Chapter 186 episode 186

Kevin menganggukkan kepalanya, dia sudah paham apa saja yang harus di lakukan ketika menjadi suami kw.

" Dan satu lagi asisten Kevin, kalian tidak boleh satu rumah. Karena haram hukumnya kalo tanpa adanya ikatan tinggal satu rumah. Setiap malam kamu harus pulang ke rumah kamu sendiri. Aku harap kamu mengerti." Ucap Novi menjelaskan.

Kevin mengerti, memang di dalam agama di larang tinggal satu rumah kalo tidak ada ikatan.

Ziko menepuk tangan ke sebelahnya dengan mata tertutup. Dia masih tidak menyadari kalo Zira sudah pergi. Dia masih tetap menepuk sebelahnya, kebiasaannya pada saat tidur selalu menepuk atau menyentuh badan istrinya. Dilakukannya secara berulang tapi tidak ada sesuatu di sebelahnya hanya ada sebuah guling di sebelahnya.

Ziko membukakan matanya dan menyadari kalo Istrinya telah pergi. Dengan badan yang lemas dia pergi ke kamar mandi. Setelah mandi dia tertegun. Masih ingat di benaknya kalo Zira selalu menyiapkan pakaiannya. Tapi hari ini dia menyediakannya sendiri. Ziko membuka lemari sebelah, ada pakaian istrinya masih tersusun rapi. Pakaian yang ada di lemari Istrinya adalah pakaian yang di belikannya dari butik istrinya sendiri.

Ziko menatap lama dan mengelus pakaian itu. Dia masih mengingat kapan saja pakaian itu di kenakan istrinya. Bayang-bayang Zira tidak bisa lepas dari ingatannya. Semakin dia ingin melupakan semakin sulit dia melepaskannya.

Ziko melihat meja rias, masih banyak peralatan makeup istrinya. Semuanya masih tersusun sesuai dengan tempatnya.

Ziko duduk terkulai, dia merasa sebagian nyawanya hilang. Ketukan dari pintu membuat Ziko tersadar. Ziko membuka pintu kamarnya ada Pak Budi berada di depannya.

" Selamat siang tuan, maaf mengganggu istirahat anda dan nona Zira. Saya hanya mengingatkan sekarang sudah waktunya makan siang, tuan dan nona Zira belum makan sama sekali." Ucap Pak Budi khawatir. Pak Budi sebagai kepala pelayan harus mengontrol pola makan semua majikannya. Dia tidak mau kalo majikannya sakit.

" Baik Pak." Ucap Ziko berjalan mendahului Pak Budi. Pak Budi melirik ke dalam kamar melihat sekeliling kamar tapi tidak ada Zira di dalamnya. Pak Budi tidak berani bertanya, walaupun pertanyaan itu memutari isi kepalanya tapi dia tidak ada kuasa untuk bertanya karena dia adalah seorang pelayan.

Ziko duduk di kursi makan sambil melirik kursi yang selalu di tempati istrinya. Pak Budi meletakkan nasi dan lauk ke dalam piring tuannya. Memori itu kembali memutar isi kepalanya, biasanya kegiatan itu selalu di lakukan istrinya tapi mulai hari ini di lakukan kepala pelayan.

" Silahkan tuan." Ucap Pak Budi.

Ziko melihat sendok yang biasa di gunakan istrinya untuk menyuapinya. Ziko merasa stres dan melemparkan piringnya ke lantai. Ziko mengacak-acak meja makan dengan tangannya. Pak Budi hanya diam di tempat menyaksikan kemarahan tuannya. Pelayan yang lain hanya mengintip dari balik dinding dapur. Ada cairan berwarna merah mengenai telapak tangannya Ziko. Pak Budi langsung bergegas memberikan pertolongan pertama. Pak Budi mengambil tangan Ziko dan membersihkan luka itu.

" Maaf tuan lukanya terlalu dalam, luka ini tidak akan menutup kalo hanya dengan sebuah plester. Luka ini sepertinya harus di jahit." Ucap Pak Budi. Ziko tidak memberikan respon sama sekali. Dia tidak menyadari tangannya berdarah.

Pak Budi berlari ke pojok mengambil gagang telepon dan menekan nomor dokter Diki. Menurutnya dokter Diki yang bisa mengobati luka majikannya. Pak Budi menjelaskan kepada dokter Diki tentang luka yang ada di tangan majikannya. Pak Budi menuntun majikannya untuk duduk di ruang keluarga sampai dokter Diki datang.

