Chapter 215 episode 215

Memang Zira ingin bermanja-manja dengan suaminya, tapi keadaan yang tidak memungkinkan dia melakukannya. Perawat memanggil nama seseorang, dan nama tersebut adalah nama wanita yang ada di sebelahnya. Dengan penuh perhatian suami wanita tersebut menggandeng tangan sambil memegang bahu istrinya. Zira merasa iri melihat kejadian itu. Dan Ziko memperhatikannya. Setelah beberapa nama, akhirnya nama Zira di panggil. Zira beranjak dari kursinya, dan suaminya langsung menggandeng tangannya dengan mesra.

" Jangan gandeng aku." Ucap Zira berbisik.

" Aku tidak menggandeng kamu, aku hanya mengikuti kemauan anak kita." Ucap Ziko cepat. Ziko tau kalau istrinya sangat menginginkan hal itu, karena dia bisa melihat dari raut wajah istrinya ketika semua pasangan suami istri saling bergandengan tangan masuk ke dalam ruangan dokter. Tapi Zira enggan mengakuinya.

" Selamat pagi." Ucap dokter ramah. Dokter itu adalah dokter yang memeriksa sekaligus yang menangani Zira pada saat di rawat di rumah sakit tersebut. Dokter itu melihat wajah pria di depannya seperti tidak asing, dia mencoba mengingat siapa pria tersebut.

Pasangan suami istri itu tersenyum ramah kepada dokter tersebut.

" Apa kabarnya tuan muda?" Ucap dokter tersebut ramah sambil mengulurkan tangannya menyalami Ziko. Dia sudah ingat pria yang di depannya adalah pemegang saham terbesar di rumah sakit itu.

Ziko membalas uluran tangan dokter tersebut.

" Maafkan saya tuan muda, kalau saya tau istri tuan muda yang periksa pasti akan saya prioritaskan." Ucap dokter itu tidak enak hati. Seingat dokter itu pada saat Zira di rawat yang mengantar dan mengaku sebagai suami pasiennya adalah orang lain, bukan pria sukses di depannya. Walaupun ada kebingungan tapi dokter tersebut tidak mau ambil pusing.

Perawat memerintahkan Zira untuk baring di atas tempat tidur. Perawat meletakkan jel khusus untuk USG. Dokter wanita tersebut menggerakkan alat bantunya ke perut Zira. Ziko berdiri di samping istrinya. Dari alat bantu itu langsung terhubung ke layar monitor yang ada di depan mereka. Dokter tersebut menjelaskan secara rinci. Tentang kondisi kandungan pasiennya. Ada seperti biji kecil di dalam rahim Istrinya.

" Janin nona sudah masuk usia 7 minggu, masih sangat mungil ya. Tapi otaknya sedang berkembang dalam kecepatan yang sangat luar biasa, menghasilkan sel-sel baru setiap menit." Ucap dokter itu menjelaskan. Tanpa terasa bulir air mata kedua pasangan itu keluar secara bersamaan. Ziko menggenggam erat tangan istrinya dan mengecup dahinya. Zira tidak menyadari hal itu.

" Apa ada pertanyaan lain?" Ucap dokter itu lagi.

" Saya sering mual dok, apa itu tidak masalah?" Ucap Zira khawatir.

" Itu namanya morning sickness. Semua ibu hamil mengalami namanya morning sickness, bukan hanya pagi saja mualnya, tapi siang sore dan malam juga mengalami mual. Dan itu hanya selama trimester pertama kehamilan. Nanti akan hilang secara berangsur-angsur." Ucap dokter menjelaskan.

" Apakah tidak berbahaya dok?" Ucap Ziko khawatir mendengar kata mual tersebut.

" Kalau mualnya parah dan menyebabkan dehidrasi dan berat badan yang turun drastis maka perlu penanganan yang khusus untuk mengalami hal itu. Dan sepertinya istri tuan muda tidak mengalami mual yang terlalu berat." Ucap dokter itu menjelaskan lagi.

Setelah melakukan perbincangan dan seputar tanya jawab mengenai kehamilannya istrinya, akhirnya pasangan suami istri itu pergi meninggalkan ruangan tersebut. Ziko menyerahkan copy resep yang telah di tuliskan dokter tersebut ke apotek. Dari jauh datang dokter Diki menepuk pundak temannya.

" Hai Ko." Ucap Dokter Diki menepuk bahu temannya. Dokter Diki melihat ke arah lain, ada Zira sedang duduk di sofa. Dokter Diki menyapa dan menyalami istri temannya. Kemudian dia mengajak Ziko berbicara agak lebih jauh. Mereka membahas tentang masalah Ziko.

" Bagaimana? Sepertinya hubungan kalian sudah mulai membaik." Ucap dokter Diki pelan.

" Entahlah. Gugatan itu belum juga di cabut Zira. Aku sudah meminta maaf kepadanya, tapi dia belum juga mencabutnya." Ucap Ziko frustasi.

