Chapter 285: Menagih Janji

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Timmy membentur lantai dengan keras, sedangkan mata mahasiswa-mahasiswa lainnya sudah terbelalak melihat berandalan sekolah mereka terlempar begitu mudah.

Polisi kerempeng itu ternyata sekuat itu? Memangnya orang bisa mengangkat dan melempar orang dengan satu tangan?

Di saat yang lain masih terkejut, Randika menghela napas. Sepertinya dia sedikit keterlaluan melempar bocah itu. Tetapi salahnya dia tidak mau bekerja sama dengan dirinya, jadi jangan salahkan dirinya ketika dia memakai sedikit kekerasan.

Sedangkan janjinya pada Deviana sebelumnya, sepertinya dia harus membuat suatu alasan yang cukup bagus. Lagipula, Deviana tidak ada di tempat ini jadi Deviana hanya bisa percaya dengan apa yang diceritakannya.

Melihat Randika yang berjalan menghampiri Timmy, si ketua kelas mendadak berdiri dan berkata pada Randika. "Jika kau benar-benar polisi, kau tidak bisa menyakiti orang tanpa alasan yang jelas."

Randika tidak menjawab, mahasiswa yang lain mulai mendukung si ketua kelas. "Benar! Jangan mentang-mentang punya kuasa kau bisa bertindak seenaknya."

Randika menghela napasnya dan tetap berjalan menuju Timmy. Timmy berusaha berdiri dan kabur tetapi dia berhasil ditangkap sebelum bisa melakukannya.

"Lepaskan aku!" Kata Timmy dengan wajah dingin.

"Melepasmu?" Randika tertawa, di tangan kanannya sudah terdapat kalung emas.

"Ini barang yang kau curi tadi pagi? Sekarang aku sudah mempunyai buktinya, kau tidak bisa mengelak lagi." Kata Randika.

Ketika orang-orang masih sibuk berkomentar, mereka semua melihat kalung emas yang dipegang oleh Randika. Sekarang mereka percaya bahwa Timmy adalah seorang pencuri.

"Gila, Timmy sekarang berani mencuri?"

"Sepertinya takdir berandalan memang menjadi penjahat."

"Sssttt jangan sampai kedengaran, bisa-bisa kita terlibat nanti."

Sedangkan Timmy masih berusaha melepaskan diri dan meronta-ronta. "Kalung? Buktimu hanya kalung itu? Kau tidak bisa membuktikan bahwa aku mencuri kalung itu, jangan menjebak orang yang tidak bersalah!"

"Kalau kau tidak salah berarti kau tidak perlu takut." Randika menggelengkan kepalanya. Sepertinya selama dia masih bernapas, bocah ini akan terus melawan.

Melihat fokus Randika teralihkan, Timmy segera melepaskan diri dan berlari keluar dari ruangan kelas. Namun, kakinya yang berlari itu tiba-tiba tertangkap dan dia terlempar lagi. Benturan yang keras membuatnya kesakitan.

"Kamu memiliki hak untuk tetap diam dan apa pun yang kau katakan dapat digunakan di pengadilan. Kau memiliki hak untuk berbicara dengan pengacara untuk meminta nasihat sebelum kami mengajukan pertanyaan apa pun kepadamu. Kau memiliki hak untuk didampingi pengacara selama interogasi. Jika tidak mampu menyewa pengacara, seseorang akan ditunjuk untukmu sebelum kau ditanyai jika mau." Kata Randika sambil memborgol Timmy. Akhirnya kata-kata yang dia hafalkan dari film bisa dia pakai, ternyata menjadi polisi asyik juga!

Semuanya sudah berdiskusi satu sama lain ketika Randika dan Timmy berjalan keluar dari ruangan. Tiba-tiba, Randika menoleh ke belakang dan berkata sambil tersenyum. "Tolong jangan berbuat kejahatan, kalian pasti tidak ingin bernasib sama dengan temanmu ini."

Ketika Randika menutup pintu, seisi ruangan menjadi heboh. Semua murid meluapkan pendapat mereka masing-masing. Kejadian ini benar-benar terlalu mendadak, mereka tidak menyangka bahwa salah satu dari mereka adalah penjahat.

Kejadian ini langsung mereka laporkan pada pihak sekolah.

Dengan tangan diborgol di belakang, Timmy berjalan di bawah pengawalan Randika. Timmy benar-benar linglung, kenapa dia yang lebih besar dan berotot bisa kalah dengan orang yang kelihatan lemah ini.

Dalam hatinya, Deviana senang ketika melihat sosok Randika.

