Chapter 236 Pulang Ke Rumah

Barang masuk hari ini menggunung.

Ada tumpukan karung di depan pintu lantai bawah. Baju anak laki-laki baru saja

masuk. Semua karyawan cekatan melakukan pekerjaan mereka masing-masing. Bahkan

Daniah merasa kalau karyawannya sudah menjadi tenaga profesional semua. Dua

orang staf ahli yang dikirim Saga benar-benar membuat toko yang awalnya

bermodal managemen sederhana, menjadi seperti perusahaan kecil dengan tenaga

ahli.

Kesibukan yang tercipta, membuat

para karyawan tidak banyak mengobrol. Dan tidak menyadari kalau Aran terlihat

jauh lebih diam hari ini. Dalam perjalanan keberangkatan mereka tadi, Aran

sudah maju mundur, meremas kemudi kendaraan. Tapi belum terucap juga kalau dia

mau minta izin pulang ke rumah. Meninggalkan Daniah sendirian walaupun di dalam ruko, kalau sampai

ketahuan, bisa tamat riwayat pekerjaannya. Tapi membawa nonanya pulang, apa itu

mungkin.

Aran sedang  mengambil foto-foto produk terbaru. Dibantu Tika yang

cekatan membuka bungkusan  baju,

menatanya di karpet. Aran dengan kamera profesionalnya bergerak ke kanan dan

ke kiri. Menentukan sudut yang paling tepat, supaya produk yang dia foto

terlihat sempurna. Mengatur pencahayaan. Kemampuannya dengan kamera profesional

sudah tidak diragukan lagi. Lantai atas sedang di sulap menjadi studio mini.

Bagaimana ini! Kalau aku tidak

pulang dan ibu benar-benar muncul di gedung Antarna Group bagaimana?  Sambil membawa sapu lagi! Aaaa, aku bahkan baru mendapat gaji pertamaku, apa itu akan jadi gaji terakhirku.

Masih bergerak kesana kemari dengan

kameranya. Pikirannya juga terbang kemana-mana.

“ Mbak Aran sejak foto-foto produk

difoto mbak  Aran, jadi terlihaat lebih bagus. Mewah dan berkelas.” Akhirnya selesai

juga. Tika terduduk dengan tumpukan baju yang harus di lipat dan dimasukan

kembali ke dalam plastik.

“ Hehe.” Menjawab dengan tawa,

sambil membersihkan kamera dan menyimpannya kembali ke lemari penyimpanan. Masih

mengantung lesu wajahnya.

“ Aku juga ingin belajar lho.”

Melipat, melipat dan melipat baju lagi. “Apa bisa angkat aku jadi murid Mbak

Aran donk. Please, aku akan belajar dengan giat.” Memohon sambil mengatupkan

tangan.

“ Aku juga masih amatir kok.” Bola

mata Tika penuh harap.  Membuat hati Aran

luluh. “ Kalau cuma tehnik dasarnya aku lumayan, jadi baiklah kita bisa belajar

sehabis makan siang.”

“ Terimakasih mbak. Aku akan pamer

dengan anak-anak di bawah. Siapa tahu mereka juga mau belajar.” Tika berlari

menuruni tangga.

Eh, akukan cuma mau mengajarimu!

“ Sepertinya kau disukai oleh

anak-anak.” Daniah naik ke atas, bertemu dengan Tika di bawah  yang bercerita kalau dia mau

jadi murit kelas foto, dengan guru mbak  Aran. Daniah mengambil hpnya di dalam tas, lalu

menjatuhkan tubuh di tempat tidur. Ada beberapa pesan masuk. Dari nomor yang

tidak tersimpan di hpnya.

Abas! Foto profilnya jelas-jelas

Abas.

Daniah mendesah, apalagi ini.

Urusan akan menjadi sangat panjang kalau sampai tuan Saga tahu dia mengirim

pesan pada laki-laki lain. Daniah ingin menekan tombol delete bahkan tanpa

memeriksa isi pesan. Tapi penasaran, penasaran, lebih mengerogoti hatinya. Dan

akhirnya.

