Chapter 231 episode 230 (S2)

Pagi harinya.

Semua penghuni mansion sudah melakukan aktivitasnya. Pasangan suami istri sudah berangkat kerja. Ziko sudah tiba di kantor dan Zira sudah tiba di butik.

Mereka mengawali pagi dengan penuh suka cita. Karena seminggu lagi usia kandungan Zira memasuki 4 bulan.

Ziko melakukan aktivitasnya di kantor. Jadwal sudah tersusun rapi. Hari ini banyak kegiatan meeting di kantor salah satunya meeting laporan masing-masing departemen.

Zira memainkan pensilnya di atas kertas putih. Karya yang indah selalu bisa di ciptakannya. Dia selalu mempunyai ide yang cemerlang untuk menciptakan setiap karyanya. Dia mencari inspirasi dari berbagai sumber baik dari media cetak maupun media elektronik, semua di padupadankannya sehingga menjadi sebuah maha karya.

Ada suara orang menaiki anak tangga. Dan seseorang itu mengetuk pintu ruangan Zira.

" Siang mbak?" Ucap Lina.

" Siang." Zira tidak melepaskan pandangannya dari kertas putih itu. Menurutnya jika dia mengalihkan pandangannya dari kertas putih itu maka inspirasinya akan hilang. Jadi dia berniat menyelesaikan hasil gambarnya sampai menjadi sebuah karya.

" Mbak, ada adik ipar mbak Zira di bawah." Ucap Lina cepat.

" Mungkin dia mau melihat-lihat saja." Ucap Zira masih fokus.

" Enggak mbak, dia mau ketemu dengan mbak Zira, katanya penting banget." Ucap Lina lagi.

Zira belum mengiyakan, dia masih menyelesaikan gambarnya. Lina memperhatikan detail karya bosnya. Tanpa mau bersuara lagi. Hampir sepuluh menit Lina berdiri didepan meja Zira. Belum ada perintah dari bosnya untuk mengizinkan Zelin masuk. Lina mengambil inisiatif sendiri mengatakan kepada gadis cantik di bawah kalau bosnya sangat sibuk. Lina beranjak pergi.

" Selesai." Ucap Zira cepat sambil mengangkat kertas gambarnya ke arah langit-langit ruangan. Dia melihat garis tiap garis melalui cahaya dari lampu ruangan itu.

" Panggilkan dia." Ucap Zira memerintahkan.

Lina beranjak dari ruangan bosnya dan menuju lantai bawah. Di sana dia melihat Zelin sedang berdiri di meja kasir. Pihak kasir memberikan paper bag kepada Zelin. Lina menghampirinya.

" Nona, silahkan masuk. Mbak Zira sudah menunggu." Ucap Lina cepat.

" Baik, terimakasih." Zelin pergi ke lantai atas sambil membawa tentengan berupa paper bag.

Suara seseorang menginjak anak tangga terdengar cukup nyaring dari ruangan Zira. Sehingga dengan cepat Zira bisa mengetahui ada seseorang yang ingin menemuinya.

" Siang kak." Ucap Zelin menyapa kakaknya.

" Ya siang. Ada apa tumben kamu datang ke butik." Ucap Zira heran.

" Ah kakak, aku itu sering ke butik kakak, tapi jarang aja menemui kakak di sini." Ucap Zelin menunjukkan tentengan kepada kakak iparnya.

" Hemmm iya deh, apanya yang penting? Kenapa enggak ngobrol di rumah aja kan waktunya lebih banyak. Kalau di sini kakak enggak bisa ngobrol banyak." Ucap Zira menjelaskan.

" Aih apa kakak lupa, kalau suami kakak itu over protective kepada kakak. Mana boleh aku dekat-dekat sama kakak. Pasti baru ngobrol aku sudah di usir. Jadi mumpung aku lagi kosong kuliah makanya aku mampir ke sini." Ucap Zelin lagi.

" Iya deh, ayo ada apa?" Ucap Zira penasaran.

" Kakak kenal Koko enggak?" Ucap Zelin pelan.

Zira kaget karena nama itu lagi yang di dengarnya. Dia sudah bisa menebak kalau arah pembicaraan adiknya ingin mencari informasi tentang pria gemulai itu.

" Kakak kok bengong, kakak kenal kan?" Ucap Zelin membuyarkan lamunannya.

" Eh iya kenapa?" Ucap Zira gugup.

" Yes Kakak tau. Apa kakak kenal dekat dengan sekertaris kak Ziko?" Ucap Zelin mencari informasi.

" Hemmmm, bagaimana ya. Hemmm kakak kurang begitu dekat sih. Memangnya kenapa?" Ucap Zira berpura-pura.

" Ah kakak ini. Dia adalah pria yang menabrak mobil ku." Ucap Zelin.

