Chapter 106 - 106.Resepsi Pernikahan bag 3

Silvia yang mendengar pembicaraan mereka hanya terdiam, dia yang tidak mengetahui hal lain tentang Ludius dan hanya bisa berfikir bahwa wanita itu adalah orang yang pernah memberikan sebuah hubungan pasti pada Ludius dimasa lalu.

"Ludius..  lanjutkan saja pembicaraan kalian, aku akan pergi sebentar ". Kata Silvia lirih.

Ludius yang menyadari Silvia pergi dengan wajah kecewa mencoba mengejarnya. "Silvia.. Tunggu! Jangan, pergi ". Panggil Ludius.  Silvia yang sudah jauh dari jangkauan Ludius tidak menghentikan langkahnya dan berjalan tanpa berpaling.

"Tidak.. Ini terlalu berbahaya bagi Silvia jika dia pergi sendirian di saat seperti ini". Gumam Ludius. Dia kehilangan jejak Silvia diantara banyaknya tamu yang hadir.

"Mengapa wanita itu datang disaat yang tidak tepat!. Dan betapa bodohnya aku membiarkan Silvia sendiri dan mendengarkan semua percakapan yang belum waktunya dia dengar. Ini benar-benar di luar kendali. Sekarang, aku harus mencari Silvia. Aku takut dia akan dalam bahaya jika sampai ada yang menemukannya".

Ludius segera menelfon LongShang untuk mencari dimana keberadaan Silvia.

[ "LongShang, bukankah kamu sudah menyisipkan alat pelacak di Gaun Silvia?. Aku Perintahkan kamu untuk melacak keberadaannya sekarang juga. Dia pergi dan aku kehilangan jejaknya". ]

[ "Ya, aku memang sudah menyisipkan alat pelacaknya. Tunggulah aku beberapa menit, aku akan segera memberitahumu. Sekarang, apalagi yang kamu perbuat hingga Silvia pergi tanpa memberitahumu?. Dasar kamu memang majikan yang menyusahkan ". ]

Telefon terputus, Ludius segera keluar mencari keberadaan Silvia dan meninggalkan Ruang resepsi.

Tidak ada hal yang selalu baik ataupun selalu jahat didunia ini. Kemarahan dan kekecewaan selalu singgah kapanpun dan dimanapun manusia berada. Mungkin itu yang disebut sebagai sifat manusia. Tapi walau seperti itu, Ludius merasa bersalah karena telah mengecewakan orang yang dia cintai dihari bahagia mereka.

***

Silvia yang pergi menghindari Ludius terus berjalan masuk kedalam gedung hingga dia tidak menyadari telah masuk terlalu dalam. Air mata yang tumpah begitu saja menemani kesendirian Silvia yang berada di tempat sunyi.

"Payah sekali aku ini.. Mengapa aku harus pergi dan menangis?. Sekarang Dimana aku? Apa aku lagi-lagi tersesat? Ya Tuhan.. Mengapa Engkau menguji ku seperti ini.. Mencoba menghindar dari mereka di hari pernikahanku sendiri dan berakhir tersesat?!. Ini bukan lelucon lagi, aku harus cepat mencari jalan keluar".

Silvia terus berjalan sambil mencoba mengingat kembali arah dari arah mana dia masuk. Entah mengapa perasaan Silvia mengatakan kalau ada seseorang yang membuntuti nya.

"Siapa disana?". Panggil Silvia.

"Gedung semegah ini, mengapa begitu sepi? Ludius selalu saja membawaku ketempat yang aneh dan berbahaya. Dan sekarang.. aku harus meminta pertolongan pada siapa?! ". Gerutu Silvia.

Dari arah belakang ada yang menepuk pundaknya. "Silvia, mengapa kamu bisa sampai disini?".

"Arrrgh… ". Silvia kaget tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. "LiThian.. Aku sedang mencari toilet dan tersesat. Kamu sendiri Bagaimana bisa sampai disini?! ".

LiThian memperhatikan raut wajah Silvia yang terlihat sedih. Bekas air mata Silvia yang membasahi wajahnya pun masih meninggalkan bekas.

"Silvia.. Untuk yang waktu itu, maafkan aku. Aku bersikap diluar kendali dan justru melukaimu". Kata LiThian dengan wajah menunduk.

"Tidak perlu dipikirkan, aku percaya kamu bukan pria yang seperti itu". Silvia yang merasa di perhatikan memalingkan wajahnya agar LiThian tidak menyadari apa yang telah terjadi padanya.

"Silvia, mengapa kamu menangis di saat hari bahagiamu?".

"Bukan apa-apa, aku hanya terlalu bahagia hingga meneteskan air mata". Kata Silvia dengan sedikit senyuman yang dipaksakan.

"Kamu tidak pandai berbohong atau aku yang terlalu mudah untuk menebaknya. Sebenarnya apa yang membuatmu menangis, kamu menganggap ku teman dan Kakak kan?. Setidaknya berbagilah denganku Silvia. Menangislah jika kamu ingin menangis, aku akan selalu ada disini untuk mendengarkannya". Kata LiThian dengan terus menatap Silvia.

"Kakak.. Apa aku bisa memanggilmu Kakak?". Tanya Silvia lirih.

"Tentu saja, kamu adalah adik tercengeng dan manja yang pernah ada". LiThian memberanikan diri memeluk Silvia.

"Aku selalu ingin mempunyai Kakak untuk memelukku seperti ini. Tapi setiap mereka datang, dengan sendirinya mereka pergi tanpa berkata apapun. Apa aku yang seperti ini masih terlalu manja dan belum pantas untuk melihat dan menghadapi sebuah masalah?". Tanya Silvia tiba-tiba.

"Silvia.. Apapun yang orang lain fikirkan tentang dirimu. Tapi menurutku kamu adalah sosok wanita pemberani yang selalu tegar dan melangkah maju dengan apapun rintangan yang menghalangi. Seharusnya kamu lebih percaya pada dirimu sendiri. Yakinlah bahwa kamu pantas mendapatkan apa yang kamu perjuangkan". Perkataan LiThian yang lembut membuat Silvia sedikit lebih tenang.

" Mungkin kamu benar, aku terlalu takut dan tidak percaya diri dengan apa yang sudah aku perjuangkan. Terima kasih Kak.. Kamu sudah merelakan jasmu basah dan kotor karena air mataku".

Dari kejauhan Ludius yang sedang mencari Silvia melihatnya sedang bersama LiThian. Ingin sekali Ludius menghampiri mereka dan membawa Silvia pergi, namun dia urungkan.

"Sayang.. Melihatmu dalam pelukan orang lain itu sangat menyakitkan. Tapi..  Saat ini Jika bersama LiThian bisa membuatmu tenang, Aku akan menunggu disini dan memberikan waktu untukmu menenangkan diri walau dalam pelukan orang lain". Gumam Ludius yang sedang memperhatikan dan mereka dari jauh.

Disaat Ludius memperhatikan mereka dari jauh, terlihat ada seseorang yang mencurigakan sedang mengintai kearah Silvia dan LiThian.