Chapter 223 episode 222 (S2)

Matahari terbit dari timur. Menunjukkan warna khasnya. Warna yang cerah dan menyilaukan hati. Warna itu yang selalu di tunggu setiap orang. Setiap orang ingin menikmati sang mentari. Sang Mentari menandakan bergantinya hari dan menyambut hari baru. Seperti itu yang di rasakan semua orang.

Seperti pasangan suami istri yang satu ini. Selain menikmati indahnya sang mentari. Mereka juga menikmati ciptaan Tuhan lainnya yaitu ciptaan yang ada di hadapan mereka. Ziko selalu menikmati indahnya mahluk di depannya.

Dia memandang wajah istrinya dengan lekat. Semua garis wajah istrinya terlihat sangat sempurna dihadapannya. Tanpa ada yang salah menurutnya. Mungkin itu yang di namakan cinta. Dia tidak merasa ada kekurangan dalam diri istrinya. Semakin dia melihat semakin dalam rasa itu, rasa cinta seperti itu kata yang tepat mengartikannya.

Zira tersadar dan terbangun karena hembusan nafas suaminya, menyentuh wajah indahnya.

" Sayang." Ucap Zira sambil menutup wajah suaminya dengan telapak tangannya. Zira membalikkan badannya ke arah lain. Agar wajahnya tidak di pandangi suaminya. Dia masih merasa malu jika terus di pandang suaminya. Apalagi ini adalah hari pertama mereka tidur bersama setelah beberapa bulan tidak bersatu.

Ziko memberikan morning kiss untuk Istrinya. Dan memeluk erat tubuh mungil itu dari belakang.

" Sayang." Ucap Zira pelan dengan suara serak masih dengan mata tertutup.

" Hemmmmm."

" Aku ingin setiap pagi kamu memberikan kata-kata romantis kepadaku, seperti kemaren." Ucap Zira pelan.

" Baiklah karena kamu yang minta setiap hari aku akan memberikan kata-kata romantis untukmu dan anak kita." Ucap Ziko sambil mengelus perut istrinya.

" Tapi ada syaratnya?" Ucap Ziko lagi.

" Apa?"

" Berikan aku morning kiss yang luar biasa darimu." Ucap Ziko licik.

" Ih, enggak mau jigongmu bau." Ucap Zira menutup mulutnya. Ziko sudah menjulurkan muncungnya kehadapan Istrinya sambil menutup matanya. Beberapa detik kemudian Zira sebuah memberikan morning kiss untuk orang terkasihnya. Menurutnya biarlah ini menjadi pengobat rindu mereka berdua.

" Sekarang giliran kamu." Ucap Zira cepat.

" Baiklah." Ziko menarik nafasnya sebelum berbicara.

" Sayang kaulah bulan kaulah bintang karena hanya engkau orang tersayang."

" Asik." Ucap Zira cepat sambil mengangkat jempol tangannya.

" Ayam goreng di masak setengah matang. Dimasak sama Pak ujang. Abang sayang sama adek seorang tapi sayang kepala adek peyang." Ucap Ziko cepat sambil berlari ke kamar mandi menghindari cubitan maut istrinya.

" Sayangggg, kamu jahat." Teriak Zira dari kamar.

Ziko tertawa terbahak-bahak di kamar mandi karena dapat mengerjai istirnya. Setelah Ziko selesai mandi. Kini giliran istrinya yang mandi. Dari luar Ziko bisa mendengar kalau Istrinya muntah di kamar mandi. Ziko menggedor pintu kamar mandi secara berulang-ulang.

" Sayang buka pintunya?" Ucap Ziko sambil menggedor-gedor pintu.

Belum ada jawaban, hanya terdengar suara Zira sedang muntah. Ziko jadi khawatir mendengar suara itu terasa sangat berat. Dia bisa membayangkan sakitnya muntah kalau perut dalam keadaan kosong. Karena dia juga pernah merasakan muntah seperti itu. Tidak berapa lama Zira membuka pintu kamar mandi dengan wajah yang pucat pasi dan mata merah. Ziko menuntun istrinya ke sofa.

" Kamu mau apa?" Ucap Ziko khawatir.

" Ambilkan minyak kayu putih di atas nakas." Ucap Zira cepat sambil menunjuk nakas. Ziko langsung mengambil minyak yang ada di nakas. Karena hanya itu yang ada di nakas selain telepon.

Ziko memberikan minyak tersebut kepada istrinya. Zira meletakkan minyak tersebut di bawah hidungnya. Sambil menghirup aroma dari minyak tersebut. Ziko sampai terheran-heran dengan tingkah Istrinya. Menurutnya istrinya sedang kecanduan minyak kayu putih.

