Chapter 230 Impian Amera

Impian sering kali menjadi

penyemangat seseorang menjalani hidup. Bekerja keras dengan caranya masih-masing untuk mewujudkan mimpi itu. Kalau kau punya

impian, segera bangunlah dari tidur dan singsingkan lengan bajumu. Mulailah

bekerja keras hari ini, jangan menundanya lagi. Kenapa? Karena impian hanya

bisa terwujud jika kau bangun dari tidur dan memperjuangkannya. Semakin kau menunda untuk memulai maka semakin jauh dari kesuksesan.

Dan satu hal yang di pahami Amera, jangan menakar keberhasilan mimpimu dengan pencapaian kesuksesan orang lain. Karena terkadang itu yang membuatmu merasa gagal, karena kau hanya melihat pencapaian orang lain tanpa pernah bersyukur dengan hasil kerja kerasmu.

Dan itulah yang sedang di lakukan

Amera saat ini. Walaupun keluarganya tidak sepenuhnya mendukung hobi dan impiannya. Tapi

diam-diam dia mulai merintis karir masa depannya. Gadis itu memiliki dua impian

dalam hidupnya.

Pertama, impian Amera adalah

menjadi desainer perhiasan berkelas internasional. Dia ingin perhiasan yang ia

desain menjadi tren dunia. Selama ini hanya teman-temannya  yang selalu memuji dan menikmati keindahan hasil desainnya. Dan Itu menjadi modalnya untuk percaya diri. Dengan bakat yang ia

miliki.  Seminggu ini dia sudah mempersiapkan

semuanya dengan matang. Memasukan lamaran pekerjaan ke anak perusahaan Antarna

Group di bidang perhiasan. Dia merahasiakan semua rencananya. Bahkan dari Jen

dan Sofi sekalipun. Dia akan masuk ke dalam perusahaan tanpa bantuan siapapun.

Kak Saga sekalipun.

Sedari pagi dia sudah menyiapkan penampilan

paling sempurnanya. Turun dari kamarnya bahkan sebelum semua  sarapan. Bahkan dia keluar lebih pagi dari Jen. Pak

Mun dan para koki di dapur yang ia lihat. Laki-laki itu menyiapkan sarapan

tanpa bertanya kenapa dia pergi sepagi ini.

Pak Mun memang begitu ya, hidupnya

lurus tanpa banyak penasaran. Amera bergumam sambil menghabiskan sarapan di

meja dapur. Melihat para pelayan bekerja dengan terampil.

“ Pak Mun, apa kau tidak mau

bertanya aku mau kemana?” Akhirnya Amera yang gemas. Dia sedang menyiapkan

mental dan rasa percaya dirinya sepanjang menuju jadwal wawancara. Bicara dengan pak Mun dirasa olehnya bisa mengusir gelisah.

“ Tidak nona.”

Cih, orang ini benar-benar tidak

jauh beda dengan Han. Jujur sekali jawabannya.

“ Aku mau pergi wawancara kerja.”

Menoleh melihat sekeliling. “Tapi jangan ceritakan pada siapapun ya. Ibu

ataupun kak Saga.” Mengelus dada dan menarik nafas dalam. “Doakan aku ya pak

semua berjalan lancar.” Kalaupun dia gagal hari ini dia tidak akan terlalu malu karena sudah pamer.

“ Semoga nona mendapat apa

yang nona idamkan.” Pak Mun mengantar Amera sampai ke depan rumah, sebuah mobil dan sopir sudah di sipakan. Seperti orangtua melepas kepergian anaknya yang hendak mengejar mimpi. Hati Amera bergetar lembut saat pak Mun menutup pintu mobil pelan. " Hati-hati di jalan nona."

“ Pak Mun. Aku jadi kangen pada

ayahkukan. Hiks.” Sudah lama Amera datang ke rumah ini. Artinya sudah lama dia tidak bertemu dengan ayahnya. Dia yang awalnya datang dengan membawa misi mulia

untuk memisahkan Saga dan Daniah.