Zira pura-pura kaget. Padahal dia sudah mengetahui semuanya dari awal. Tapi untuk lebih meyakinkan dia berakting pura-pura tidak tau.

" Ah serius kamu?" Ucap Zira akting.

Zelin menganggukkan kepalanya cepat. Dia melihat ekspresi kakak iparnya kurang semangat ketika dia menyebutkan nama Koko.

" Kakak aku suka dengan dia." Ucap Zelin cepat.

Zira menggaruk kepalanya, sambil memikirkan cara menjawab pertanyaan adik iparnya.

" Kakak mau bantu aku pedekate kan?" Ucap Zelin to the poin.

Zira yang tadinya menggaruk kepalanya sekarang beralih membelalakkan matanya.

Waduh bagaimana nih, apa aku bilang saja mereka tidak cocok. Tapi nanti kalau Zelin menanyakan alasannya bagaimana dong, kan enggak mungkin aku bilang kalau jari jemari Koko lemah gemulai.

" Apa kamu yakin?" Ucap Zira pelan.

" Awalnya kurang yakin sih kak, tapi aku selalu kebayang wajahnya terus. Berarti itu tandanya suka, benarkan kak?" Ucap Zelin meyakinkan perasaannya.

" Hemmm enggak juga sih, soalnya kakak dulu mikirin kakak kamu terus. Tapi kakak enggak suka, malah karena kakak benci." Ucap Zira pelan.

" Terus apa dong defenisi tentang bayanganku." Ucap Zelin kurang yakin.

" Bisa jadi kamu hanya kagum, atau karena kamu baru bertemu dengannya makanya kamu memikirkan dirinya terus."

" Enggak kok kak, aku udah lama enggak ketemu dengannya. Makanya aku bingung kenapa bayangan wajahnya selalu menghiasi isi kepalaku." Ucap Zelin lagi.

" Enggak taulah." Ucap Zira menghindari agar tidak ditanyai lagi.

Zelin melamun, entah apa yang di lamunkan gadis cantik itu. Tapi Zira berpikiran kalau adiknya sedang membayangkan perasaannya.

" Kak, bantu aku ketemu dengan dia ya?" Ucap Zelin pelan.

" Apa! Kakak?" Zira menunjuk dirinya sendiri. Zelin langsung menganggukkan kepalanya cepat.

" Enggak lah."

" Kakak ayo bantu aku, aku bingung bagaimana bisa bertemu dengan dirinya." Rengek Zelin.

" Kamu kan tau kalau kakak kamu tidak mentolerir kalau kamu ada hubungan dengan anak buahnya. Apa kamu tidak takut?" Ucap Zira menjelaskan.

" Nah itu kak yang jadi masalahnya." Zelin menceritakan dirinya janjian ketemu dengan Koko beberapa bulan yang lalu tepatnya sore hari sebelum mereka ke rumah Zira. Dia juga menceritakan kalau kakaknya mendapati dirinya janjian dengan Koko. Dan dia juga menceritakan awal mula dia tau kalau Koko adalah sekertaris kakaknya pada saat di cafe itu. Dan lebih meyakinkan lagi ketika kakaknya ngobrol dengan Koko tanpa ada dia di situ. Dari situ dia mengambil kesimpulan kalau kakaknya sudah melarang atau melakukan sesuatu kepada Koko.

Zira yang mendengar membelalakkan matanya tidak percaya. Dia baru mengetahui hal ini setelah beberapa bulan dia tidak di rumah itu. Ternyata telah terjadi sesuatu dengan kakak beradik itu.

" Kalau kakak ada pasti kak Ziko enggak akan marah. Secara kakak adalah wanita yang paling di cintainya." Ucap Zelin menyanjung kakak iparnya.

Zira merasa kasihan dengan adik iparnya. Ketika dia menyukai pria, pria itu belum jelas genrenya. Dia tidak tau harus berbuat apa, dia mungkin akan mengambil keputusan yang sama dengan Ziko. Jika adiknya ada hubungan dengan anak buahnya. Dan dia tau kalau Ziko melarang Koko mendekati adiknya bukan karena Koko sebagai bawahan, tapi jenis kelamin yang belum jelas.

" Apa yang harus kakak lakukan." Ucap Zira pelan.

Zelin bersorak gembira, karena wanita cantik di depannya mau membantunya.

" Kakak hanya mengajak aku pergi ke kantor. Dan kalau di tanya kak Ziko bilang aja, kakak yang mengajak aku. Aku hanya ingin ngobrol berdua dengan Koko sebentar saja." Ucap Zelin menjelaskan.

" Ok, berarti kakak seperti tidak tau permasalahan kamu dengan Koko ya. Anggap aja kakak tidak mengerti sama sekali ya?" Ucap Zira cepat.

Zelin menganggukkan kepalanya cepat. Dia setuju dengan ide seperti itu, Zira tidak akan terkena masalah kalau kakaknya marah.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."