Chapter 250 episode 249 (S2)

Setelah percakapan itu, Menik di perintahkan menunggu di luar. Entah apa yang di bicarakan para bos di dalam ruangan Presiden direktur. Di luar dia mengambil kesempatan untuk bicara sama Koko.

" Permisi, apa kamu Cici?" Ucap Menik langsung.

" Bukan." Ucap Koko gugup dengan intonasi yang di tekan.

" Tapi kenapa wajah kamu mirip Cici?" Ucap Menik lagi.

Koko gugup karena ada orang lain yang mengenalnya. Walaupun itu sudah lama tapi dia merasa gugup.

" Memangnya siapa Cici?" Ucap Koko pura-pura tidak tau.

" Cici itu sering nongkrong dengan temannya di cafe Koma, dan aku pelayan di sana." Ucap Menik menjelaskan.

Koko memperhatikan wajah gadis di depannya. Raut wajah Menik mengingatkannya tentang seorang gadis yang selalu melayani mereka ketika nongkrong di cafe koma.

" Kenapa kamu langsung berpikir kalau aku Cici?" Ucap Koko cepat.

" Ya karena kamu mirip banget sama Cici. Cuma bedanya kalau Cici pakai baju wanita dan riasan kalau ini pake jas." Ucap Menik cepat.

Koko spontan langsung menutup mulut wanita di depannya dengan tangannya.

" Diam, jangan kamu lanjutkan lagi." Ucap Koko sedikit berbisik.

" Kamu Cici kan?" Ucap Menik lagi.

" Sstt diam. Aku dulu memang Cici tapi sekarang aku telah menjadi Koko sejati." Ucap Koko sedikit berbisik.

" Nah betul tidak salah dengan penglihatanku. Dari awal di rumah makan aku sudah ingat dengan kamu, syukurlah kalau kamu sudah berubah. Ngomong-ngomong sejak kapan kamu berubah menjadi pria tulen?" Ucap Menik penasaran.

" Aku memang dari dulu pria tulen, mungkin karena salah pergaulan makanya aku bertingkah seperti banci." Ucap Koko menjelaskan.

Menik manggut-manggut mengerti. Dari semua kelompok Koko yang sering nongkrong di cafe, hanya pria yang di depannya jarang nongkrong di sana. Dan dia adalah orang yang pertama kali menghilang dari kelompok itu.

" Kelompok kamu sudah bubar loh." Ucap Menik cepat.

" Serius kamu?" Ucap Koko kaget.

" Iya, pertama kamu yang jarang nongol lama-lama keluar satu persatu." Ucap Menik menjelaskan.

" Memang kami sudah salah, tidak seharusnya kami berdandan layaknya seorang wanita, walaupun itu hanya hobi belaka." Ucap Koko penuh penyesalan.

" Sudah tidak perlu kamu sesali. Jadikan itu pelajaran hidup buat kamu. Kamu di ciptakan Tuhan sebagai pria jadi kamu tetap pria. Kalau ada perubahan dalam diri kamu itu tergantung kamu menyikapinya." Ucap Menik lagi.

Apa yang di katakan Menik memang benar, semua jadikan pelajaran hidup.

" Aku mohon jangan bicarakan hal ini sama orang lain." Ucap Koko memelas.

" Tenang saja, aku bukan orang yang suka membongkar aib orang lain. Tapi kamu harus berjanji akan menjadi pria sejati." Ucap Menik tegas.

" Ya aku berjanji." Ucap Koko cepat.

" Kalau dari penampilan, kamu sudah terlihat seperti cowok cuma ada satu yang masih meragukan." Ucap Menik sambil memperhatikan pria di depannya.

" Apaan?" Ucap Koko ada sedikit takut.

" Cara ngomong sudah layak seperti seorang pria, tapi jari jemari kamu ini lebih lentik dari jariku." Ucap Menik sambil menunjukkan jari-jarinya.

Koko memandang jari jemarinya. Yang panjang dan lentik, dan kuku yang bersih.

" Apanya yang salah." Ucap Koko bingung.

" Ya salahlah, kamu cowok tapi jari jemari kamu mirip perempuan. Uratnya aja enggak pada kelihatan. Apa kamu tidak pernah mengangkat beban berat?" Ucap Menik penasaran.

Koko menganggukkan kepalanya cepat. Memang dia tidak pernah mengangkat beban berat, mungkin itu yang menyebabkan jari jemari lentik selentik bulu mata palsu.

" Aku kasih tau ya, cewek itu suka dengan tangan pria yang kekar. Karena tangan ini yang akan memberikan kenyamanan pada pasangan, genggam tangan ini yang akan menunjukkan kamu sebagai pria sejati." Ucap Menik menasehati.

" Jadi bagaimana? Aku naksir dengan seorang gadis, tapi aku ragu dengan sikapku." Ucap Koko lagi.

" Ragu karena kamu belum menjadi pria sesungguhnya atau ragu karena hal lain?" Ucap Menik bertanya balik sambil menunjuk ke arah tangan Koko.

