Chapter 169 episode 169

" Aku tidak menyembunyikan apapun." Ucap Zira tetap merendah.

" Apa semua ini punya kamu?" Ziko menatap istrinya dengan hipotesisnya sendiri.

" Punya nenek ku." Ucap Zira santai tanpa perlu harus menjelaskan semuanya.

Ziko menoleh ke arah sekertarisnya, karena menurutnya yang harus di salahkan adalah Kevin.

" Bagaimana bisa, kamu sampai lengah menyelidiki masalah ini." Ucap Ziko berbisik.

Kevin juga tidak bisa menjelaskan, semuanya seperti cerita rekayasa. Kevin yang bingung langsung bergerak cepat untuk memecahkan misteri ini. Kevin membuka situs melalui ponselnya dan mencari informasi mengenai perumahan X dan mencocokkan data dengan dengan perumahan lainnya. Kevin terkejut setengah melihat tampilan layar ponselnya.

" Tuan coba lihat." Ucap Kevin menunjukkan ponselnya.

Ziko melihat layar ponsel asistennya, yang tertera nama pemilik properti perumahan X dan perumahan elite lainnya. Di layar tertulis Mahesa Rakarna Amrin. Ziko mengingat sesuatu pada saat mengucapkan ijab kabul, dia mengucapkan nama Zira Kanaya Amrin.

" Apa hubunganmu dengan Eyang Mahesa Rakarna Amrin." Ziko mengingat nama itu sejak dia kecil, nama keluarga itu pernah melegenda pada jamannya, bukan hanya karena kekayaannya tapi karena hilangnya anak semata wayang mereka. Cerita yang pernah menjadi makanan publik dan cerita yang hilang dengan sendirinya.

Zira masih diam, menurutnya biarlah teka teki ini menjadi misteri yang tidak harus di ungkapkannya. Ziko beranjak dari kursinya dan berdiri di samping kursi kerja istrinya sambil menatap Zira lekat, kedua tangannya memegang pinggiran kursi.

" Jawab aku? Apa kamu telah membohongi eyang Raka dengan mengaku sebagai cucunya." Ziko menatap tajam.

Zira tertawa kecil sambil membalas tatapan suaminya.

" Terserah kamu mau menganggap aku pencuri atau penipu." Dia tidak mau berdebat.

" Tuan sepertinya nona Zira adalah cucu dari Eyang Mahesa Rakarna Amrin." Ucap Kevin meyakinkan bosnya.

" Dari mana kamu bisa mendefinisikan seperti itu."

" Eyang Raka tidak mungkin langsung menyerahkan kekayaannya kepada sembarang orang, pasti beliau sudah mengecek terlebih dahulu tentang nona Zira."

Ucapan Kevin seperti membuka lebar isi kepalanya. Seorang keluarga Mahesa dengan kekayaannya tidak akan gampang memberikan hartanya kepada orang lain tanpa penyelidikan detail.

" Sudahlah tidak usah di bahas lagi, mau apa kalian ke sini?"

Ziko mengutarakan niatnya untuk membeli perumahan X.

" Maaf suamiku, sampai kapan pun perumahan ini tidak akan di jual." Hampir semua perumahan elite yang ada di kota itu punya kakeknya, dia tidak akan melepaskan semuanya karena hanya itu peninggalan dari kakek dan neneknya.

Ziko mau adu argumen dengan istrinya untuk membeli perumahan itu. Tapi Kevin menghalanginya.

" Tuan sebaiknya batalkan rencana anda, toh ini juga harta istri anda." Ucap Kevin meyakinkan. Setelah pemikiran yang panjang Ziko membatalkan niatnya untuk membeli perumahan X. Cuma masih ada yang mengganjal dalam benaknya.

" Kalo memang kamu benar cucu dari Eyang Raka, kenapa kamu tidak membatalkan saja rencana mama untuk menjodohkan kita." Ucap Ziko penasaran.

Zira tersenyum tipis.

" Aku memang ingin membatalkan rencana mama, tapi aku masih punya hati untuk tidak menyakiti perasaan orang tua walaupun yang paling tersakiti di sini adalah aku." Ucap Zira tegas.

Ziko hanya diam tidak berkomentar lagi. Memang yang paling tersakiti atas hubungan mereka adalah Zira. Kevin ikut berkomentar.

" Maaf nona kalo anda adalah cucu dari Eyang kenapa tidak ada bodyguard di samping anda? dan kenapa anda tinggal di apartemen?" Dua pertanyaan sekaligus yang diutarakan Kevin.

