Chapter 172 episode 172

Flashback off

Azlan dan Dzikra pergi meninggalkan rumah mewah itu. Mereka kembali ke desa dengan menggunakan bis. Azlan tidak mempunyai banyak uang di sakunya, dia pun hanya membawa satu baju yang di pakai di badannya.

Azlan menceritakan semuanya kepada ke dua orang tua Dzikra. Keluarga Dzikra tidak mempermasalahkan apapun, mereka senang dengan kehadiran Azlan di dalam rumahnya. Orang tua Dzikra mempersiapkan pernikahan mereka, pernikahan yang sederhana tanpa ada pesta sama sekali, karena Keluarga Dzikra memang tidak mampu jadi menurut mereka yang penting menghalalkan pernikahan anaknya.

Setelah hubungan Azlan dan Dzikra halal mereka numpang tinggal di rumah orang tua Dzikra. Azlan tidak membawa sertifikat sekolahnya sama sekali dan untuk di desa itu mata pencaharian di sana kebanyakan adalah petani. Azlan membiasakan diri ikut bertani dengan mertuanya. Karena hanya itu yang bisa di kerjakan di desa itu. Awal ikut bertani tangannya Azlan pecah- pecah dan sakit. Tapi lama kelamaan dia sudah bisa membiasakan diri. Dzikra yang dulu bekerja di perusahaan konveksi menyalurkan bakatnya dengan menerima jasa jahit pakaian di desanya. Dengan seperti itu dia dapat membantu kehidupan keluarganya. Azlan mencoba menyalurkan bakatnya sebagai guru les di desanya. Dia menerima jasa mengajar beberapa bahasa asing. Walaupun di bayar receh tapi dia tetap merasa bersyukur dengan semuanya.

Pada saat pernikahan mereka memasuki 6 bulan, Dzikra dinyatakan hamil. Dan itu merupakan sebuah anugerah yang terindah yang di turunkan Tuhan kepada mereka. Azlan bekerja serabutan dari bertani, mengajar les bahasa asing sampai menjadi kuli bangunan. Dia mengumpulkan pendapatan recehnya setiap hari, uang receh itu di kumpulkan untuk biaya istrinya melahirkan.

Tuan Raka dan Nona Aiza menjadi pribadi yang berbeda, dulunya rumah mewah itu selalu banyak canda tawa tapi setelah kepergian anak semata wayangnya, Nyonya Aiza bersikap dingin kepada suaminya. Nyonya Aiza tidak pernah setuju dengan perilaku suaminya kepada anaknya. Karena sikap suaminya lah yang telah memisahkan seorang ibu dengan anaknya.

Tuan Raka memerintahkan satu media yang menyatakan anaknya telah hilang. Tidak di sebutkan mengenai hilangnya Azlan. Tuan Raka sengaja melakukan itu agar para investor tidak menanyakan tentang keberadaan anaknya, karena sebelum Azlan di usir atau pergi dari kehidupan keluarga Amrin, yang menjalankan bisnis adalah Azlan.

Berita itu sengaja dibuat meledak dan dengan cepat juga dibuat menghilang.

Nyonya Aiza merasa kecewa dengan sikap suaminya yang menjelaskan kepada media tentang hilangnya anaknya. Hari-hari kehidupan rumah mewah itu seperti kuburan. Selalu terjadi pertengkaran antar kedua pasangan suami isteri itu. Pada suatu waktu Tuan Raka tiba-tiba jatuh karena kecapekan, dia di bawa ke rumah sakit dan di vonis dokter tekena stroke. Nyonya Aiza merasa bersalah sebagai istri karena tidak mengontrol makan suaminya. Nyonya Aiza lebih banyak keluar rumah untuk mencari anaknya.

" Maafkan mama, ini semua karena salah mama." Ucap Nyonya Aiza dengan derai air matanya sambil mengelus tangan suaminya.

" Papa yang minta maaf. Karena telah memisahkan seorang ibu dengan anaknya." Ucap tuan Raka dengan bicara sedikit susah. Tuan Raka tidak bisa berjalan lagi, kaki kiri dan tangan kirinya sudah tidak bisa bergerak lagi. Dia hanya bisa duduk di kursi roda atau terbaring di kasur.

" Carilah anak kita, aku ingin meminta maaf kepadanya." Derai air mata keluar dari bola mata pria yang sudah paruh baya itu, dia merasa bersalah dan ingin menebus semua kesalahannya.