" Entahlah aku tidak punya kepercayaan diri." Ucap Koko pelan dengan wajah yang sendu.

Menik merasa kasihan melihat pria di depannya tidak ada rasa percaya dengan dirinya sendiri.

" Kalau kamu sudah suka dengan seorang wanita, itu pertanda kalau kamu sudah berubah. Tinggal kamu saja yang meyakinkan diri kamu sendiri." Ucap Menik menjelaskan.

" Bagaimana cara aku meyakinkan diriku." Ucap Koko lagi.

Menik memikirkan cara menyelesaikan masalah Koko.

" Hemmm, menurut aku tembak aja tuh cewek. Berjalannya waktu nanti akan mengalir dengan sendirinya. Dan untuk masalah jari jemari, sering aja angkat beban berat. Seperti di tempat gym itu banyak beban berat." Ucap Menik menjelaskan.

" Terimakasih ya, mau mendengarkan ceritaku." Ucap Koko lagi.

" Santai aja lagi." Ucap Menik sambil tersenyum tipis.

Didalam ruangan Presiden Direktur.

" Vin, menurut saya kamu cocok dengan Menik." Ucap Zira langsung.

" Apa! Nona jangan bercanda. Saya betah dengan kesendirian ini." Ucap Kevin pelan.

" Mau sampai kapan kamu sendiri? Apa kamu tidak ingin memiliki sebuah keluarga?" Ucap Ziko lagi.

" Saya belum memikirkannya." Ucap Kevin cepat menghindar.

" Baiklah itu semua jalan hidup kamu. Cuma kalau aku boleh beri saran. Menik wanita yang pantas untuk kamu. Apa adanya dan rendah hati. Jarangloh ada wanita seperti dia. Dimana semua wanita pada gengsi dengan gonta ganti ponsel. Tapi dia tetap dengan pendiriannya. Apa kamu enggak mau wanita seperti itu." Ucap Zira pelan.

" Maaf nona, untuk masalah perasaan tidak bisa di paksakan. Jika memang dia jodoh saya pasti akan di permudah." Ucap Kevin tegas.

Dia tidak mau terlalu terlihat seperti mengejar-ngejar wanita setengah genre itu. Walaupun ada rasa kasihan mendengar cerita Menik, tapi dia berusaha untuk menutupinya.

" Ya sudah terserah kamu. Cuma mengingat saja sebelum janur kuning melengkung, apa salahnya kamu mengejar dan mendapatkan cintanya Menik." Ucap Zira asal.

Entah kenapa Zira mengatakan hal seperti itu. Padahal Kevin belum mau memikirkan masalah pernikahan. Tapi dia enggan untuk melihat Menik dengan orang lain. Menurutnya Kevin yang bisa membahagiakan wanita itu.

Setelah perbicangan itu Kevin keluar dari ruangan Presiden Direktur. Dia masih melihat Menik ada di depan meja Koko. Mereka berbicara panjang lebar. Wajah Kevin langsung terlihat jutek ketika melihat mereka berdua.

" Kamu mau kerja atau mau ngerumpi?" Ucap Kevin tegas.

Koko langsung mengambil posisi siap dengan komputernya. Menik hanya menoleh tanpa menjawab pertanyaan bosnya.

Kevin meninggalkan dua orang itu dengan wajah yang sedikit di tekuk. Menik mengikutinya dari belakang.

" Kenapa kamu mengikutiku?" Ucap Kevin sambil membalikkan badannya.

Menik mengulurkan tangannya ke arah Kevin.

" Untuk apa ini?" Ucap Kevin ketus.

Menik menarik tangan Kevin dan memegangnya secara lembut.

" Kamu mau ngapain." Ucap Kevin berusaha melepaskan tangannya dari genggaman wanita setengah genre itu.

Menik memegang tangan kanan Kevin dengan dua tangannya. Walaupun Kevin berusaha untuk melepaskan tangannya dari Menik tapi dia tidak berusaha dengan sungguh-sungguh. Ada rasa aneh ketika tangannya di genggam Menik.

" Maafkan atas sikap saya kemaren di halte. Saya kemaren benci banget sama Bapak. Dan soal kerusakan mobil boleh saya mencicilnya?" Ucap Menik memohon.

" Baik kamu boleh mencicilnya. Gaji pertama aku potong 50 persen untuk membayar hutangmu." Ucap Kevin tegas.

" Aih besar banget potongannya, aku makan apa dong." Ucap Menik cepat.

" Ya sudah kamu mau bayar berapa?" Ucap Kevin cepat.

" Kalau sebulan satu juta, boleh enggak?" Ucap Menik memohon.

" Ya terserah." Ucap Kevin pelan.

" Tapi sampai berapa lama saya harus membayar satu juta. Saya juga tidak tau berapa total kerusakan itu." Ucap Menik bingung.

" Sampai kamu setahun kerja di sini itu juga belum lunas." Ucap Kevin cepat sambil menarik tangannya dari genggaman Menik.

Kevin berjalan ke ruangan meninggalkan Menik yang masih menghitung biaya mencicilnya.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."