“ Niah, apa kabar ini aku, Abas.”

“ Nomor hpmu tidak ganti ya ^_^”

dengan emotik senyum di belakangnya.

“ Maaf, seharusnya aku tidak

menghubungimu.”

“ Tapi aku tidak tenang dan kuatir,

jadi aku memberanikan diri menghubungimu.”

“ Niah, apa kamu benar menikah

dengan tuan Saga?”

“ Tuan Saga tidak memaksamu menikah

dengannyakan?”

“ Apa kamu bahagia sekarang?” Rentetan pesan dari Abas.

Daniah menjatuhkan hp yang dia

pegang sambil menatap langit-langit rukonya. Membayangkan wajah Abas. Laki-laki

berhati hangat yang pernah mengisi hidupnya di masa lalu.

Kenapa dia mengirim pesan seperti

ini si. Apa aku terlihat menyedihkan sekali kemarin. Daniah, apa yang kau

pikirkan sekarang. Hapus pesan ini dan jangan membalasnya. Kalau kau tidak mau

mendapat masalah baru lagi.

“ Ehmm, nona.” Aran mendekati tempat tidur

ragu-ragu. Berdiri diam. Daniah membuka matanya. Membalik hp yang lampunya sudah meredup, menyembunyikan pesan dari pandangan

Aran.

“ Kenapa?” Daniah bangun dan duduk di pinggir tempat tidur.

Daniah menebak dari semua gerakaan

tubuh Aran yang penuh keraguan. Gadis itu masih diam, meremas jemari tangannya.

“ Nona saya. Ah tidak, maafkan saya

nona.”

“ Kenapa? Duduklah, ada yang mau

kamu katakan.” Menarik tangan Aran untuk duduk. “Apa kau membutuhkan bantuan?”

Apa aku boleh mengatakannya, ahh,

tapi bagaimana kalau nona kesusahan juga

“ Kamu ini kenapa?”

“ Nona, apa hari ini sebelum pulang

kita bisa mampir ke suatu tempat. Sebentar saja.”

“ Kemana?” Daniah sendiripun ragu.

Kalau saja dia bebas kemanapun tanpa seizin Saga dia pasti tidak keberatan

kemanapun Aran mau pergi. Selama itu masih di ibu kota.

“ Pulang ke rumah orang tua saya nona.”

Akhirnya, walaupun masih dihantui keraguan, Daniah memutuskan tidak  meminta

izin atau melakukan pemberitahuan sekalipun pada sekertaris Han. Dia memperkirakan akan pulang dua jam lebih awal nanti dari jadwal biasanya. Lalu mampir ke rumah Aran, setelahnya langsung pulang

ke rumah. Keduanya saling mengikat jari dengan kelingking kalau kepergian mereka

ini adalah rahasia.

“ Maafkan saya sudah merepotkan

nona, dan terimakasih untuk pengertiannya.”

“ Sudahlah, maaf ya tidak bisa

membantumu banyak.” Daniah sendiri merasa tidak berdaya.

Aran tersenyum, ya dia tahu. Bagaimana nonanya menjalani hari, dia terikat dengan cinta tuan Saga. Terbelengu rantai cinta yang dibuat tuan Saga. Cinta yang mengikat kebebasannya. Walaupun dia merasa nonanya menjalaninya tanpa beban, tapi mungkin di bagian terdalam hatinya masih menyisa sesak juga.

“ Ingat ya, jangan mengatakan pada sekertaris Han." Aran menganggukan kepala. " Ayo mampir membeli oleh-oleh untuk ibumu.”

Walaupun Aran menolak tapi pada

akhirnya mobil menepi di sebuah areal parkir perbelanjaan. Daniah membeli

parcel buah dan juga cake untuk buah tangan.