Nyonya Aiza yang meneruskan bisnis keluarganya. Dia memerintahkan orang untuk mencari anaknya. Keberadaan anaknya seperti hilang di telan waktu. Tidak ada yang bisa menemukan keberadaannya.

Tepat sembilan bulan 10 hari, Dzikra melahirkan seorang bayi kecil yang berjenis kelamin perempuan. Mereka memberi nama untuk putri ciliknya Zira Kanaya Amrin. Walaupun dia sudah di anggap hilang oleh keluarga besarnya tapi Azlan tetap menyematkan nama Amrin di akhir nama anaknya.

Zira putri kecil yang cantik dan pintar setiap hari dia selalu di dengarkan kosa kata dalam berbagai bahasa oleh Bapaknya. Umur tiga tahun Zira sudah bisa berbicara dua bahasa walaupun belum sempurna cara penyampaian. Azlan selalu berkomunikasi dan anaknya menggunakan bahasa asing, dan dengan ibunya menggunakan bahasa Indonesia.

Umur lima tahun Zira sudah di ajarkan ilmu beladiri.

" Jangan kamu gunakan ilmu beladirimu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik, tapi gunakan ilmu beladiri ini jika kamu dalam keadaan terdesak."

Pesan yang selalu di ingatnya. Waktu kecilnya tidak banyak di habiskan di luar rumah, dia lebih suka membantu ibunya menjahit, sedikit banyaknya dia paham dengan cara menjahit.

Hari berganti hari bulan berganti bulan tahun berganti tahun Zira menjadi gadis yang cantik dan rupawan. Cantik wajahnya dan cantik hatinya. Dia didik menjadi anak yang tidak sombong dan di didik menjadi anak yang kuat.

" Jagalah liontin ini dengan baik, ini adalah kunci semuanya." Ucapan Bapaknya sambil memakaikan liotin di leher putrinya.

Bapak dan ibunya pergi ke pasar dengan menggunakan sepeda butut mereka. Pada saat di persimpangan jalan, sepeda yang di tumpangi Bapaknya ketabrak mobil. Ibunya tercampak jauh dan bapaknya terkena bagian depan mobil.

" Zira, Zira." Teriak salah satu tetangga memanggil namanya, pada saat itu dia sedang menjahit pakaian.

" Ada apa?" Ucap Zira heran.

" Bapak dan ibumu." Tetangga itu langsung menarik tangannya di ikuti kakek dan neneknya dari belakang. Zira berlari mengikuti tetangganya sampai kepersimpangan.

Di persimpangan jalan sudah banyak warga mengerumuni tempat kejadian itu. Zira terduduk lemas, derai air matanya mengalir deras. Orang tua yang sangat dia sayangi telah meninggal karena ketabrak mobil.

Zira teriak histeris dan pingsan. Pada saat terbangun rumahnya sudah banyak di penuhi dengan para pelayat. Zira nangis terisak-isak melihat badan kedua orangtuanya sudah kaku tak bernyawa. Para pelayat tak henti-hentinya memberikan semangat kepada Zira dan memberi doa kepada jenazah. Jenazah di bawa ke tempat pemakaman umum. Pada saat jenazah di masukkan ke dalam liang lahat, lagi-lagi Zira pingsan. Zira sudah tidak sadarkan diri, dia sadar ketika sudah berada di rumah.

Hari-harinya sepi tidak ada candaan dari orang tuanya. Dia banyak menghabiskan waktu di dalam kamar. Kakek dan neneknya memberikan semangat untuknya dengan memberikan kesibukan kepadanya.

Hari-harinya sibuk dengan banyak jahitan dan di sibukkan dengan mengajar bahasa asing menggantikan Bapaknya. Walaupun masih terus teringat dengan bayang-bayang wajah kedua orang tuanya, dia tetap bangkit dari keterpurukannya. Masih ada dua orang yang sangat menyayanginya yaitu kakek dan neneknya. Lama-lama Zira sudah bisa melupakan kematian kedua orangtuanya.

Jarak tiga bulan setelah kematian kedua orang tuanya, Zira di beri cobaan lagi dengan kematian kakeknya. Zira kembali terpuruk di rundung duka. Neneknya berduka dengan kematian suaminya. Zira yang tadinya terpuruk di rundung duka harus bangkit memberikan semangat untuk neneknya, sama halnya pada saat dia terpuruk yang memberikan semangat adalah kakek dan neneknya. Sekarang dia harus menjadi semangat untuk neneknya.

" Like komen dan vote yang banyak ya terimakasih."