"Seperti yang kujanjikan padamu, ini tersangkanya dan ini barang buktinya." Randika menunjukkan kalung emasnya.

Deviana mengangguk dan berdiri.

"Bagaimana kakimu?" Tanya Randika.

"Yah setidaknya sekarang aku bisa berjalan lagi." Deviana lalu berusaha menghampiri Timmy tetapi kakinya masih tidak mampu menahan berat badannya dan dia pun terjatuh. Tetapi, dia jatuh di pelukan hangat seseorang.

"Kenapa kamu memaksakan diri?" Randika benar-benar tidak habis pikir. "Kamu harus menyayangi dirimu sendiri, sudah biarkan aku membawa orang ini ke kantormu."

Tangan kiri Randika masih menahan Timmy sedangkan yang kanan menopang Deviana, Timmy melihat hal ini sebagai kesempatan untuk kabur. Lalu dia memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk kabur. Ketika dia hendak lari, kakinya itu tersandung dan dia membentur lantai dengan keras.

"Jangan kira kau bisa kabur, selama aku masih bernapas, kau tidak akan bisa kabur." Kata Randika dengan wajah serius. Lalu sambil membantu Deviana berjalan, ketiga orang ini berjalan menuju pintu keluar.

Di luar gedung universitas, mobil Deviana sudah tidak layak pakai. Namun, Deviana sudah mengabari markas dan meminta bantuan untuk membantunya membawa tahanan ke kantor polisi. Tetapi, bantuan itu belum tiba dan Randika sudah tidak sabar. Randika lalu memanggil taksi dan berangkat menuju kantor polisi.

Sesampainya di sana, Timmy diproses oleh bawahan Deviana.

Meskipun sudah lepas dari cengkeraman maut Randika, Timmy sudah tidak berusaha kabur lagi. Sekarang dia dikawal oleh 2 polisi dan dimasukan ke sel penjara sementara.

Di sisi lain, Deviana menghela napas lega ketika melihat Timmy sudah berada di balik jeruji. Dengan ini kasus pencurian ini berakhir dengan sempurna.

Randika tidak tinggal lama di kantor polisi. Menurut aturan, dia harus membuat keterangan dan dia sama sekali tidak ingin terlibat masalah ini lebih jauh lagi. Lagipula, dia hanya berniat membantu Deviana.

"Aku akan mengantarmu keluar." Kata Deviana sambil menuntun Randika keluar.

"Terima kasih untuk bantuanmu kali ini." Kata Deviana sambil tersenyum. Randika benar-benar penolongnya, banyak kasus telah terselesaikan berkat bantuan Randika.

Terakhir kali adalah kasus perempuan yang ingin loncat dari gedung tinggi. Jika bukan karena bantuan Randika, masalah itu akan semakin rumit.

Hari ini, jika Randika tidak menghentikan mobilnya, sudah dipastikan bahwa dirinya telah membunuh seorang anak kecil. Sepertinya Randika adalah bintang keberuntungannya.

"Dev, apa kamu sudah lupa dengan perjanjian kita?" Kata Randika sambil tersenyum. Wajah Deviana sudah merah ketika mendengar kata-kata tersebut.

Perjanjian mereka mengenai hadiah yang didapatkan Randika sudah mereka bahas sebelumnya, selama ini Deviana sudah berkali-kali mengakalinya.

"Hmm memangnya aku tadi meminta bantuanmu?" Deviana memalingkan wajahnya.

"Bukannya kamu meminta tolong padaku?" Randika tersenyum. Perempuan ini benar-benar licik, dia sudah membantunya berkali-kali dan dia masih berusaha mengelak?

"Kalau begitu mana buktinya?" Deviana tersenyum dan berjalan meninggalkan Randika. "Lain kali aku akan membalas kebaikanmu tadi, sekarang aku ada urusan jadi aku masuk dulu."

Randika tidak sabar menunggu hadiahnya itu, tiba-tiba dia punya sebuah ide brilian. "Hei, bukankah orang itu sedang dirampok." Katanya sambil melihat ke arah kejauhan.

Perampokan?

Deviana langsung menoleh dan dia tidak dapat menemukan apa-apa.

Ketika dia ingin bertanya pada Randika, Randika sudah mengunci bibirnya dengan bibirnya. Deviana sama sekali tidak mempunyai waktu untuk bereaksi.

Setelah 3 detik, Deviana langsung mendorong Randika.

"….." Deviana kehabisan kata-kata. Tetapi ketika dirinya melihat senyuman Randika, dia hanya bisa tersipu malu. Sepertinya dia sudah terbiasa dengan tindakan Randika yang satu ini.