Chapter 222 episode 221(S2)

Ziko pergi kedapur sendirian. Awal masuk ke dalam ruangan itu yang di rasakannya adalah takut. Wajar karena Ziko memang penakut. Hanya badannya yang besar tapi mentalnya, mental tempe untuk hal seperti itu. Dia bingung mencari letak saklar di mana. Karena memang dia tidak tahu menahu keberadaan benda tersebut. Dia meraba semua dinding. Menurut logika biasanya letak saklar akan di letakkan di dinding dan dekat pintu masuk, agar memudahkan untuk menghidupkan lampu itu pikirnya. Dan setelah meraba akhirnya Ziko menemukan letak saklar tersebut. Dia menekan tombol saklar tersebut dan menyalalah lampu di dalam ruangan tersebut.

Ziko berjalan mendekati kompor hanya melihat benda tersebut tanpa menyentuh sama sekali. Dia membuka laci mencari keberadaan si putih yaitu lilin. Menurutnya lebih baik masak pakai lilin karena dia bisa menyalakan benda tersebut, dari pada dia menggunakan kompor yang sama sekali tidak akan menyala itu pikirnya.

Ziko meletakkan beberapa lilin putih di atas lantai membentuk lingkaran dan menyalakan benda tersebut dengan korek. Dia bingung membedakan antara telur dadar dengan telur mata sapi.

" Lebih baik aku bertanya sama Zira." Gumamnya. Ziko mengambil gagang telepon yang ada di dinding, dan menekan extension nomor kamarnya.

" Sayang." Ucap Ziko cepat.

" Hemmmmm." Ucap Zira dari ujung telepon.

" Perbedaan telur dadar sama telur mata sapi apa?" Ucap Ziko bingung.

" Owh gampang telur dadar itu telur yang di kocok, dan telur mata sapi kuningnya di tengah." Ucap Zira menjelaskan.

" Kuning di tengah? Seperti lampu lalu lintas aja pakai kuning di tengah." Gumam Ziko.

Telepon di letakkan di tempatnya. Ziko mulai mengambil wajan. Dia masak sambil jongkok. Dia memecahkan telur di atas wajan. Detik berganti detik, menit berganti menit tidak terasa waktu sudah sampai 30 menit. Tapi telur juga belum masak.

Zira yang berada di kamar sudah tidak tahan dengan perutnya yang konser terus menerus. Zira turun ke lantai bawah dan mencari keberadaan suaminya. Suaminya sedang jongkok di depan lilin sambil memegang wajan.

" Kamu ngapain?" Ucap Zira sambil tertawa terbahak-bahak.

" Masaklah." Ucap Ziko cepat.

Zira masih tertawa tidak habis pikir kalau suaminya akan melakukan seperti yang di ucapkannya di kamar.

Tangan kirinya memegang wajan dan tangan kanannya mengaduk telur tersebut dengan menggunakan sendok.

Setelah menurutnya udah masak. Dia mengangkat wajan tersebut dan meletakkannya di atas piring.

" Memangnya udah masak?" Ucap Zira penasaran.

" Udahlah Ziko." Ucapnya membanggakan dirinya.

Zira melihat piring yang ada telur tersebut. Dia mengernyitkan dahinya.

" Sayang tadi sepertinya aku mintanya telur dadar lah bukan telur orak arik." Ucap Zira bingung karena permintaannya sama yang di buatkan suaminya tidak sama.

" Aih, apalagi itu telur orak arik?" Ucap Ziko bingung.

" Ini." Ucap Zira menunjuk telur yang ada di piring.

" Bukannya kamu bilang telur dadar telur yang di kocok?" Ucap Ziko protes.

" Iya sayang di kocok di lain tempat, bukan di dalam wajan mengocoknya." Ucap Zira komplen.

" Jadi ini salah ya?" Ucap Ziko ragu.

" Ya salah."

" Yakin?" Ucap Ziko lagi enggan mendengar kata salah dari Istrinya.

Zira menganggukkan kepalanya cepat. Ziko menarik nafasnya dan menghembuskan secara kasar. Dia merasa capek dan lelah karena sudah 30 menit dia jongkok memperjuangkan masak telur itu untuk si buah hati. Zira merasa kasihan dan enggak tega melihat suaminya memasak lagi.

" Udah jangan di buang, yang itu juga enggak apa-apa." Ucap Zira cepat agar suaminya tidak kecewa.

" Jangan makan yang ini nanti anak kita ngences. Aku akan menyiapkan semua permintaan kamu." Ucap Ziko semangat.

" Apa kamu yakin? Mau enggak aku bantu?" Ucap Zira kasihan.

" Hemmm kamu ajarkan aku cara menghidupkan kompor ini, dan apa saja yang harus aku masak dan caranya." Ucap Ziko cepat.