Pak Budi kembali ke ruang makan memerintahkan pelayan untuk membersihkan kerusakan yang di timbulkan majikannya. Zelin yang baru masuk melihat banyak pecahan kaca berserakan di lantai. Membuatnya bertanya-tanya.

" Apa yang terjadi Pak." Ucap Zelin penasaran.

Pak Budi hanya meletakkan jari telunjuknya ke mulutnya memerintahkan nona muda untuk diam. Zelin melebarkan pandangannya sekeliling ruangan. Dia melihat ada kakaknya berada di ruang keluarga. Zelin ingin menghampirinya, tapi Pak Budi melarangnya.

" Jangan di tanya kenapa dan ada apa. Biarkan tenang dulu." Ucap Pak Budi. Pak Budi sudah mengenal karakter semua majikannya dan yang paling menonjol karakternya adalah Ziko. Ziko bisa melampiaskan kemarahannya pada siapapun. Dan Pak Budi tidak mau Zelin jadi bahan amukan dari kakaknya sendiri.

Zelin mencoba menerka-nerka apa yang terjadi. Dia berlari ke lantai atas untuk mengecek kakak iparnya. Tapi tidak ada siapapun di dalam situ.

Pasti telah terjadi sesuatu antara mereka berdua.

Zelin kembali berlari turun ke lantai bawah dan menuju ruang keluarga. Dari balik dinding dia mendengar ada suara seseorang yang dia kenal yaitu dokter Diki. Zelin mendengarkan percakapan mereka dari balik dinding.

" Kenapa tanganmu bisa seperti ini?" Ucap Dokter Diki sambil membersihkan luka dan menjahit luka tersebut. Ziko tidak menjawab pertanyaan temannya. Dia masih saja melamun.

" Mana Zira?" Ucap Dokter Diki sambil melihat sekeliling ruangan. Ziko yang tadi melamun mendengar ada orang menyebut nama Zira langsung emosi.

" Jangan pernah kamu sebut namanya di sini." Ucap Ziko teriak. Dokter Diki menjadi pelampiasan amukan darinya. Zelin yang mendengar langsung kaget dan berspekulasi sendiri masih tetap mendengarkan.

" Ko tenang kamu harus tenang." Ucap Dokter Diki menenangkan temannya. Dengan gampang dokter Diki menenangkan temannya karena dia dokter jadi dia tau cara menenangkan pasien baik melakukan pendekatan atau melakukan yang lainnya.

" Tarik nafas kamu dan hembuskan secara perlahan agar kamu bisa lebih tenang." Dokter Diki memperaktekannya kepada Ziko. Ziko tidak mengikutinya. Ziko malah terduduk di lantai sambil merapatkan kedua kaki di dadanya.

Dokter Diki duduk di sebelah temannya. Dia berusaha menenangkan temannya.

" Ceritakan kepadaku apa masalahmu." Sambil menatap ke arah Ziko.

Ziko masih diam dia tidak membuka mulutnya sama sekali.

" Baiklah kalo kamu tidak mau cerita aku tidak akan memaksa." Ucap Dokter Diki sambil berdiri dari posisi duduknya.

" Aku akan bercerai dengannya." Ucap Ziko pelan. Dokter Diki yang berdiri langsung duduk kembali dan menatap heran. Dia masih kurang percaya dengan pendengarannya. Zelin yang berada di balik dinding ikut kaget mendengar ucapan kakaknya.

" Ko Apa yang menyebabkan kamu melakukan seperti itu, apa masalahnya?" Ziko menceritakan semuanya dari awal sampai dia menyebutkan kata mandul kepada Zira. Dokter Diki ingin meluruskan masalah temannya tapi untuk hari ini dia bertindak sebagai pendengar saja, karena dia tau watak Ziko yang tidak bisa di bantah. Dia akan membicarakan hal ini setelah Ziko sudah bisa di ajak bicara.

Zelin yang mendengarkan pembicaraan kakaknya langsung berlari ke atas menuju kamarnya. Zelin menghubungi mamanya. Panggilan terhubung tapi tidak ada jawaban sama sekali. Zelin mengulanginya kembali tetapi tidak ada yang menjawab panggilan tersebut.

" Aduh di sana masih jam 5 subuh lagi." Gerutu Zelin sambil menepuk dahi dengan tangannya. Jarak antar Belanda dan tangan air sekitar 6 jam. Zelin mengirimkan sebuah chat kepada mamanya yang isinya.

Ma, cepat balik ke tanah air. Telah terjadi sesuatu antara Kak Ziko dan kak Zira.

Love you mam. (urgent)

" Like komen dan vote yang banyak ya terimakasih."