Chapter 232 episode 231 (S2)

Zira dan Zelin pergi ke gedung Raharsya grup. Dia ikut naik mobil adik iparnya. Mereka datang sebelum makan siang.

Resepsionis yang berada di loby memberikan senyum terbaiknya untuk istri dari pemilik perusahaan itu. Mereka masuk ke dalam lift khusus staff. Hanya ada mereka berdua di dalam situ.

" Kak, aku kok grogi seperti ini ya?" Ucap Zelin.

" Santai aja lagi. Anggap aja kamu mau ketemu kakakmu. Jangan langsung memikirkan dia, yang ada kamu malah salah tingkah lagi." Ucap Zira cepat.

Lift sudah sampai di lantai atas. Dimana lantai itu khusus untuk para pejabat tinggi saja. Salah satunya ruangan Presiden direktur dan beberapa direktur lainnya.

Dari jauh sudah kelihatan ada seorang pria yang duduk di depan meja kerja. Dia adalah Koko, dia amat serius dengan pekerjaannya sampai-sampai dia tidak tau kedatangan seseorang dari arah lift.

Zira berhenti di depan meja sekertaris itu. Zelin memegang tangan kakak iparnya dengan gemetar.

" Selamat siang Koko. Sibuk amat sih kamu sampai enggak liat kalau aku datang." Ucap Zira menyapa.

" Nona Zira." Ucap Koko bersorak senang. Kemudian dia tidak lagi bersorak karena ada seseorang gadis yang cukup dia kenal. Koko langsung menundukkan kepalanya ketika beradu tatap mata dengan gadis tersebut. Begitupun gadis itu, dia tidak kuasa melihat mata teduh pria itu.

" Suamiku di dalam?" Ucap Zira langsung agar dua orang tersebut tidak saling salah tingkah.

" Tuan muda lagi meeting dengan para klien." Ucap Koko pelan sambil menundukkan kepalanya lagi.

" Dari jam berapa meetingnya." Ucap Zira cepat.

" Dari pagi nona, mungkin sebentar lagi selesai." Ucap Koko kembali menundukkan lagi.

Koko senang ketika ada Zira di depannya. Dia ingin curhat kepada wanita yang banyak membantunya. Dan dia juga senang dengan kehadiran gadis cantik itu.Tapi dia tidak kuasa untuk menatap dalam mata indah itu.

Zira menggoyangkan lengan kirinya kepada Zelin. Memberi kode kepada adik iparnya ini adalah kesempatan untuknya berbicara.

Tapi Zelin bingung harus memulai dari mana. Zira memilih untuk pergi agar dua orang itu bisa berbicara bebas.

" Kak jangan pergi." Ucap Zelin berbisik sambil menarik lengan kakak iparnya.

" Lah kenapa? Kamu bukannya mau bicara sama dia." Ucap Zira juga berbisik.

" Nanti kalau kak Ziko datang bagaimana?" Ucap Zelin takut.

Zira melihat sekeliling gedung itu. Dan melihat jam di tangannya. Dia membuat estimasi selesai meeting jam berapa.

" Kamu bicara di pantry kakak akan menjaga di luar." Ucap Zira berbisik.

Zelin menganggukkan kepalanya setuju. Zira duduk di sofa, tempat para tamu ingin menemui presiden direktur.

" Aku mau bicara penting." Ucap Zelin memberanikan diri.

" Aku enggak bisa, apa kamu tau aku sedang sibuk." Ucap Koko pelan sambil tidak menatap wajah gadis itu.

" Aku jauh-jauh datang mau bicara dengan kamu, tapi kamu malah bersikap acuh seperti ini."

" Uhuk-uhuk." Zira pura-pura batuk mengingatkan waktu semakin sempit. Mendengar kakak iparnya batuk, Zelin dan Koko bersamaan melihat ke arah suara itu.

" Cepat waktunya tidak banyak." Ucap Zelin lagi.

" Bicara saja di sini." Ucap Koko dingin.

Karena waktu semakin sempit. Dengan terpaksa Zelin memberanikan berbicara di depan meja Koko.

" Kenapa kamu tidak membalas semua chat dari aku, kenapa?" Ucap Zelin cepat.

" Maaf, saya tau batas nona, saya lebih memilih menjauh dari pada saya harus masuk dalam ruang lingkup kehidupan anda." Ucap Koko dingin.

" Apa sebenarnya yang terjadi, sebelum ketemu kak Ziko kamu baik dan perhatian sama aku. Apa semua ini karena kak Ziko." Ucap Zelin cepat sambil menatap lekat pria tersebut.

" Bukan nona, ini tidak ada sangkut pautnya dengan tuan muda. Saya yang ingin menjauh dari kehidupan anda. Karena kita seperti langit dan comberan." Ucap Koko pelan.

