Chapter 255 episode 254 (S2)

" Baiklah Pak, besok saya akan memakai gaun nenek saya." Ucap Menik cepat.

" Aih kenapa harus pakai gaun. Besok acara pengajian jadi kamu harus pakai pakaian yang tertutup." Ucap Kevin komplain.

" Aduh Bapak ini, gaun itu juga tertutup kok." Ucap Menik cepat.

Menik bingung kenapa cara pakainya harus di atur dengan bosnya.

" Pak apa saya boleh balik?"

" Tunggu, apa kamu meletakkan sesuatu ke dalam jengkol kemaren?"

" Maksud Bapak apa?"

" Apa kamu memakai jampi-jampi di dalam jengkol kemaren yang aku makan." Ucap Kevin cepat.

" Iya Pak, saya memberikan jampi-jampi agar mulut Bapak juga bau." Ucap Menik asal.

" Kamu!" Kevin menatap tajam ke arah wanita itu.

" Enggaklah Pak, saya bercanda. Untuk apa saya jampi-jampi Bapak? Memangnya Bapak kenapa?" Ucap Menik heran.

" Saya memikirkan ka." Ucapan Kevin terhenti.

Tidak mungkin Kevin melanjutkan ucapannya, dengan berbicara jujur sama saja dia mengakui kalau bayang-bayang Menik menghiasi isi kepalanya.

" Memikirkan apa Pak?" Ucap Menik penasaran.

" Mana makanan saya." Ucap Kevin mengalihkan pembicaraan.

Menik keluar ruangan Kevin dan berlari menuju pantry. Dia mengambil rantang yang ada di dalam tas ranselnya dan membawanya ke ruangan Kevin.

Menik mengetuk pintu dan meletakkan rantang itu di atas meja Kevin. Dia membuka satu persatu rantang itu dan meletakkan berjejer di atas meja.

" Silahkan makan, mumpung masih hangat." Ucapnya pelan.

Aroma makanan itu menggugah selera makannya. Kevin di bantu Menik untuk mengambil makanan itu.

Kevin kepedasan sampai keluar bulir-bulir keringat dari pelipisnya. Menik sampai heran ruangan itu sudah cukup dingin tapi pria di depannya bisa kepanasan karena menahan rasa pedas itu.

" Pak ini pedas banget, apa Bapak yakin menghabiskannya?" Ucap Menik khawatir.

Menik membawa 3 potong ayam cabe rawit. Rencananya satu untuk dia dan dua untuk Kevin. Tapi semua di habiskan sama Kevin.

Walaupun kepedasan dia tetap berusaha untuk menghabiskan makan itu.

Menik sampai membelalakkan matanya tidak percaya semua isi rantang habis di makan Kevin.

" Waduh siang ini aku puasa." Gumam Menik pelan.

Menik menyusun rantangnya.

" Masakan kamu enak." Puji Kevin.

" Bapak doyan apa lapar?" Ceplos Menik.

" Sebelas dua belaslah." Ucap Kevin dengan nada kepedasan.

Tiba- tiba Kevin memegang perutnya, dan berlari keluar ruangan menuju toilet. Menik yang melihat menjadi khawatir.

Dia takut di salahkan jika terjadi sesuatu dengan bosnya. Memang Menik memasak masakan yang pedas, tapi dia tidak habis pikir kalau Kevin menghabiskan semuanya.

Menik menunggu di depan pintu toilet khusus wanita bersebelahan dengan toilet pria. Hampir setengah jam Menik menunggu di sana tapi belum ada tanda-tanda Kevin keluar dari sana.

Menik berlari ke depan menemui Koko. Dan menceritakan hal itu kepada pria gemulai itu.

" Cepat kamu lihat di dalam sana. Aku khawatir terjadi apa-apa dengan bos Kevin." Ucap Menik gugup.

Koko berlari ke toilet di ikuti dengan Menik. Menik menunggu di depan pintu.

" Pak, Bapak tidak apa-apa?" Teriak Koko.

Menik mendengar teriakan Koko, dia langsung masuk ke dalam toilet pria, dan menemukan Kevin sudah terduduk lemas di lantai toilet.

" Ayo kita bopong." Ucap Menik cepat.

Kevin masih sadar tapi dia terlalu lemas untuk berkata-kata.

" Kita bawa ke rumah sakit aja." Ucap Koko cepat.

Menik setuju, dia mengambil tas ranselnya kemudian kembali menuju toilet. Dan memapah Kevin keluar dari situ. Tanpa sadar mereka terlihat cukup dekat seperti itu. Koko tidak mau ikut memapah Kevin, karena dari tatapan bosnya sudah terlihat kalau pria tersebut enggan untuk di papah olehnya.

Mereka menuju lift khusus presiden direktur. Tangan Kevin merangkul bahu wanita itu dan salah satu tangan Menik memegang pinggang bosnya.

Mereka sampai didepan loby, security ikut membantu memindahkan Kevin ke dalam mobil.

" Kamu tidak usah ikut, kamu ambil tanggung jawab di sana." Ucap Kevin memerintahkan Koko untuk tetap berdiam diri di kantor.

