ke atas kursi roda. Menik mencium aroma parfum dari balik kemeja Kevin. Perawat mendorong kursi roda tersebut ke ruang rawat inap. Menik membantu membawa botol infus di tangannya. Mereka sampai di ruang rawat inap, dan dia membantu bosnya untuk pindah ke atas tempat tidur.

Perawat IGD pergi meninggalkan mereka berdua menuju ruang perawat. Perawat IGD menyerahkan berkas kepada pihak perawat yang menangani Kevin. Menik memperhatikan sekeliling ruangan itu dengan takjub. Dia teringat sesuatu untuk menanyakan hal yang membuatnya penasaran.

" Bapak pakai parfum apa?" Ucap Menik sambil menatap tajam pria yang terbaring di kasur.

" Memangnya kenapa?" Ucap Kevin pelan.

" Parfum Bapak seperti parfum mobil." Ucap Menik dengan gelak tawanya.

Kevin menepuk jidatnya dengan telapak tangannya. Menurutnya wanita ini luar biasa konyolnya. Bahkan melebihi Zira menurutnya.

" Apa kamu tidak punya parfum?"

" Enggak ada, saya hanya punya minyak angin. Biasanya saya pakai kalau selesai habis mandi." Ucap Menik sambil menarik kursi yang berada dekat tempat tidur. Dia duduk di atas kursi tersebut sambil menatap sekeliling ruangan.

" Kenapa kamu seperti nenek-nenek." Ucap Kevin cepat.

" Maksudnya Bapak?" Ucap Menik bingung.

" Ya, tadi kamu bilang selesai mandi kamu pakai minyak angin itu sama saja seperti nenek-nenek." Ucap Kevin lagi.

" Bapak salah, bukan nenek-nenek tapi seperti seorang bayi." Ucapnya sambil menyandarkan dagunya di atas tempat tidur.

" Bayi dari mana?" Ucap Kevin protes.

" Bayi gorila." Ucapnya sambil tetap menyandarkan dagunya di kasur.

Waktu sudah menunjukkan jam 12 siang. Pada saat itu perut Menik sudah menari salsa untuk minta di isi.

Dia melirik jam yang ada di dinding. Kemudian melihat dompetnya, di dalamnya hanya ada uang berwarna hijau.

Cukup untuk beli mei rebus.

" Pak saya boleh permisi sebentar?" Ucap Menik pelan.

" Kamu mau kemana?"

" Mau ke kantin." Ucapnya lagi.

" Baiklah belikan saya teh hangat." Ucap Kevin cepat.

Menik menimbang-nimbang apakah uangnya cukup untuk makan dan membeli teh hangat. Karena dia tau makanan di rumah sakit termasuk mahal.

" Baik pak, saya pergi dulu." Ucapnya sambil berjalan keluar menuju kantin.

Dia menanyakan terlebih dahulu harga mie rebus tersebut kepada pihak kantin dan menanyakan harga teh hangat.

" Waduh mahal banget, masak mie saja bisa 20 ribu. Teh hangat lima ribu." Gumam Menik pelan.

" Mbak mie rebus satu bungkus ya." Ucapnya.

Setelah pesanannya selesai dibuat, dia membayar mie tersebut tidak lupa membawa pesanan bosnya.

Di dalam ruangan dia melihat Kevin sedang tertidur. Menik berjalan pelan-pelan agar tidak menggangu istirahat Kevin.

" Kamu sudah balik?" Ucap Kevin pelan sambil membuka matanya perlahan.

" Eh Bapak sudah bangun?" Ucapnya sambil tersenyum.

" Mana tehnya?" Ucap Kevin sambil mengulurkan tangannya.

Menik menyerahkan sebuah pelastik putih yang ada sedotan di dalamnya. Kevin mengernyitkan dahinya.

" Aku tadi minta teh hangatkan?"

Menik menganggukkan kepalanya.

" Terus kenapa kamu bawa air putih?" Ucap Kevin komplain.

" Itu pak, tadi warnanya pudar, karena terlalu panas." Ucapnya gugup.

Kevin memandang wanita di depannya.