Zelin tidak percaya dengan ucapan pria tersebut. Dia merasa ada sesuatu yang menyebabkan pria itu bersikap dingin.

" Kamu bohong, pasti ada sesuatu yang kamu simpan dariku, jujur padaku." Ucap Zelin dengan mata yang berkaca-kaca.

Koko tak kuasa melihat mata indah itu. Mata indah itu sudah ingin menumpahkan sesuatu. Dari jauh sudah terdengar suara pintu lift terbuka. Koko harus mengambil keputusan singkat.

" Aku, aku telah kembali dengan pacarku. Maaf kamu bukan sebagai pelarian buatku, tapi aku hanya ingin kita berteman saja." Ucap Koko pelan.

Zelin mundur teratur, dia berlari ke toilet. Zira yang duduk langsung kaget, melihat adik iparnya lari dengan cepat.

Zira mengikuti adik iparnya ke toilet. Ziko dan Kevin baru keluar dari lift mereka hanya melihat sekilas dua wanita itu.

" Apa tadi istriku?" Ucap Ziko menanyakan kepada sekertarisnya.

" Iya bos. Nona Zira lagi ke toilet." Ucap Koko cepat. Dia bisa menyimpulkan kalau dua wanita itu pasti akan menumpahkan keluh kesahnya di dalam ruangan itu.

Ziko manggut-manggut saja. Tapi dia heran kenapa istrinya tidak menggunakan toilet di ruangan.

" Dan satu wanita lagi siapa?" Ucap Ziko ragu dengan penglihatannya.

Koko diam, dia tidak ada keberanian untuk menjawab pertanyaan bosnya.

" Nona muda tuan." Ucap Kevin menyahut dari belakang bosnya.

Ziko langsung memberikan tatapan tajam kepada pria di depannya. Tatapan itu seperti sedang mengintrogasi.

" Apa kamu mengambil kesempatan ketika aku tidak ada di sini." Ucap Ziko dengan tatapan mengintimidasi.

" Tidak bos. Saya tidak mengambil kesempatan apapun. Nona Zelin memang datang ingin menemui saya. Tapi saya sudah menolaknya." Ucap Koko cepat agar dia tidak menjadi bahan amukan bosnya.

" Maksud dari penolakan kamu apa?" Ucap Ziko penasaran.

" Saya mengatakan kepada nona Zelin kalau saya sudah kembali dengan kekasih saya." Ucap Koko pelan.

Koko sengaja melakukannya agar Zelin menjauh dan tidak berteman lagi dengannya. Alasan ini di buat secara mendadak karena desakan dari Zelin yang membuat Koko mengambil keputusan itu.

" Bagus, ternyata kamu masih mengingat ultimatum dariku." Ucap Ziko sambil berlalu meninggalkan pria tersebut.

Koko merasa sakit harus membohongi dirinya dan gadis cantik itu. Dia merasa berat untuk kembali bertemu dengan Zelin. Apalagi karena ucapannya yang menyebabkan gadis cantik itu meneteskan air mata.

Zelin menangis sejadi-jadinya, air matanya mengalir deras. Zira mengecek setiap pintu toilet, untuk memastikan apakah ada orang lain selain mereka di situ. Setelah pengecekan selesai, dia mengunci pintu dari dalam agar tidak ada satu orangpun masuk ke dalam toilet.

Zira mengelus rambut adik iparnya sambil memeluk tubuhnya. Zira membiarkan air mata itu tumpah. Seorang wanita jika mempunyai masalah akan lega ketika sudah menumpahkan air matanya.

Zelin menceritakan semua percakapannya dengan Koko. Dari sikap Koko yang dingin sampai sebuah pengakuan yang mengatakan kalau Koko telah kembali dengan kekasihnya. Zelin membicarakannya sambil menagis.

Zira tidak banyak berkomentar, dia bisa mengambil kesimpulan kalau ini semua hanya sandiwara yang di permainkan Koko, karena dia telah mendapatkan tekanan dari bosnya.

Suara ponsel Zira berbunyi. Zira mengambil ponselnya dan melihat ada nomor suaminya di layar ponselnya.

" Ya sayang." Ucap Zira pelan.

" Kamu di mana?"

" Aku di toilet sama Zelin." Ucap Zira cepat.

" Ngapain kamu di toilet?" Ucap Ziko lagi.

" Aku lagi masak." Ucap Zira ketus.

" Masak? Kamu jangan bercanda sayang." Ucap Ziko dari ujung ponselnya.

" Udah tau nanya." Ucap Zira lagi ketus.

" Cepat kembali ke sini, aku enggak mau aroma tubuhmu berganti parfum pembersih toilet." Ucap Ziko cepat sambil menutup panggilannya.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."