Kevin duduk di kursi belakang di ikuti Menik di sebelahnya. Supir mengantarkan mereka ke rumah sakit. Setelah beberapa menit mereka sampai di rumah sakit. Mobil berhenti di pintu IGD, dua orang perawat pria membantu Kevin untuk pindah ke tempat tidur.

Menik terlihat khawatir melihat kondisi bosnya yang pucat pasi. Dokter menanyakan beberapa hal. Dan Menik menceritakan semuanya kepada dokter tersebut.

" Bapak tidak tahan dengan makanan pedas. Itu yang menyebabkan Bapak diare, diare itu yang membuat Bapak lemas, karena dehidrasi." Ucap sang dokter menjelaskan.

" Apa berbahaya dokter?" Ucap Menik khawatir.

" Kalau lambat penanganan bisa berbahaya." Ucap dokter tersebut.

" Pasien harus bermalam di sini? Silahkan anda daftarkan ke bagian registrasi." Ucap Dokter lagi.

Supir sudah pergi meninggalkan rumah sakit. Hanya ada Menik di situ. Jadi dia yang harus bertanggung jawab penuh dengan kejadian itu. Dia berjalan kebagian pendaftaran.

" Pagi mbak, saya mau mendaftarkan pasien di IGD." Ucap Menik pelan.

" Pagi, silahkan isi formulir ini." Ucap Bagian pendaftaran.

Menik melihat formulir itu yang berisi daftar riwayat hidup pasien. Dia tidak tau perihal tentang Kevin. Dia meminta ijin kebagian pendaftaran untuk membawa formulir itu ke IGD. Setelah mendapatkan ijin, Menik berlari ke IGD untuk menjumpai Kevin.

" Pak, saya tidak tau harus mengisi apa?" Ucap Menik pelan.

Kevin memberikan dompetnya kepada Menik.

" Untuk apa Pak?" Ucap Menik bingung.

" Ambil kartu identitas saya di dalam." Ucap Kevin pelan.

" Maaf Pak, saya tidak boleh mengambil atau melihat isi dompet itu." Ucap Menik menolak.

" Cepat ambil, memangnya apa yang mau kamu ambil di dompet saya. Tidak ada uang sama sekali di dalamnya." Ucap Kevin pelan.

Menik memberanikan diri untuk membuka dompet itu di saksikan Kevin. Pria itu menunjukkan dimana letak kartu identitas itu berada.

" Wah benar, dompet Bapak tidak ada uangnya. Bapak koleksi kartu nama ya?" Ucap Menik pelan.

Kevin hanya melirik tidak membalas gurau wanita itu. Menik menyalin identitas Kevin ke dalam formulir. Menik berhenti pada satu pertanyaan yang menayangkan status.

" Status Bapak apa?" Ucap Menik lagi.

" Single." Ucap Kevin pelan.

" Apa singlet?" Ucap Menik cepat.

" Kamu kalau oon jangan di pelihara." Gerutu Kevin pelan.

Kevin mengeja kata single. Menik mencatatnya di dalam formulir itu.

" Hubungan dengan pasien?" Ucap Menik pelan.

" Maksudnya apa Pak?"

" Hubungan kamu dengan saya apa?" Ucap Kevin menjelaskan.

Menik paham dia menuliskan kata bos. Dan menunjukkan kearah Kevin.

" Kenapa kamu buat bos." Ucap Kevin komplain.

" Terus saya buat apa? Tidak mungkin hubungan kita hubungkan ayah dan anak." Ucap Menik lagi.

" Ganti dengan saudara." Ucap Kevin pelan.

" Eh Bapak bukan saudara saya." Ucap Menik komplain lagi.

" Sudah kamu tulis aja seperti itu, biar cepat saya pindah ke ruangan rawat inap." Ucap Kevin cepat.

Menik menulis sesuai dengan permintaan bosnya. Dia berlari ke bagian pendaftaran dan menyerahkan formulir itu.

" Untuk uang muka minimal 10 juta." Ucap bagian pendaftaran.

Menik membelalakkan matanya mendengar nominal yang di sebutkan bagian pendaftaran.

" Mana punya aku uang sebanyak itu." Gumamnya pelan.

Menik berjalan ke ruang IGD dengan wajah yang sedikit lesu.

" Kenapa?" Ucap Kevin cepat melihat wanita itu lesu.

" Pak kita pindah rumah sakit lain aja ya." Ucap Menik cepat.

" Pindah kemana?" Ucap Kevin bingung.

" Ke bidan." Ucap Menik cepat.

" Bidan? Memangnya saya mau melahirkan.". Ucap Kevin cepat.

" Di sini mahal, saya tidak sanggup membayarnya." Ucap Menik pelan.

Kevin terlupa sesuatu dan mengambil dompetnya kembali menyerahkan kepada Menik.

" Ambil kartu yang berwarna gold." Ucap Kevin cepat.

" Gold warna apa pak?" Ucap Menik pelan.

" Warna emas." Ucap Kevin lagi.

Menik mencari kartu yang ada di dalam dompet Kevin. Ada banyak kartu di dalam situ, dan hampir semuanya berwarna emas.

" Bapak selain hobi mengoleksi kartu nama juga koleksi kartu atm ya. Kenapa enggak mesinnya aja yang di pindahkan disini." Ucap Menik lagi.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."