Chapter 138 episode 138

Walaupun kecewa tapi Vita tetap menerimanya dengan ikhlas. Dia tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk memiliki Ziko setelah dia sudah mengetahui kebenarannya. Vita memilih untuk pamit pulang. Ziko tidak menahannya sama sekali walaupun Ziko merasa senang dengan kehadiran teman kecilnya.

Ziko kembali kekamar untuk menanyakan hal-hal yang masih mengganjal dalam benaknya. Ziko mendapati Zira sedang bersandar pada head board. Ziko duduk di sebelah Zira dengan manja. Tapi Zira bersikap sangat dingin dia lebih memilih untuk pindah ke sofa.

" Kamu kenapa?" Gerutu Ziko.

Zira diam tanpa berkata-kata, dia malas untuk memulai perdebatan yang sangat membosankan. Ziko pindah ke sofa dia duduk di dekat Zira sambil memeluk Zira. Zira menepis tangan Ziko. Berkali-kali Ziko meletakkan tangannya di bahu Zira berkali-kali juga Zira melepaskan tangan Ziko.

" Apa salahku sampai kamu dingin seperti ini." Ucap Ziko kesal.

Zira lebih memilih memainkan ponselnya dari pada harus menjawab pertanyaan Ziko. Ziko kesal dia merampas ponsel Zira dan membantingnya ke lantai.

" Kenapa kamu membanting ponselku." Ucap Zira teriak.

" Aku yang seharusnya bertanya bukan kamu? Kenapa kamu mengacuhkan ku." Ucap Ziko teriak.

Emosi Zira sudah naik ke ubun-ubun. Jiwa berontaknya muncul kembali.

" Aku tanya sama kamu apa rasanya kalo kamu melihatku berpelukan dengan seorang pria lain bahkan memegang tangan pria itu." Ucap Zira memberi perumpamaan.

" Pasti aku marah besar sama kamu." Ucap Ziko cepat.

" Sudah tau jawabannya kan?" Ucap Zira santai sambil memungut ponselnya yang sudah rusak.

Ziko menelaah ucapan Zira tentang perumpamaan yang di buat Zira.

" Dan apa rasanya ketika bertemu dengan mantanmu?" Ucap Zira ketus.

Ziko mencerna ucapan Zira. Dia sudah mengerti permasalahan terjadi karena kehadiran Vita.

" Tunggu jelaskan padaku kenapa kamu menyebut kata mantan." Ucap Ziko sambil memegang tangan Zira. Ziko ingin Zira mengatakan penyebab masalahnya.

" Apalagi yang harus aku jelaskan, semua sudah aku ucapkan. Tinggal kamu yang menjelaskan padaku." Ucap Zira tegas sambil menepis tangan Ziko

Ziko diam seribu bahasa. Dia sedang memikirkan kenapa Zira bisa sangat marah dengan Vita.

"Sepulang dari sini aku akan mengurus perceraian kita." Ucap Zira cepat sambil berbaring di kasur. Dia menutup seluruh badan dan kepalanya dengan selimut. Ada rasa getir ketika Zira mengucapkan kata perceraian.

Ziko terkejut dengan ucapan Zira yang mengambil keputusan sepihak.

" Aku tidak akan menceraikan mu." Ucap Ziko teriak. Ziko menarik selimut Zira dengan kasar.

" Terserah aku tidak butuh persetujuan dari mu." Ucap Zira menatap tajam Ziko.

Ziko kesal dia memegang kepalanya berkali-kali.

" Bukannya kemaren kamu bilang waktu kita masih satu tahun tapi kenapa sekarang kamu bisa berubah seperti ini." Ucap Ziko marah.

Zira bangun dari posisi berbaringnya dan duduk di pinggir kasur.

" Semakin lama aku menunggu semakin banyak goresan-goresan luka di hatiku." Ucap Zira pelan.

Ziko merasa terpukul dengan ucapan Zira. Dia merasa telah banyak membuat luka di hati Zira. Luka itu timbul ketika awal di umumkan pertunangan mereka, Zira yang awalnya bebas mendapatkan sebuah tekanan dari keluarga Raharsya untuk menikah tanpa harus ada pertimbangan sedikitpun dari dirinya. Sekarang luka itu kembali muncul dan semua karena perbuatan Ziko.

" Aku tidak akan menceraikan mu, biarlah waktu berjalan dengan sendirinya tanpa harus kita menghentikannya." Ucap Ziko memeluk Zira.

Zira hanya tertunduk dia enggan untuk menatap wajah Ziko.