“ Semoga nona berhasil dengan

wawancaranya ya.” Mobil melaju meninggalkan rumah utama. Sambil menampar kaca jendela pikiran Amera melayang kemana-mana. Tapi di sela-sela itu dia terus berdoa di ujung lidahnya. Semoga satu impiannya bisa terwujud, paling tidak hari ini membuka jalan baginya.

Suasana tegang wawancara. Amera menatap laki-laki yang sudah memberondongnya dengan banyak sekali pertanyaan tadi. di depannya dia terlihat serius melihat ulang draf desain-desain yang sudah dia sipakan dengan sempurna.

" Selamat bergabung dengan kami nona Amera. Bekerja keraslah dan tunjukan bakat anda pada dunia." Laki-laki itu mengulurkan tangannya. Berjabat tangan sebagai tanda selamat.

“ Jadi saya di terima!” Amera berteriak

kegirangan meraih tangan laki-laki yang mewawancarainya. " Terimakasih pak, terimakasih banyak. Saya berjanji akan bekerja keras!" Teriaknya dengan penuh penjiwaan.

Amera mendapatkan pekerjaan tanpa bantuan siapapun. Perusaan benar-benar tertarik dengan

desain sample perhiasan yang dia sodorkan. Salah satunya desain khusus yang dia

buat untuk Han.

Lihat, aku bisa masuk ketempat ini

tanpa bantuanmukan. Sekarang impian pertamaku mulai terbuka, dan giliran mimpi keduaku. Amera tersenyum sambil keluar gedung. Mengibaskan rambutnya dengan penuh percaya diri.

Mimpi Amera ada dua, mendapatkan

pekerjaan yang dia cintai dan memperjuangkan perasaannya. Untuk yang terakhir

semangatnya sudah membara sekuat baja. Menaklukan hati Han adalah bagian dari

resolusi hidup masa mudanya.

Rencana pertama : Minta tolong pada kak Saga

Rencana kedua : minta tolong pada kak Saga

Rencana ketiga : Minta tolong pada kak Saga.

Intinya dia tidak punya rencana

apapun untuk menaklukan Han tanpa bantuan kak Saga. Apalagi sekarang, setelah

dia bertanya sana sini dia mulai tahu siapa Aran.

Cih, apa dia pantas bersaing

denganku memperebutkan Han. Dia bahkan hanya pengawal Kak Niah.

“ Dia pengganti Leela. Kau tahukan

siapa Lella dan posisinya di perusahaan kak Saga. Jangan menggangu Aran.”

Sofi, orang yang paling takut kalau harus berurusan dengan Han mencoba menyadarkan Amera.

“  Mera, sebenarnya apa si yang kamu suka dari Han??” Jen yang bertanya. “Dia memang

tampan si, tapikan menyeramkan.” Satu kata itu saja sudah cukup membuat Han

jauh dari daftar lelaki idaman. “ Laki-laki itu seperti Raksa. Baik hati,

tampan, tidak sombong.”

“ Mulai lagi deh kak Jen.” Sofi

menimpali

Bahkan ketika dipikirkan Amera

sendiri tidak tahu jawaban spesifiknya.

Impian kedua Amera adalah

menakhlukan hati han. Membuat laki-laki itu jatuh cinta padanya. Caranya bagaimana?

Kembali kerencana awal. Minta bantuan kak Saga. Hehe.

Malam datang. Selepas makan malam semua orang kembali ke kamar masing-masing. Amera mendekat

keruang kerja Saga, mengetuk pintu pelan. Setelah menunggu sebentar  pintu terbuka

perlahan. Pak Muncul.

“ Apa kak Saga mengizikanku masuk?” Tanyanya.

“ Silahkan nona, tuan muda ada di

dalam.” Pak Mun membuka pintu lebar.

“ Baiklah. Terimakasih pak.” Pak Mun hanya mengangukan kepalanya.

Amera masuk ke dalam ruang kerja.

Pak Mun menutup pintu perlahan.

“ Masuklah.” Saga menutup berkas di meja

kerjanya dan berjalan ke sofa. “Pak Mun bilang kau mau mengatakan sesuatu.”

