Chapter 235 Ibunya Aran

Aran Kembali ke rumah dengan perasaan

berdebar. Daniah yang sengaja meninggalkan Aran di pemakamam. Supaya mereka

mendapatkan kesempatan berdua lebih lama. Akhirnya sekertaris Han yang

membawanya kembali ke rumah.

“ Masuk dan istirahatlah!”

“ Terimakasih tuan sudah mengantar

saya. Anda juga, pulang dan beristiraharlah.” Han hanya mengangkat tangannya

lalu memutar mobil meinggalkan halaman rumah.

Terimakasih nona karena sudah mengajakku

hari ini.

Aran memiliki kesempatan melihat sisi

sekertaris  Han yang lainnya. Dan ucapan

laki-laki itu saat beranjak dari pemakaman dia gengam erat di hatinya. Dia akan

menunggu.

Aran langsung naik ke kamarnya,

menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Lalu bangun dengan cepat dan mengambil hp

pribadinya di laci meja. Saat teringat sesuatu yang penting. Dia menghidupkan hp, layar berkedip-kedip. Sambil menunggu notifikasi masuk dia memilih merebahkan diri sambil menatap langit-langit kamar. Gajinya sudah keluar hari ini. Itu

artinya dia bisa mentransfer uang untuk orangtuanya.

Glek. Saat dia mengeceknya tadi

pagi jumlahnya sama persis sepertinya yang di janjikan sekertaris Han.

Sepertinya ancamananya untuk memotong gajinya saat dia membeli barang di pulau

XX tidak dia lakukan.

Sambil tiduran Aran menghubungi

sebuah nomor. Nomor yang sudah menerornya dengan puluhan pesan dan panggilan tak terjawab. Agak gentar juga saat dia melakukan memencet nomor tadi.

Aaaaaa, aku beri alasan apa ya pada ibu. Kadang dia menakutkan sekali.

“ Ibu. Huaaaa, aku kangen!”

Langsung menjerit ketika mendengar suara seorang wanita di serang. Daripada kena omelan, lebih baik dia duluan yang bicara.

“ Aran!" Suara ibu sampai bisa memecahkaan gendrang telinga. Aran menjauhkan hp sambil menatap ngeri. Kalau dia ada di samping ibu mungkin sudah habis dia. " Arandita!" Berteriak dingin. "  Kamu masih hidup

rupanya.”

“ Ibu!” tersedu-sedu yang dibuat-buat.

“ Kemana saja kamu anak tidak tahu

diri!" Sifat asli ibu muncul. " Sudah sebulan tidak bisa dihubungi.” Berteriak. “Berhenti pura-pura menangis!”

Suara marah bercampur senang karena bisa menghubungi anaknya lagi. Aran langsung tercekik karena ibunya tahu dia cuma tersedu palsu.

“ Ibu, aku kangen. Jangan marah-marah lagi donk”  Tidak bisa dihubungi binggung, giliran bisa bicara dengan anaknya malah dimarahi. “ Eh,

kenapa di matikan?”

Sambungan telfon terputus. Aran

sudah mau menghubungi lagi ketika sebuah vidio call  masuk.

Huaaaa, kalau melihat wajah ibu

malah membuatku takut! Dia pasti marah besar.

Ragu Aran mengeser layar hpnya. Menerima panggilan masuk dari ibunya.

“ Ibu!”

“ Aran!” wajah ibu terlihat

berkaca-kaca. Tapi kemudian langsung muncul kobaran marah, “Anak bodoh, kemana saja kamu?”

“ Ibu maaf. ” Aran duduk dan merapat ketembok. “ Apa ibu baik-baik saja? aku di sini sehat dan baik-baik saja.” Katanya lirih. Sudah lama mereka tidak bersua dan memeluk tubuh satu sama lain.

Aran bisa melihat kecemasan di

wajah ibu. Ya semenjak dia keluar dan menghilang dari keluarganya beberapa

tahun lalu ibu memang sangat mencemaskannya. Apalagi saat dia mengatakan

ingin pergi dari rumah sementara. Sementara yang memakan waktu tahunan, karena

dia sendiri merasa malu kembali tanpa membawa apa-apa.

Gadis sukses yang menjadi reporter

di stasiun tv ternama harus di pecat dari perusahaan, lantas apa lagi yang bisa

dia banggakan. Untuk itulah dia harus menghilang. Aran masih memberi kabar

keberadaannya. Sekedar absent kalau dia masih hidup dan baik-baik saja sebulan

sekali sambil memberi transferan uang tidak seberapa.

“ Katakan, apa yang sedang kau

kerjakan sekarang.” Ibu terlihat letih. Dia menatap Aran. Bibirnya bergetar. Ya dia senang melihat wajah putrinya. “ Kenapa menghilang

dari kontakan mu, tidak ada kabar sama sekali. Aran, apa kamu baik-baik saja.” Saat mulai menunjukan kerinduannya. Sudut matanya mulai berair.

" Maaf bu. Jangan menangis, ibu tahukan aku setegar karang." Tertawa pedih. "Aku akan bertahan dan menjadi orang sukses lagi." Ibu tidak menjawab, dia hanya menatap lekat putrinya. Meyakinkan dirinya kalau apa yang dikatakaan putrinya bukan kebohongan yang hanya menyenangkan dirinya.

" Aran."

“ Ibu aku sudah mendapat pekerjaan

tetap.” Setelah beberapa waktu mereka hanya saling pandang melepas rindu, Aran pelan-pelan akan menceritakan semua. Dia sangat dekat dengan ibunya. Selama ini.

“ Pekerjaan apa? bukankan

sekertaris Antarna Group itu sudah membuatmu tidak bisa bekerja lagi.” Ibu

meremas geram udara membayangkan sosok laki-laki yang membuat putrinya

kehilangan pekerjaan. Di susul makian khas ibu-ibu yang geram melihat penjahat di TV.