" Baiklah seperti waktu yang selalu berputar dan seperti itu juga komitmen yang harus kita buat." Ucap Zira cepat.

Ziko berdiri dengan kedua lutut di bawah kasur dan menatap Zira yang berada di pinggir kasur.

" Komitmen apa?" Ucap Ziko penasaran sambil memegang tangan Zira.

Zira mendesah sebentar sebelum memulai ucapannya.

" Sebagai suami istri setiap pasangan harus menghargai pasangannya. Jika salah satu pasangan tidak menghargai pasangannya maka perceraian di lakukan walaupun tanggal jatuh tempo belum sampai satu tahun." Ucap Zira tegas.

Ziko mengangguk setuju. Memang menikah harus mempunyai komitmen. Dan komitmen itu di bangun agar pondasi sebuah rumah tangga bisa semakin kuat.

" Hargai pasanganmu walaupun dia tidak di sisimu." Ucap Zira menyindir Ziko.

" Baik aku setuju." Ucap Ziko cepat.

Zira masih kurang yakin dengan komitmen yang di buatnya khususnya untuk Ziko. Ziko masih terlalu labil. Masih teringat jelas di pikirannya ketika Ziko menggandeng tangan Vita dan ketika mereka berdua berpelukan perasaan itu masih sangat perih di hati Zira. Tapi Zira berusaha untuk menata kembali rumah tangga agar bisa kembali sediakala. Walaupun belum ada cinta di hati Ziko, tapi Zira yakin dengan kekuatan cintanya dia akan mendapatkan cinta Ziko.

Zira membaringkan tubuhnya di kasur dan Ziko ikut tidur di sebelahnya. Ziko memeluk Zira erat. Tidak ada perdebatan tidak ada perkelahian di atas kasur mereka hanya tidur saling memeluk satu sama lain. Biarlah pelukan itu menjadi pengikat agar ikatan yang terjalin di antara mereka semakin kuat.

Sang surya sudah kembali menunjukkan kemilaunya. Cahaya begitu indah untuk di nikmati. Pantulan cahayanya masuk ke dalam celah jendela membangunkan semua manusia di bumi ini. Zira dan Ziko bersiap-siap untuk kembali ke tanah air. Mereka turun menuju meja makan. Semua keluarga sudah berkumpul di meja makan. Mereka menikmati makanan yang telah di siapkan oleh koki terbaik. Ziko dan Zira pamit untuk pulang ke tanah air. Ada rasa berat dari seorang Ibu untuk melepaskan kepergian anaknya. Nyonya Amel memeluk lengan Ziko mengantarkan Ziko sampai depan pintu. Walaupun anaknya sudah tumbuh dewasa seorang Ibu tetap menganggap anaknya seperti anak kecil. Berkali-kali Nyonya Amel mengelus rambut Ziko layaknya seperti anak kecil. Zira merasa senang melihat sikap keibuan yang di tampilkan dari mertuanya.

Di luar pintu telah berdiri seorang wanita yang tidak lain adalah Vita. Vita sudah mengetahui tentang kepulangan Ziko ketanah air. Dia ingin memberikan ucapan selamat tinggal untuk Ziko. Vita menyalami Ziko dan memeluk Ziko dengan lembut. Semua keluarga menyaksikan itu tapi karena di luar negeri mungkin hal itu merupakan hal yang lumrah. Tapi tidak dengan Zira, dia sudah mulai bermuka masam. Ziko melirik Zira ketika dia dipeluk Vita. Dengan cepat Ziko melepaskan pelukan Vita karena wajah Zira sudah masam.

" Zira aku mau bicara." Ucap Vita pelan.

Keluarga mempersilahkan mereka untuk mengobrol lebih jauh dari tempat posisi mereka berdiri.

" Maafkan aku telah pernah masuk ke dalam bagian dari hati Ziko. Dan maafkan aku jika aku masih mencintainya." Ucap Vita pelan.

Vita berani berkata jujur tentang perasaannya kepada Zira. Zira merasa kaget mendengar ucapan Vita.

" Aku tau tidak seharusnya aku mencintai milik orang lain. Tapi izinkan aku tetap mencintainya di dalam hatiku yang paling dalam." Ucap Vita pelan sambil tertunduk.

Zira merasa kasihan mendengar pengakuan Vita. Mencintai milik seseorang yang tidak bisa dimiliki sama sakitnya dengan mencintai dalam diam.

" Like komen dan vote yang banyak ya jangan lupa Votenya, terimakasih."