" Tapi kalian sekarang terlihat akrab seperti tidak ada masalah sama sekali." Ucap Dokter Diki lagi.

Ziko menjelaskan awal mula mereka bertemu dan berlanjut dengan kegiatan hari keduanya dengan Zira. Dan dia juga menjelaskan kalau waktunya hanya seminggu untuk bisa mengikuti kegiatan istrinya.

" Jangan putus asa, sebelum hakim ketuk palu untuk memutuskan perkara kalian, masih ada peluang untuk kamu mencari dan mencuri hatinya." Ucap dokter Diki menyemangati.

Dokter Diki dan suaminya berbicara serius, dan Zira hanya bisa melihat dari jauh. Dia tidak paham dengan apa yang di obrolkan dua orang yang berbeda profesi tersebut. Menurutnya dua orang tersebut sedang membicarakan hal mengenai rumah sakit. Tidak beberapa lama ponsel Zira berdering. Zira menjawab panggilan tersebut. Zira menjawab iya, kapan baik saya akan usahakan. Hanya itu yang keluar dari mulut imutnya.

Ziko juga mendapatkan panggilan. Dia juga menjawab panggilan tersebut dan sesekali melihat ke arah Zira. Panggilan terputus setelah Ziko mengucapkan kata terimakasih.

" Siapa?" Ucap Dokter Diki penasaran.

" Pengacara." Ucap Ziko cepat.

" Ada kabar apa? Apa Zira mencabut gugatannya?" Ucap dokter Diki ikut penasaran.

" Tidak, besok sidang pertama di mulai." Ucap Ziko melihat ke arah istrinya. Dari jauh mereka saling memandang. Mereka bisa mengartikan dari pandangan masing-masing tentang sidang tersebut akan di gelar besok pagi.

Ziko mengambil resep obat di apotek. Mereka berjalan menuju pintu loby. Sudah ada Kevin di depan pintu Loby. Sebelumnya Ziko sudah menghubungi Kevin. Pasangan suami istri itu duduk saling berdampingan. Mereka diam tidak berbicara satu sama lain. Kevin sampai heran dan berasumsi sendiri.

Apa selama di dalam mereka diam seperti ini.

Keheningan kembali tercipta, hanya suara kendaraan yang terdengar dari balik kaca mobil. Tidak ada percakapan sama sekali sepanjang perjalanan. Mereka berpikir dengan pikirannya masing-masing.

" Nona, eh Zira bagaimana hasil pemeriksaan kandungannya." Ucap Kevin menghilangkan keheningan tersebut. Zira tidak menjawab pertanyaan Kevin, dia mengajukan pertanyaan yang lain kepada suaminya.

" Apa kamu juga mendapat panggilan tentang jadwal sidang besok?" Ucap Zira pelan. Kevin menyimak, dia bisa menyimpulkan sendiri tentang keheningan yang tercipta di dalam mobil.

" Ya." Ucap Ziko tidak mau melihat ke arah istrinya. Dia sedang menyembunyikan air matanya yang sudah menetes di ujung matanya.

" Kita harus mempersiapkan diri mulai dari sekarang. Lambat laun perpisahan itu tetap akan terlaksana." Ucap Zira pelan.

Ziko menghapus air matanya. Dan berbalik ke arah istrinya.

" Zira kenapa kamu seperti ini. Apa kamu tidak bisa memaafkan aku?" Ucap Ziko pelan.

" Aku mohon terimalah maafku, aku mohon." Ucap Ziko sambil memegang kedua tangan istrinya.

" Aku sudah memaafkan dan melupakan penghinaan yang telah kamu berikan kepadaku. Tapi sidang tidak bisa di batalkan." Ucap Zira pelan.

" Zira aku mohon kepadamu, biarkan kita merawat dan membesarkan anak kita bersama-sama. Jangan kamu hukum aku dengan seperti ini. Aku sangat mencintaimu." Ucap Ziko banjir air mata.

Selama Kevin bekerja dengan Ziko baru sekali ini dia melihat air mata pria tersebut. Pria yang begitu sombong akan kekayaan dan kepintarannya. Pria yang begitu egois tidak mau mengalah dan hanya mau jadi pemenang. Tapi hari ini di hadapannya, pria tersebut mau merendahkan dirinya untuk mendapatkan cinta sejatinya.

" Maafkan aku, bila aku telah banyak mengukir luka di hatimu, maaf pula jika aku telah banyak meneteskan air mata yang keluar dari matamu. Yang kulakukan hanya bisa meminta maaf, bila aku tidak bisa memahamimu, memahami keinginanmu. Tapi yang perlu kamu ketahui, bahwa hanya engkaulah yang ingin ku jadikan satu-satunya teman sekaligus istriku selamanya, dan aku benar-benar menyayangimu." Ucap Ziko dengan suara bergetar sambil mengecup punggung tangan istrinya.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."