Rumah Aran masih di ibu kota. Berada di area perumahan padat penduduk. Setelah kurang dari setengah jam sampailah Aran di rumah orangtuanya. Rumah yang ia beli dari pinjaman bank dan belum lunas sampai hari

ini juga. Aran masuk ke dalam halamaan rumah. Tidak  lama pintu

terbuka dan sudah terdengar teriakan seorang wanita menyambut.

“ Arandita!”

“ Ahhhhh, ampun ibu.” Memutar ke belakang mobil, menyelamatkan diri. " Ibu! aku bersama nona Daniah!" Berteriak menunjuk Daniah yang mengangukan kepala sopan.

Ibu yang sudah menggangkat sapu di tangannya langsung menjatuhkan benda itu.  Mendekat dan menatap Daniah lekat.

Daniah, jadi ini nona Daniah.

" Ibu jangan membuatku malu donk. Kita bicara di dalam saja ya." Melihat ibu yang mematung melihat Daniah. Wanita itu lalu tersadar dan menundukan kepalanya sopan.

" Bibi jangan begitu." Daniah mendekat dan mengulurkan tangan. Lalu masuk ke rumah bersamaan. Sementara Aran mengeluarkan oleh-oleh dari mobil.

Huh! aku selamat karena bersama nona. Tapi kenapa dia benar-benar membawa sapu si, dasar ibu. Aku tidak pulang dicari, giliran datang mau habis dipukuli aku.

" Silahkan nona di minum tehnya." Ibu meletakan dua gelas es teh di meja. " Aran, kenapa tidak bilang kalau kau pulang bersama nona Daniah. Maaf ya nona rumah kami sedang berantakan."

" Tidak apa bibi."

" Silahkan nona nikmati tehnya." Ibu Aran mengambilkan gelas di meja, langsung diterima oleh Daniah. " Saya permisi bicara sebentar dengan Aran." Melirik anaknya.

" Ia bibi, jangan sungkan. Kaliankan sudah lama tidak bertemu."

Akhirnya mereka meninggalkan Daniah di ruang tamu. Gadis itu berdiri dan melihat foto-foto yang terpajang rapi di dinding.

Ternyata Aran juga punya adik laki-laki ya.

" Apa dia benar-benar Daniah istri tuan Saga?" Berbisik pelan di telinga Aran, saat berhasil mendorong anaknya masuk ke dapur.

" Aaaah, ibu. Berapa kali aku harus bilang si. aku bekerja menjadi asisten pribadi nona Daniah." Biar terlihat keren di mata ibu. Kalau Aran hanya menjawab kalau dia hanya sopir sekaligus pengawal, pelindung dan orang yang mengawasi nona selama keluar rumah itu pasti tidak terdengar keren di mata ibu.

" Memang pekerjaan nona Daniah apa sampai perlu asisten pribadi?"

Eh, ibu! aku musti jawab apa ini.

" Masalahnya bukan pekerjaan nona Daniah itu apa bu. Tapi dia istrinya siapa? wanita yang dicintai siapa? Presdir Antarna Group." Ibu mangut-mangut yakin. Benar juga, untuk apa juga dia bekerja, kalau sudah mempunyai suami seperti tuan Saga. " Ayo keluar bu, nona sudah menunggu."

" Tunggu!" Ibu menarik tangan Aran. " Kau tidak bertemu dengan sekertaris sialan itukan?"

Aaaaaaa, ibu berhenti memaki calon menantumu kenapa.

" Dengar ya, ibu tidak akan pernah merestuinya. Kalau dia datang ke rumah ini ibu akan menyiramnya dengan garam."

" Ibu!"

" Apa!"

" Ayo keluar, nona menunggu."

Aran tidak mau menjelaskan apapun. Dia saja masih berjuang memperebutkan hati sekertaris Han, belum memenangi pertempuran dengan Amera. Sekarang harus terhalang dengan restu ibu.

Kenapa cinta itu menyusahkan begini si.

Bersambung