“ Ibu, dia bukan orang jahat. Jangan memakinya.”

“ Berhenti membelanya anak bodoh!

Dia sudah menghancurkan hidupmu.”

Aaaaaa ibu, apa kau pura-pura tidak

tahu, kalau anakmu ini tergila-gila dengan laki-laki yang sedang kau maki-maki

itu.

“ Pulang! Ibu mau melihatmu

langsung, kalau perlu memukul kepalamu supaya sadar.”

“ Ibu, aku tidak bisa pulang.

Pekerjaanku.” Aran bahkan tidak pernah keluar dari halaman rumah kecuali jika nona Daniah keluar.

“ Kau bekerja di mana?” Menatap

kesal.

“ Ibu, layar hp ibu bisa retak

nanti.” Aran tertawa sambil mengusap-usap layarnya sendiri. Membuat ibu juga tertawa, tapi dengan nada sedikit kesal.

“ Kau bekerja dimana anak nakal? Tidak menjawab!.”

“ Di Antarna Group.” Gumam-gumam, sengaja biar ibu tidak mendengar jelas. “

Sudah ya bu aku mau kerja lagi.” Berbohong. Ingin menyelamatkan diri dari terkaman ibu.

Hiiiii, merinding melihat mata

ibunya yang berkobar.

“ Arandita!” teriakan mengema. “

Apa kau sudah gila! Bagaimana bisa kau bekerja di Antarna Group.”

Aaaaaaa, sial! ibu mendengarnya ternyata.

“ Ibu.”

“ Pulang!”

“ Aku mendapat gaji tiga kali lipat

daripada di stasiun TVXXX.” Tiba-tiba ibu menghilang dan berganti lantai. “

Pecahkan itu hp.”  Kata Aran, ibunya pasti langsung menjatuhkan hp karena terkejut. Wajah ibu muncul lagi dengan raut bahagia, cemas, terkejut,

dan kuatir sampai Aran binggung bagaimana mengambarkannya. Ibu pasti sedang mencoba menghitung berapa jumlah total gaji anak perempuannya.

“ Kau bekerja apa di sana!”

Berteriak keras lagi setelah selesai menghitung. “ Gaji tiga kali lipat dari di stasiun TV! Kau disuruh

melakukan apa!”

Ibu! Memang apa si yang ibu

pikirkan.

“ Arandita!”

“ Ibu, aku masih perawan suci lahir

dan batin.” Menepuk dadanya. “ Aku bahkan belum pernah berciuman kecuali dalam

mimpi bu. Jadi buang pikiran ibu yang macam-macam itu.” Apa kalian percaya, kalau

darah halu Aran mengalir dari ibunya. Ibu adalah seorang penulis novel misteri,

sampai dia memutuskan berhenti menulis.

“ Kau pikir ibu bodoh. Apa kau jadi

wanita simpanan presdir Antarna Group?”

“ Ibu, berhenti bicara omong

kosong. Tuan Saga sangat mencintai nona Daniah. Itu adalah fakta paling

benar yang ada di muka bumi ini.” Aku itu cuma cumi-cumi kering di depan tuan Saga, bagaimana ibu bisa berfikir yang aneh-aneh begitu.”

Ibu mengerutu sambil membaca kejujuran di mata anaknya.

“ Jangan bilang kau bekerja untuk

sekertaris sialan itu.” Ibu tidak akan lupa dengan wajah sekertaris Antarna Group. Laki-laki yang sudah menghancurkan hidup putrinya. Laki-laki yang belum pernah dia temui langsung, tapi sudah ia benci sampai ke akar hatinya.

“ Ibu sudah kukatakan jangan

memakinya.”

“ Dia menyuruhmu apa? jadi tempat

pelampiasan!”

“ Ibu! Berhenti memakai kosakata

aneh. Aku baik-baik saja bu, dan pekerjaankku sangat-sangat enak di sini. Aku

dikelilingi orang-orang baik. Jadi jangan kuatir.

“ Pulang kerumah atau aku akan

mencarimu.” memutus cepat pembicaraan Aran.

“ Ibu, memang ibu tahu di mana rumah

presdir Antarna Group.” Aran langsung menutup mulutnya.

“ Apa! kau tinggal di rumah presdir

Antarna Group!” memekik keras lagi. "Aran, kau tidak sedang gilakan?" Ibu semakin dibuat frustasi.

" Ibu, tenangkan dirimu. Akan kuceritakan semuanya nanti."

" Pulang! Kalau kau tidak mau aku muncul di depan gedung Antarna Group sambil membawa sapu." Panggilan terputus.

Aaaaaa ibu! Seenaknya memutus panggilan.

Membayangkan ancaman itu saja sudah menakutkan sekaligus memalukan. Apalagi kalau sampai itu benar-benar terjadi. Apa ibu akan datang sambil meneriaki nama sekertaris Han, sejujurnya Aran ingin tertawa. Tapi dia bahkan merasa kalau ibunya benar-benar akan melakukan itu.

Bagaimana ini? Apa aku minta izin nona untuk keluar rumah.

Epilog

" Tuan, apa saya bisa minta izin untuk keluar rumah besok?"

" Tidak." Cepat sekali menjawabnya.

" Hanya sebentar, saya mau pulang ke rumah sebentar saja."

Apa! Dia tidak membalas!

Aran melemparkan hpnya kesal. Bagaimana sekertaris Han bisa sekaku kawat jemuran baju begitu. Padahal mereka baru perpisah tadi dengan hangat.

Bagaimana ini? Ah nona.

Harapan masih ada untuk tidak melihat ibu menunggu di pintu masuk gedung Antarna Group sambil membawa sapu.

Bersambung