" Apa kamu tidak punya uang?"

" Punya, saya punya uang. Tadi di kantin gulanya habis." Ucap Menik mengarang indah.

" Nik nik, kamu kalau tidak ada uang bilang." Ucap Kevin sambil mengambil dompetnya.

Kemudian Kevin terdiam, dia juga tidak mempunyai uang cash di dalam dompetnya.

" Pak Pak, kalau tidak punya uang bilang." Ucap Menik sambil menggelengkan kepalanya menyindir bosnya.

Kevin tersenyum, mereka berdua sama-sama tidak punya uang.

" Apa yang kamu beli?" Ucap Kevin mengalihkan pembicaraan agar Menik tidak menyindirnya lagi.

" Mie rebus, mahal banget Pak. Biasanya mie rebus di hargai lima ribuan, ini sampai dua puluh ribu. Padahal mienya sama-sama keriting, kalau mienya di rebonding wajarlah mahal. Ini tidak bentuknya sama saja." Gerutu Menik.

" Bapak enggak maukan?" Ucap Menik langsung.

" Hey seharusnya kamu itu menawarkan saya dengan kata bapak maukan? Bukan menambahkan kata enggak." Ucap Kevin komplain.

" Memang sengaja, soalnya saya lapar kalau Bapak makan juga saya enggak kenyang." Ucap Menik cepat sambil menikmati makanannya.

Pintu di ketuk, dua orang perawat dan satu dokter datang untuk memeriksa kondisi pasien. Dokter mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasiennya. Perawat mencatat semuanya di sebuah kertas, kemudian mereka pergi meninggalkan ruangan tersebut.

" Ruangan ini besar sekali, lebih besar dari rumahku. Belum lagi udaranya sejuk." Gumam Menik pelan.

Gumaman Menik terdengar oleh Kevin. Ada rasa kasihan ketika mendengar gumaman wanita di depannya.

" Apa kamu sudah menghubungi tunangan kamu? Nanti dia cemburu lagi." Ucap Kevin mengingatkan.

" Oh iya, saya belum menghubunginya." Ucap Menik sambil mengambil ponselnya dari dalam tas ransel.

" Apa kamu tidak berniat beli ponsel?" Ucap Kevin pelan.

" Belum Pak, saya kumpulkan uang dulu." Ucap Menik sambil pergi keluar ruangan.

Kevin memperhatikan dari dalam. Ketika melihat Menik berbicara dengan seorang pria. Entah kenapa hati Kevin seperti terasa sakit. Dia tidak mengerti akan hal itu. Beberapa menit kemudian Menik kembali ke dalam ruangan tersebut.

" Sudah?" Ucap Kevin cepat.

" Hemmm." Menik meletakkan ponselnya di atas meja di samping tempat tidur.

" Kamu bilang apa sama dia?" Ucap Kevin penasaran.

" Saya bilang kalau Bapak lagi sakit karena makan ayam buatan saya. Eh saya malah di marahi. Katanya saya mau meracuni Bapak." Gerutu Menik.

" Memang iya kan?" Ucap Kevin lagi.

" Ah Bapak, saya tidak ada niat untuk meracuni Bapak. Bapak aja yang doyan." Ucapnya pelan.

Tangan Kevin mengambil sesuatu di atas meja sebelah tempat tidur. Dia memencet tombol sambil mengarahkan ke arah televisi.

" Sepertinya remotenya rusak." Ucap Kevin sambil memukul-mukul benda tersebut ketalapak tangannya.

" Aih Bapak, jangan menghina seperti itu dong. Memang ponsel saya besar tapi jangan di pukul-pukul." Ucap Menik komplain.

Kevin melihat benda di tangannya kemudian melihat ke arah meja. Dia tertawa lucu karena salah mengambil remote.

" Aku pikir ini remote TV." Ucap Kevin dengan gelak tawanya sambil menunjuk ponsel Menik.

Sekilas ponsel Menik memang seperti remote TV, bahkan banyak julukan untuk ponselnya dari sabun batangan sampai sikat sepatu. Julukan itu pantas untuk ponselnya.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."