Chapter 80 - 80.

"Kakak kurang tahu kapan harta itu dimiliki oleh keluarga Lu. Tapi dari yang pernah Kakak dengar, harta itu berupa senjata Nuklir yang pernah diciptakan oleh pendahulu Keluarga Lu. Dan alasan  mengapa senjata itu di simpan adalah karena senjata itu tergolong langka dan berbahaya. Jika sampai jatuh ke tangan orang yang salah maka bisa jadi Negara China ini menjadi sebuah lautan mayat dalam sekejap".

Silvia tercengang mendengar penuturan Lian, "Apakah seberbahaya itu, sampai bisa membuat sebuah negara hancur dalam sekejap?".

"Itulah yang di katakan Ayah sebelum akhirnya tewas. Ini berawal ketika ketua organisasi Black Rose Ayah dari Jonathan Nero mengetahui rahasia itu dari seseorang. Dia mengancam Orang tua kita untuk mengatakan yang sebenarnya mengenai harta berharga itu. Demi tetap  menjaga harta berbahaya tetap aman, Orang tua kita menolak.  Ketua Black Rose mengancam akan melimpahkan tuduhan pada Keluarga kita jika Ayah tetap bungkam. Pada masa itu Organisasi Black Rose sangat ditentang oleh Organisasi lain karena kelicikannya. Dan disaat Organisasi lain membuat Serikat untuk menggulingkan Black Rose tuduhan itu di limpahkan kepada Ayah kita. Itulah awal dari tragedi pembantaian".

Silvia dan Ludius tidak menyangka bahwa kejadian yang membuat keluarga Lu hancur hanya karena ambisi seorang Nero. Ludius yang mendengar semakin geram, dia mengepalkan kedua tangannya menahan amarah.

"Jadi selama ini aku terus tertipu dengan permainannya..!".

"Ludius tenanglah..!". Kata Silvia menenangkan.

"Lalu apa Kakak tahu siapa pemimpin Organisasi Black Emperor? Aku dengar dia pemasok terbesar senjata dan obat terlarang di kota Shanghai ini". Tanya Ludius. Dia memastikan tentang asumsinya.

"Dia adalah Jonathan Nero.  Setelah Organisasi Black Rose bubar, Nero tidak lama mendirikan Black Emperor yang dipimpin oleh Jonathan yang kini menguasai sebagian besar pasar dunia bawah. Maka dari itu sampai saat ini dia masih mengincar Senjata Nuklir itu".

Pertanyaan terakhir yang ingin Ludius tanyakan adalah dimana letak persembunyian senjata itu.  Namun terpotong dengan suara ketukan pintu.

Tok.. Tok.. Tok..

"Sepertinya pembicaraan kita selesaikan sampai disini. Ada seseorang yang datang". Kata Lian yang masih terduduk di kursi roda.

"Biar aku saja yang membuka". Silvia berjalan kearah pintu, dan terlihat salah satu anggota Naga Imperial menghadap.

"Tuan Lu, ada berita penting dari Ketua LongShang.  Tengah malam tadi disaat kita melakukan penyerbuan ke Kawasan musuh,  kediaman Lu di serang oleh sekelompok orang tak dikenal. Dan menjadikan Ibu Yuliana sebagai Sandra".

Silvia seketika syok mendengar ibunya tengah di Sandra oleh seseorang. Dia langsung mendekat kearah orang yang memberi kabar dengan penuh amarah Silvia menarik kerahnya.  "Katakan..! Bagaimana bisa ibuku disandera? Bukankah rumah selalu dijaga ketat oleh kalian?". Tanya Silvia penuh emosi.

Melihat Silvia yang begitu syok dan tidak terkontrol Ludius beranjak dari tempatnya dan berjalan dengan menahan luka. "Tenang Silvia, Ibumu pasti Baik-baik saja". Ludius langsung memeluk Silvia.

"Bagaimana aku bisa tenang, dia satu-satunya yang aku punya didunia ini". Kata Silvia lirih dengan suara terisak.

Ludius yang menahan kebencian dan dendam selama bertahun-tahun mendengar siapa yang membunuh kedua orang tuanya dan membuat ulah seketika berubah.

"ini pasti ulah Jonathan..! ". Gumam Ludius.    "Katakan pada LongShang segera mengumpulkan seluruh anggota untuk bersiap dengan kemungkinan buruk yang terjadi. Aku yang akan memimpin untuk datang menemui Jonathan". Perintah Ludius tegas.

Dengan cepat suasana berubah mencekam. Tatapan iblis yang tidak pernah Silvia lihat kini tampak jelas di mata Ludius. Tatapan itu membuka memori lama yang hilang di fikiran Silvia. Seketika terlintas gambaran-gambaran yang pernah dia alami sebelum hilang ingatan.

Rasa sakit yang Ludius rasakan seketika seakan menghilang dengan kembalinya sifat dirinya yang dulu.  Dia langsung mengambil kemeja dan jasanya.

"Aku akan pergi, kamu tetaplah disini..! ". Kata Ludius dingin tanpa melihat kearah Silvia.  Dia langsung pergi tanpa memperdulikan Silvia.

'Tatapan ini..  Apakah dia kembali ke dirinya yang dulu? Tidak..  Aku tidak ingin kehilangan Ludius yang sekarang'. Batin Silvia.

"Ludius jangan pergi ..  Sadarlah..!". Teriak Silvia yang melihat Ludius pergi begitu saja diikuti pembawa pesan.

Silvia langsung menghampiri Kakak Lian "Kak Lian, aku mohon.. Cegah Ludius. Jika dia kembali menjadi dirinya yang dulu, bahkan akupun tidak bisa mencegahnya. Dia sangat ambisius, dulu bahkan aku hampir dibunuh olehnya". Terang Silvia.

"Apakah sejauh itu Ludius masih menyimpan dendamnya begitu dalam?. Kalau seperti itu Lebih baik kita segera menyusulnya".  Lian beranjak dari kursi rodanya dan berjalan cepat diikuti Silvia.

Silvia semakin khawatir dengan apa yang akan di lakukan Ludius jika dia sudah marah dalam arti sebenarnya. Silvia mencoba menghubungi LongShang untuk mengetahui kondisi saat ini

???? "LongShang, bagaimana keadaan saat ini? Cepat hubungi aku jika kamu tahu dimana Ludius berada. Dia saat ini sedang benar-benar marah dan hampir kehilangan kendali. Aku hanya khawatir dia tumbang karena baru saja selesai melakukan operasi besar".

???? "Baik, Aku pasti akan menjaganya. Aku tahu jika dia sudah marah sulit untuk orang lain mengendalikannya".

Silvia menutup telepon, dia bergegas menuju mobil yang dia bawa untuk segera menemui LongShang mencari keberadaan Ludius.

Di perjalanan Silvia mencoba menelfon Ludius tapi justru tidak dapat dihubungi.

"Silvia, Maafkan aku yang terus merepotkanmu dengan sikap adik Lu. Dia seperti ini karena salah kami yang meninggalkannya seorang diri di panti asuhan tanpa alasan yang jelas". Kata Lian

"Jangan seperti itu Kak, aku sudah melihat sisi lain Ludius. Dia sebenarnya sangat menyayangi kalian dan mungkin balas dendam lah dia menyatakan bentuk kasih sayangnya pada kalian. Walau tahu itu salah, tapi aku belum bisa mencegahnya sampai saat ini".

"Adik Lu sangat beruntung memiliki wanita sepertimu disisinya.  Setidaknya dia tidak menanggung luka dan bebannya seorang diri".