" Hahahaha, apa kamu lupa asisten Kevin. Aku kan pasukan Avengers belum lagi berguru sama Thanos jadi untuk apa aku butuh bodyguard." Ucap Zira tertawa lebar.

" Kalo untuk masalah tempat tinggal aku memang memilihnya sendiri." Zira tidak suka dengan kemewahan, dia lebih memilih tinggal di apartemen yang tidak terlalu besar. Untuk rumah mewah peninggalan kakek dan neneknya telah di jual dan uangnya di sumbangkan untuk membangun kampung ibunya semua wasiat dari kakek dan neneknya sebelum meninggal. Kampung yang jauh dari hingar bingar kebisingan, jauh dari kesan modern dan jauh hiruk pikuk keramaian. Kampung yang mempunyai sejuta kenangan di sana.

" Kalo tidak ada keperluan lagi aku mau kembali ke butik." Ucap Zira beranjak dari kursinya. Ziko dan Kevin mengikutinya dari belakang. Dua wanita yang berada di depan melihat bingung dengan keadaan semuanya. Mereka membuat praduganya sendiri tentang adanya hubungan antara satu sama lain.

Mereka sudah sampai di area parkir. Ziko melebarkan pandangannya ke sekeliling parkiran tapi tidak menemukan mobilnya dan supirnya.

Zira menekan remote yang ada di tangannya.

Tut Tut ada suara yang terdengar dari ujung parkiran. Sebuah mobil sport berwarna pelangi mengedipkan lampunya. Ziko dan Kevin tambah bingung dengan kejutan lainnya. Zira sudah berjalan menuju mobilnya. Diikuti Kevin dan Ziko dari belakang.

" Bukannya kamu tidak bisa membawa mobil." Ucap Ziko bingung.

Zira duduk di belakang setir kemudi.

" Hahaha suamiku aku memang enggak bisa membawa mobil tapi kalo untuk menyetir roda empat ini aku bisa." Ucap Zira tertawa lebar sambil menutup pintu mobilnya.

" Kenapa kamu berbohong kepadaku yang mengatakan kalo kamu tidak bisa mengendarai mobil." Ziko masih berdiri di samping mobil sport mewah itu.

" Suamiku itu jawaban yang gampang sekali, kalo aku mengendarai mobil pasti kamu akan mengecek detail tentang diriku." Ucap Zira sambil menyalakan mesin mobil.

Memang di awal Zira ada ketakutan saat mengendarai mobil, dia mempunyai trauma pada roda empat. Karena roda empat lah yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Untuk menghilangkan traumanya, kakek dan neneknya membawa ke psikiater untuk menghilangkan kenangan buruk yang telah menjadi momok menakutkan pada dirinya. Neneknya pernah berpesan kepadanya membumilah kepada sesama jangan menunjukkan tingginya langit karena tingginya langit tidak akan pernah bisa di ukur. Maksudnya dari ucapan neneknya bahwa sebagai manusia harus rendah hati tanpa harus menunjukkan kekayaannya karena semakin di ukur kekayaan seseorang maka tidak akan ada rasa puas. Jadi seperti itu sikap Zira yang selalu rendah hati tanpa harus mempublikasikan kekayaannya.

Kunci mobil yang sudah tergantung di tempatnya di ambil Ziko.

" Keluar dari mobil." Ucap Ziko membukakan pintu mobil istrinya.

" Mau apa?" Ucap Zira bingung. Ziko menarik tangan istrinya dan membawa mendekati mobilnya. Ziko mendudukkan istrinya di kursi depan sambil memasang safety belt pada istrinya.

" Tapi mobilku." Ucap Zira penasaran. Ziko sudah duduk di belakang setir.

" Biarkan Kevin yang membawa mobilmu." Ucap Ziko sambil menyalakan mesin mobilnya dan memberikan kunci mobil kepada Kevin. Kevin menerima kunci mobil itu dengan wajah yang di tekuk.

Kevin bukan tidak mau mengendarai mobil sport milik majikannya, tapi dia malu mengendarai mobil dengan warna pelangi. Menurutnya mobil itu terlalu ramai warnanya dan warna pelangi menurutnya warna untuk perempuan.

Sebelum mobil meluncur, Ziko membisikkan sesuatu kepada asistennya. Kevin menganggukkan kepalanya cepat. Zira hanya memperhatikan saja tapi tidak mendengar apa yang di bicarakan dua orang aneh di sampingnya.

" Like komen dan vote yang banyak ya terimakasih."