Chapter 79 - 79.

Ludius yang terkenal kejam dan dingin harus bertekuk lutut dihadapan Silvia dan Lian.  Mereka secara kompak membuat Ludius tidak bisa mengeluarkan kesombongan dan angkuhnya.

"Silvia, dulu saat Ludius masih sekitar 5 tahun, Dia adalah seorang pria yang sangat imut dan manja.  Pernah pada suatu ketika Ludius merengek meminta di antar ke sebuah toko hewan peliharaan. Karena dia meminta dengan manja akhirnya Ibu dan aku membawanya ke sebuah toko hewan peliharaan. Hewan yang pertama kali dia lihat dan langsung jatuh hati adalah Kelinci.  Setelah membawanya pulang dan merawatnya beberapa hari, kelinci itu tiba-tiba mati.  Lalu Ludius berkata : Kakak.. Kenapa Kelinci nya tidak bergerak, apakah dia marah kepadaku karena aku meninggalkannya hari ini?. Ludius mulai terisak dan menangis dengan wajah cengengnya. Ibu yang melihat dari kejauhan langsung menghampiri  Ludius dan berkata : Ludius sayang, kamu memang anak yang baik. kamu tahu..  Hidup setiap makhluk itu berbeda-beda, mungkin.. Dengan kelinci itu mati dia justru lebih mendapat kebebasan. Karena dia kan sudah sakit sejak sebelum kamu merawatnya.  Percayalah dia pasti akan senang jika melihatmu menangis untuknya. Itu berarti kamu sangat menyayanginya". Lian menceritakan panjang lebar sedikit masa kecil Ludius yang membuatnya menutup wajah karena malu.

"Berhenti membicarakan ku Kak..! ". Cegah Ludius dengan wajah memerah.

Silvia yang melihat tingkah mengemaskan Ludius dan mendengar sisi lain tentangnya membuat kekaguman Silvia bertambah.

"Tuan mesum, apa yang kamu khawatirkan, Apa kamu merasa malu dengan masa Kecilmu?. Bukankah masa kecil juga termasuk dengan kenangan indah bersama keluargamu, mengapa harus malu?". Kata Silvia dengan senyuman.

"Jangan menghibur ku, itu hanya sebuah masa lalu..!". Jawab Ludius dingin.

Melihat raut wajah tidak bersahabat dari Ludius, Silvia langsung memeluknya.  "Jangan menyembunyikan kerinduanmu hanya karena gengsi atau malu.  Tidak ada orang yang akan menertawakan hal indah di masa kecil. Anggap saja itu bonus karena masih bisa merasakan kehangatan orang tua. Di luar sana masih banyak bayi yang dibuang orang tuanya dan hidup tanpa kasih sayang".

Lian yang melihat hubungan Silvia dan Ludius sangat erat membuatnya bersyukur, setidaknya masih ada orang yang bisa terus mengawasi adiknya yang temperamen dan labil itu.

"Ekhem.. Maaf, disini masih ada aku lho.. ". Sindir Lian.

Perkataan Lian menyadarkan Silvia dengan apa yang dia perbuat, dengan cepatnya Silvia melepas pelukannya dengan perasaan malu.

"Syukurlah, masih ada yang mau mencintai adikku yang mesum ini. Aku kira dia akan terus terjerat dengan masa lalu dan tidak akan pernah melangkah maju.  Aku jadi merasa tenang".

"Kak Lian, apa Kakak sudah baikan?  Kenapa Kakak meninggalkan ruangan Kakak?". Tanya Ludius.

"Ah..  Itu..  Kakak hanya ingin mengetahui keadaan adikku yang manja ini.  Siapa tahu dia butuh sedikit jahilan dari Kakaknya agar cepat bangun. Hehehe..". Jawab Lian dengan terkekeh.

"Kalian..! Berhenti membullyku. Apa seperti ini caramu membalas dendam sayang?" tatapan mematikan Ludius langsung membuat gula kuduk Silvia berdiri.

"Tuan Mesum, Mana berani aku membullymu.. Aku hanya mengiyakan sedikit fakta tentangmu. Lagi pula, Tuan Ludius yang terhormat ini.. Sejak kapan menjadi penakut hanya karena di Bully?". Ledek Silvia.

"Sayang.. Apa kamu tidak takut aku mangsa malam ini juga?". Bisik Ludius di telinga Silvia.

"Hei.. Apa kamu masih berani melakukan itu?. Baik.. Aku terima tantanganmu, jika kamu berani membawaku ke ranjangmu maka aku akan mengabulkan satu permintaanmu". Tantang Silvia.

"Apa kamu yakin menantang ku Sayang? Apa kamu tidak tahu kalah dariku?". Bisik Ludius

Silvia langsung melihat kearah Lian dengan tatapan memelas.

"Kak Lian, lihatlah adikmu yang mesum ini.. Dia masuk menggoda ku".

"Adik Lu.. Kamu baru saja melewati masa kritis sudah bisa menggoda calon adik ipar? Apa kamu punya nyali untuk berhadapan denganku?". Kata Lian membela Silvia.

Ludius seakan terpojok dengan rencana mereka. "Tentu saja aku berani.. Di dunia ini tidak ada yang bisa menghalangi Ludius Lu untuk mendapatkan apa yang dia inginkan".

Disaat Lian berbicara dia baru menyadari cincin mendiang ibu mereka sudah berada di jari manis Silvia.

"Ludius, ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian". Tiba-tiba raut wajah Lian berubah menjadi dingin dan serius. Lian bahkan menutup pintu dan jendela rapat-rapat.

"Apa yang ingin Kakak katakan hingga harus menutup semua celah? Apakah ini hal yang penting? ". Tanya Ludius yang mulai serius.

"Dengar Ludius, ini menyangkut rahasia yang hanya diketahui oleh Ayah Ibu dan Kakak.  Ini juga yang menjadi alasan mengapa Ayah ibu di bantai dan Kakak di sekap.  Sebenarnya mereka melakukan itu karena mengincar harta karun dari Keluarga Lu.  Dan kunci untuk tuk membuka harta itu tersembunyi di cincin milik mendiang Ibu yang dipakai oleh Silvia saat ini".

Sontak Silvia dan Ludius kaget mendengar apa yang dikatakan Lian barusan.

"Harta Karun? Bagaimana bisa aku tidak tahu?".

"Itu adalah rahasia turun temurun yang diwariskan hanya pada keluarga Lu yang terpilih. Dan orang tua kitalah yang mendapat mandat untuk menjaga nya".

"Lalu.. Apa ini ada hubungannya dengan mengapa Nathan Mengirim Kakak Silvia Kak Chang untuk menjadi mata-mata?. Memang sebenarnya harta karun seperti apa yang Nathan cari? ".