Setelah cukup enak. Ziko menuntun istrinya ke ruang ganti untuk memilih pakaian, dan membantu istrinya memakai pakaian pilihannya. Ziko melihat perut Istrinya yang terlihat sedikit membesar. Dia mengecup berulang perut istrinya.

" Sehat-sehat yang sayang." Ucap Ziko mengecupi perut Istrinya. Zira merasa senang melihat suaminya sangat mendambakan kehadiran bayi kecilnya. Dia berharap yang sama dengan suaminya agar anaknya lahir dengan keadaan sehat dan tidak kurang satu apapun.

Dengan hati-hati Ziko membantu Istrinya menuruni anak tangga tersebut. Di dalam ruang makan formasi sudah lengkap. Mereka menunggu kehadiran dua orang yang sedang di mabuk kepayang.

Nyonya Amel membantu menarik kursi untuk menantunya. Dengan hati-hati Ziko menuntun Istrinya untuk duduk.

" Bagaimana tidur kamu sayang, apa nyenyak?" Ucap Nyonya Amel pelan.

" Nyenyak ma." Ucap Zira cepat.

" Zira baru muntah ma." Ucap Ziko memberitahu hal yang menurutnya menyakitkan buat Istrinya.

" Biasa itu. Nanti kalau sudah bulan ke empat mualnya akan berkurang berangsur-angsur." Ucap Nyonya Amel menenangkan anaknya.

Di meja makan sudah terhidang sarapan, beraneka ragam makanan western. Tapi tidak ada yang menggelitik lidah Zira untuk menikmati makanan tersebut. Ziko melihat raut wajah istrinya yang bingung.

Ziko mendatangi Pak Budi yang sedang berdiri tidak jauh dari meja makan. Ziko membisikkan sesuatu ke Pak Budi. Setelah itu dia kembali duduk di sebelah istrinya.

" Zira kenapa enggak makan?" Ucap Nyonya Amel melihat menantunya hanya diam tanpa melakukan pergerakan sama sekali seperti memindahkan satu menu ke piringnya.

" Iya ma." Ucap Zira pelan. Zira mengambil potongan buah yang ada di piring kecil. Dan menikmati buah tersebut dengan lahap.

Zira tidak bisa membedakan antara lapar apa doyan. Yang penting menurutnya makan aja. Di pikirannya lebih baik makan buah dari pada makan makanan yang tidak membangkitkan selera makannya.

Ziko menyodorkan piring buah miliknya kepada istrinya.

" Makanlah." Ucap Ziko pelan. Zira memakan semua buah yang ada di piring dengan cepat dan lahap.

Nyonya Amel hanya memperhatikan tidak berkomentar. Menurutnya masih wajar kalau nafsu makan Zira kadang naik turun. Dan menurutnya nafsu makan menantunya sedikit membaik ketika makan potong buah tersebut.

Tidak berapa lama Pak Budi datang dengan membawa hidangan dan meletakkan di depan Zira. Zira langsung menelan salivanya. Dia tergiur dengan makanan tersebut. Pak Budi membawa tumis kangkung ikan asin dan telur dadar bawang goreng. Semua adalah makanan yang di idam-idamkannya tadi malam.

Tanpa pikir panjang dia menikmati makanan tersebut tanpa melihat ke sekelilingnya. Ada Ziko yang bengong dengan tingkah Istrinya.

" Sayang apa kamu lupa kalau kita makan sepiring berdua." Ucap Ziko pelan. Ucapan Ziko terdengar oleh mamanya.

" Iko, makan sendiri. Jangan ganggu istri kamu. Biarkan dia menikmati makanannya." Ucap Nyonya Amel cepat agar anaknya tidak bersikap manja sama menantunya.

" Enggak apa-apa ma, Maaf sayang aku lupa. Habis sayur kangkung dan telur dadar ini menggoda imanku." Ucap Zira cepat.

Zira ingin menyuapi suaminya, tapi lagi-lagi mama mertuanya marah.

" Ziko, jangan seperti anak kecil dong, cukup yang kecil di sini Zelin." Ucap Nyonya Amel tegas.

Zelin yang sedang makan tersedak. Karena mamanya menyebutkan dirinya anak kecil. Sampai sekarang di mata orang tuanya dan kakaknya dia masih kecil. Mungkin itu yang menyebabkan dia tidak boleh dekat dengan lawan jenis. Karena menurut orang tuanya anak kecil belum bisa membedakan antara yang di larang dan tidak. Dan Zelin mengumpat dalam hatinya.

Sampai kapan aku akan di anggap anak kecil. Umur sudah kepala dua masih aja di bilang anak kecil. Kalau seperti ini aku tidak akan punya kekasih. Koko oh Koko di mana dirimu. Semoga kamu ikut tersedak ketika aku menyebut namamu, agar kamu mengingatku.

" Like, komen dan Vote yang banyak ya terimakasih."