Zira mengajari cara menghidupkan kompor dan mengaduk telur di tempat lain. Tidak lupa dia mengajari cara membuat bawang goreng. Setelah menurutnya Ziko paham. Zira keluar dari dapur. Dia tidak tahan dengan aroma masakan.

" Sayang aku nunggu di meja makan ya?" Ucap Zira cepat.

" Nanti kalau sudah siap akan aku hidangkan kepadamu." Udah Ziko cepat.

Ziko memasak dengan penuh hati-hati. Setelah beberapa menit Ziko mengangkat telur tersebut dan meletakkannya di atas piring yang ada nasinya. Tidak lupa dia meletakkan bawang goreng di atasnya.

" Makanan ala chef Ziko sudah siap terhidang." Ucap Ziko bangga.

Kembali Zira mengernyitkan dahinya. Melihat warna bawang goreng yang hitam legam. Untuk telur dadar warnanya coklat keemasan jadi menurut Zira sudah pas.

" Sayang apa lagi yang salah." Ucap Ziko penasaran melihat dahi istrinya berkerut.

" Ini bawang goreng apa bawang keling?" Ucap Zira cepat.

Ziko membelalakkan matanya tidak percaya ternyata ada kesalahan dalam masakannya. Walaupun begitu Zira tetap mencicipi makanan tersebut.

" Bagaimana rasanya." Ucap Ziko lagi penasaran melihat istrinya seperti terpaksa menelan makanan tersebut.

Zira tidak menjawab, dari ekspresi Istrinya mengunyah makanan itu, kelihatan kalau makanan itu tidak enak.

" Sayang jangan di paksakan, kalau tidak enak enggak usah di makan." Ucap Ziko khawatir

Zira menghargai kerja keras suaminya. Dia tetap berusaha menelan makanan itu dengan hati-hati dengan mimik muka yang jelek.

Ziko menarik piring yang ada di depan Istrinya.

" Kenapa di ambil." Ucap Zira bingung.

" Aku enggak mau kamu makan lagi. Aku takut kamu keracuna." Ucap Ziko cepat.

" Enggak kok." Ucap Zira masih dengan mulut yang penuh.

" Apanya yang enggak. Mimik wajahmu saja sudah menunjukkan kalau kamu keracunan. Mana ada orang menikmati makanan dengan mimik wajah yang jelek seperti itu. Berarti makanan ini tidak enak." Ucap Ziko cepat.

Ziko membuang makanan tersebut. Dia khawatir terjadi apa-apa dengan anak dan istrinya jika melanjutkan makan makanan tersebut.

Perut Zira masih tetap konser. Karena makanan yang masuk ke dalam perutnya belum cukup untuk mereka berdua.

" Sayang kamu masih lapar ya?" Ucap Ziko khawatir.

" Iya." Ucap Zira sambil menganggukkan kepalanya.

" Makan yang lain aja ya, yang penting masuk makanan. Besok aku akan belajar sama Pak Budi untuk membuat telur dadar yang enak." Ucap Ziko lagi sambil membuka kulkas. Di dalam kulkas ada beraneka ragam buah dan sayuran. Ziko menunjukkan beberapa buah ke hadapan istrinya tapi semua di tolak.

" Apa kamu mau ini?" Ucap Ziko menunjukkan sayur kangkung kehadapan Istrinya.

Zira menganggukkan kepalanya cepat. Ziko malah membelalakkan matanya ketika melihat istrinya mengiyakan tawarannya.

" Sayang kenapa selera kamu seperti kambing." Ucap Ziko cepat.

" Enak aja kambing, kalau aku kambing berarti kamu kambing juga." Ucap Zira protes.

" Terus kenapa kamu mau makan sayur mentah?" Ucap Ziko lagi sambil memegang sayur kangkung tersebut.

" Sayang aku mau sayur itu di olah dulu baru di makan. Seperti tumis kangkung ikan asin. Pasti enak tuh." Ucap Zira membayangkan makanan itu sudah ada di dalam tenggorokannya.

Ziko menjedutkan kepalanya kedepan pintu kulkas secara berulang, sambil berbicara.

" Sayang aku menyerah lebih baik aku melakukan rumus di kasur berkali-kali dari pada harus masak. Aku enggak kuat." Ucap Ziko lemas.

Zira tertawa lucu melihat tingkah suaminya. Yang sudah menyerah.

" Sayang baru satu malam loh, masih ada malam-malam lainnya." Ucap Zira sambil tertawa kecil. Ziko sudah menjatuhkan badannya seperti orang pingsan.

" Oh sayang kamu kenapa? Apa kamu ayan?" Ucap Zira sambil menekan tombol saklar di dinding. Dengan otomatis Ziko langsung bangun dari kepura-puraannya.

Zira tertawa dapat mengerjai suaminya. Suami yang tampan bak artis bollywood, body kekar tapi cemen dengan kegelapan.

" Like, komen dan Vote yang banyak ya terimakasih."