Chapter 174 episode 174

Flashback Off

Zira menceritakan semuanya tentang meninggalnya kedua orang tuanya. Semua di ceritakan Zira dari awal sampai akhir. Wanita tua tadi berteriak histeris tidak membayangkan susahnya kehidupan anak semata wayangnya. Begitu lama dia mendapatkan Azlan untuk hadir dalam kehidupannya begitu cepat juga Sang Pencipta memanggil anaknya.

Derai air mata terus mengalir membayangkan semuanya, penyesalan datangnya terlambat. Semua sudah menjadi kehendak sang pencipta.

" Sebelum nenek meninggal nenek berpesan untuk menyampaikan permintaan maaf almarhum kakek dan nenek." Ucap Zira pelan.

" Panggil saya eyang uti." Ucap Nyonya Aiza. Dia membawa Zira ke sebuah kamar yang cukup besar dari kamar yang tadi. Di dalam ada seorang pria tua terbaring di kasur.

Nyonya Aiza mengecup kening pria tersebut dan mengecup punggung tangan pria tersebut.

" Ucapkan salam kepada eyang Kakung." Nyonya Aiza memerintahkan Zira untuk menyapa suaminya.

Tuan Raka tidak percaya dengan pendengarannya. Nyonya Aiza menceritakan semua kisah almarhum anaknya. Derai air mata kembali mengalir dari bola mata pria tua itu. Tuan Raka merasa bersalah dengan kejadian semuanya. Di pikirannya seandainya dia tidak terlalu egois memandang status sosial seseorang pasti anaknya tidak akan mengalami hal-hal menyakitkan di luar sana.

" Eyang semua sudah menjadi kehendak Tuhan, kita hanya menjalankan garis takdir yang sudah di tetapkan." Zira berusaha untuk memberi semangat kepada orang tua Bapaknya. Awalnya dia ragu untuk mengakui kedua orang yang berada di depannya, tapi dia ingat akan pesan neneknya bahwa orang tua Bapaknya ada di kota A.

Nyonya Aiza memerintahkan seorang dokter untuk melakukan tes DNA kepada Zira. Setelah hasilnya positif kalo Zira adalah cucu kandung mereka berdua. Mereka langsung menyerahkan harta kekayaannya kepada Zira.

Rumah yang tadinya sepi, ketika Zira hadir rumah itu seperti hidup kembali. Apalagi Zira yang humoris membuat kedua eyangnya merasa senang.

Tuan Raka merasa hidup kembali, ketika tadinya banyak terbaring di kasur sekarng dia lebih semangat untuk duduk di kursi roda. Walaupun kakinya tidak bisa bergerak tapi dia semangat untuk menyenangkan cucunya.

Zira belajar secara kilat untuk meneruskan bisnis kakeknya. Zira belajar semuanya dari cara makan, cara berjalan cara berbicara dan cara berdandan. Zira di latih menjadi seorang bangsawan.

Semua kekayaan di serahkan kepadanya. Zira meneruskan bisnis kakeknya. Sebenarnya bisnis bukanlah bidang yang di gelutinya dia lebih suka di bidang fashion. Zira mengutarakan niatnya untuk menyalurkan bakatnya di dunia fashion yaitu sebagai desainer. Kedua eyangnya menyetujui idenya, mereka mau membantu usaha Zira agar cepat berkembang. Tapi Zira tidak ingin usahanya ada campur tangan eyangnya. Di pikirannya biarlah usahanya mengalir seperti air tanpa harus ada campur tangan orang penting. Biarlah orang menilai usahanya dari kerja kerasnya bukan dari kharisma Eyangnya.

Tidak berapa lama setelah itu, Tuan Raka meninggal dunia. Nyonya Aiza merasa terpukul dengan meninggal suaminya. Zira yang sudah sekuat karang dengan mudah bangkit dari kesedihan. Dia menjadi penyemangat untuk eyang utinya.

Zira dapat menjalankan bisnis keluarganya dengan sangat apik. Di rumah mewah itu Zira hanya tinggal berdua dengan eyang utinya. Ada beberapa pelayan yang tinggal dengan mereka dan sebagai tinggal di rumah belakang. Rumah belakang di tempati untuk para pekerja dan rumah depan di tempati oleh tuan rumah dan kepala pelayan dan orang-orang kepercayaan lainnya.

" Zira jika eyang sudah meninggal jual saya rumah ini, dan bangunlah desa orang tua kamu dengan uang hasil penjualan rumah ini." Nyonya Aiza merasa masih bersalah dengan semuanya. Dia ingin menebus dosa-dosa dengan memajukan desa kelahiran cucunya dan desa kelahiran ibunya.

" Zira membumilah kepada sesama jangan tunjukkan tingginya langit karena tingginya langit tidak akan pernah bisa di ukur." Ucapan Nyoya Aiza mempunyai makna yang begitu dalam.

Dari ucapan eyang utinya, dia bertekad untuk menutup jatidirinya. Karena dengan menutup jatidirinya dia bisa menilai seseorang yang tulus dengannya atau yang tidak tulus. Karena dengan kekayaan semua manusia akan buta. Lebih baik Zira menutup jatidirinya sampai waktu yang memungkinkan.

Kevin mengendarai mobil pelangi majikannya menuju masion. Zira berada di mobil Ziko, mereka sampai di mansion terlebih dahulu dari Kevin. Ziko membukakan pintu mobil untuk istrinya.