Amera ragu berjalan ke sofa. Siang tadi

sepulang dari wawancara memang dia mengatakan pada pak Mun untuk mengatakan pada

Saga kalau ada yang ingin dia bicarakan. Tentang dua impiannya. Tentang harapan besar Saga akan membantu rencananya.

“ Duduklah.” Saga menepuk sofa di sebelahnya.

“ Ia kak.”

“ Sebaiknya yang kau bicarakan itu

sesuatu yang penting. Bukan hanya omong kosong, apalagi kalau itu pesanan dari

ibu. Kau tahukan aku bisa saja kesal mendengarnya.” Sudah menebar ancaman yang membuat orang menciut untuk bicara.

“ Tidak kak sumpah. Aku sudah

berteman dengan kak Niah. Ini tidak ada hubungannya dengan ibu juga.”

“ Baiklah, aku akan mendengarnya.”

Amera menarik nafas pelan. Melirik Saga

yang duduk bersandar menunggu apapun yang mau ia katakan.

“ Aku sudah di terima di

perusahaanXX.” Nama perusahaan anak cabang Antarna Group di bagian usaha

perhiasan.

“ Kau pikir aku tidak tahu itu?” Membalas datar.

“ Hah! Jadi kak Saga sudah tahu? Dari

mana? Pak Mun.” Pagi tadi hanya laki-laki itu yang ditemuinya sebelum berangkat

wawancara.

“ Hanya itu yang mau kau katakan?” Mencari tahu hal semacam itu perkara gampang pikir Saga.

“ Kalau begitu beri aku selamat

donk. Akukan sudah mendapat pekerjaan dengan usahaku sendiri.” Menatap dengan bola mata haus akan pujian.

Saga tersenyum seperti kakak yang

bangga dengan keberhasilan adiknya. “ kemarilah!” Amera mendekatkan kepalanya. “

Kau sudah besar rupanya. Selamat ya atas kerja kerasmu mendapatkan pekerjaan

impianmu. Ayahmu pasti bangga dengan usahamu.” Saga menepuk bahu dan kepala Amera.

“ Ayah! Apa ayah sudah tahu.”

Takut-takut.

“ Bekerja keraslah, aku akan

mendukungmu. Paman juga pasti akan mendukungmu.” Menepuk bahu Amera lagi, bahwa urusan dengan ayahnya sudah beres bahkan sebelum dia bicara apa-apa.

“ Kak Saga terimakasih ya. Apa aku

boleh memelukmu.” penuh harap, sudah merentangkan tangan.

“ Tidak!" Menahan kepala Amera. " Cuma Niahku yang boleh

memeluku.”

Cih dasar pelit.

“ Sudah sana, kau sudah selesaikan.” Karena dia menyebut nama Niah, membuatnya merindukan istrinya itu. dia ingin segera kembali ke kamar.

“ Belum kak. Masih ada lagi yang

mau aku katakan.” Bola mata Amera berbinar penuh harap. " Kak Saga, aku menyukai Han."

" Huh!" Menjentikan tangan ke kening Amera. Gadis itu mengaduh keras sambil mengusapnya. " Kau pikir aku tidak tahu. Sudah sana, berhenti bicara omong kosong, kau pikir aku banyak banyak waktu meladenimu."

" Kak Saga aku serius." Masih mengusap keningnya.

Saga tertawa lalu mengusap kepala Amera pelan. " Kau mau aku melakukan apa?"

" Bantu aku. Hankan hanya menurut pada kak Saga. Minimal bantu aku menyatakan perasaanku padanya."

" Bukannya kau sudah di tolak." Bicara tanpa perasaan. Menyadarkan Amera. Gadis itu menjerit kesal mengingat fakta itu. " Sudahlah, jangan bicara omong kosong lagi. Pergi ke kamarmu sana."

Meladeni Amera hanya membuang waktu pikirnya. Karena dia sendiri sangat tahu kenapa Han sampai hari ini tidak pernah memikirkan apapun selain dia dan Antarna Group. Saga bersandar di kursinya. Mendesah pelan.

Apa memang aku harus ikut campur dalam urusan cintanya ya?

" Kak Saga." Amera belum selesai merengek.

Bersambung