" Masuklah terlebih dahulu aku masih menunggu Kevin di sini." Ucap Ziko mengecup kening istrinya.

Zira menganggukkan kepalanya sambil berjalan ke dalam mansion. Ziko duduk di beranda depan sambil menunggu asistennya.

Zira masuk ke dalam kamar dan dari belakang dia kejutkan dengan adik iparnya.

" Kakak ipar." Ucap Zelin sambil memegang bahu kakak iparnya.

" Kamu mengagetkan saja." Ucap Zira membuka kamarnya.

Zelin ikut masuk dan langsung berbaring di kasur.

" Pasti mau curhat?" Ucap Zira sambil mengambil baju tidurnya dari dalam lemari.

" Hehehe kakak tau aja." Ucap Zelin manja. Zira hendak mandi tapi tangannya ditarik sama adik iparnya.

" Kakak jangan mandi dulu, waktuku enggak banyak nanti kalo kak Ziko masuk aku enggak akan bisa curhat lagi sama kakak." Ucap Zelin merengek.

" Baiklah." Ucap Zira pelan sambil menarik tangan adiknya. Zira membawa adiknya ke sofa.

" Ayo ceritakan." Ucap Zira memegang pangkal hidung Zelin.

" Aku pagi ini mengalami kecelakaan."

" Apa!" Zira kaget sambil melihat sekujur tubuh adik iparnya.

" Mana yang luka, mana yang sakit." Ucap Zira khawatir sambil memeriksa siku tangan dan punggung kepala Zelin.

" Idih kakak ini, khawatirnya melebihi mama deh." Ucap Zelin sambil memegang kedua tangan kakak iparnya.

" Dengarkan aku dulu. Aku memang mengalami kecelakaan tapi mobilku yang kena."

Zira mengelus dadanya lega.

" Kamu bukan menabrak orangkan?" Ucap Zira khawatir lagi.

" Enggak kak, aku yang di tabrak dari belakang sama seseorang." Ucapan Zelin menggantung.

" Hemm ganteng enggak cowoknya atau Kakek-kakek yang menabrak kamu." Goda Zira sambil menyenggol lengan Zelin dengan bahunya.

" Ih kakak tau aja, ganteng banget kak seperti artis gantengnya." Zelin memandang langit-langit kamar masih membayangkan wajah Koko.

" Terus ya udah langsung aja gebet." Ucap Zira cepat.

" Idih kakak, aku kan perempuan mana mungkin aku yang gebet duluan. Mau letak di mana nih muka." Ucap Zelin frustasi.

" Di sini, letak aja wajah kamu di sini." Goda Zira sambil menunjuk bokongnya.

" Idih kakak. Bantu aku napa?" Ucap Zelin manja.

" Ya udah kamu kenalkan saja pria itu dengan kakak." Ucap Zira tegas.

" Ye kalo aku kenalkan dia sama kakak nanti dia jadi suka sama kakak dong." Merengek.

" Iya juga ya, secara kakak mu ini cantik ya." Goda Zira lagi.

" Kak bantu aku agar dapat berkomunikasi lagi dengannya atau kalo bisa kasih ide biar kami bisa ketemu lagi tanpa sengaja." Memohon.

Zira memikirkan cara untuk membantu adiknya.

" Begini saja kamu ada no telepon dia enggak?"

Zelin menganggukkan kepalanya.

" Apa kamu sudah mengucapkan terimakasih kepadanya?" Zelin menggelengkan kepalanya.

" Nah itu caranya." Ucap Zira menyemangati Zelin.

" Apa aku harus menghubunginya sekarang?" Ucap Zelin bingung.

" Lah iyalah sekarang masa hari raya tuyul." Ucap Zira spontan.

Zelin mengambil ponselnya dari dalam sakunya. Dia menghubungi nomor Koko. Dalam sekejap panggilan terhubung.

" Ya halo." Ucap Koko dari ujung ponselnya.

" Halo Koko." Ucap Zelin pelan. Zira mendengar nama Koko di sebut langsung memutar kepalanya cepat.

Koko, apa Koko si gemulai yang menabrak Zelin atau Koko yang lain. Ah mana mungkin nama Koko di kota ini hanya satu bisa saja ada Koko yang lain.

Zelin mengucapkan terimakasih kepada Koko atas semuanya dan meminta maaf karena telah bersikap sombong kepadanya.

Koko merasa senang mendengar suara Zelin. Ada perasaan aneh ketika tiba-tiba Zelin bersikap ramah kepadanya. Tapi Koko merasa tidak masalah dengan perubahan sifat Zelin malah perubahan ini yang di tunggunya. Mereka mengakhiri percakapannya.

" Terimakasih kakak ipar atas idenya. Besok aku akan bertemu lagi dengannya." Ucap Zelin senang sambil mengecup pipi kakaknya dan pergi keluar kamar.

Ziko dan Kevin berbicara di beranda.

" Vin tiga hari lagi adalah satu tahun pernikahan kami, aku mau kamu membuat diner romantis untukku dan Zira." Ucap Ziko semangat.

Kevin menganggukkan kepalanya senang. Di pikirannya, dia akan mempersiapkan dinner romantis yang pernah ada. Dia sudah membayangkan kalo Ziko dan Zira akan menyatakan perasaannya. Itulah momen yang paling di tunggunya.

" Like komen dan vote yang banyak ya terimakasih."