Chapter 226 Adu Penampilan

Hari pernikahan Noah. Semua orang

di rumah utama sudah mempersiapkan diri. Hubungan keluarga Saga dan Noah

sangat dekat. Keluarga Noah termasuk dalam sepuluh keluarga yang

berdiri di belakang Saga, pada saat-saat terberat Antarna Group ketika kehilangan presdir utamanya. Untuk itulah mereka

terlihat ikut merasakan kebahagiaan yang di rasakan Noah.

Dan tahu sendirikan, moment pesta penikahan seseorang adalah saatnya tampil sempurna  apalagi untuk para wanita. Berusaha tampil dengan visual yang sempurna. Apalagi Jen dan Sofi yang akan mengambil banyak foto hari ini.

“ Kak Jen apa kau tidak berlebihan

dengan dandanmu? Orang akan berfikir kalau kau itu mempelai wanitanya kak Noah nanti.” Sofia

memonitor penampilan Jen dengan hpnya. Sementara Jen asik bergaya dengan

berbagai macam pose. Sudah puluhan jepretan kamera hp mengabadikan gayanya. “ Kau sudah lelah mengejar kak Raksa ya. Haha.” Ejeknya

kemudian. “Berterimakasihlah kepada Tuhan kak Jen, karena sudah menyadarkan perbuatan

salahmu kak.” Sofia menengadahkan tangan lalu mengusap wajahnya di sertai kata

amiin.

“ Diam kamu!” Merebut hp yang dipegang Sofi dan

melihat hasil foto. Dia berdecak kagum melihat hasil kerja kerasnya berdandan “Aku belum

move on ya, hanya sedang berusaha mencari gebetan baru. ” Masih ribut bicara sambil menunggu ibu yang belum

juga turun.

" Sekarang standar kak Jen itu dikit-dikit Kak Raksa, harus sebaik kak Raksa, harus setampan kak Raksa, harus seperhatian kak Raksa." Sofi angkat bahu, tidak habis pikir " Kenapa tidak sekalian harus kak Raksa." Suara tawanya memenuhi ruangan. Wajah Jen masam, kalau boleh dia akan membuat pilihan yang terakhir. Kalau boleh mereput pacar orang. Tapi jelas-jelas Raksa bukan tipe lelaki gampangan. Dan dia cuma dianggap adik. Mungkin itu yang terasa menyakitkan.

" Sudah diam kamu anak kecil." Mengomel sambil mencari-cari foto yang paling bagus untuk di posting di sosial media.

“ Hari ini Han pasti terlihat

tampan.” Amera tidak tahu malu bicara sambil merapikan ikatan rambutnya.

Membuat dua kakak beradik langsung berwajah masam dan mengelengkan kepala. Melihat dandanan Amera hari ini, pakaian yang khusus dia beli untuk dia perlihatkan pada sekertaris Han.

Cih. Bersamaan.

“ Kenapa kalian ini?” Kesal

sendiri dengan tanggapan kakak beradik itu.

Memang apa salahnya suka pada Han.

Diakan? Diakan apa ya?  Apa ya kelebihanya? Terserahlah, yang penting aku suka padanya. Titik.

Tipe orang jatuh cinta yang tidak

mau tahu yang lainnya. Yang penting dia suka, mau orang bilang apa terserah

saja. Di mata Amera, Han yang berdiri di belakang kak Saga bahkan jauh lebih

keren dari orang yang di lindunginya.

Dia sudah mengintip beberapa kali tadi, tapi belum melihat mobil Han memasuki halaman rumah.

“ Kak Mera, sampai kapan kau akan

menyerah. " Sofi berkacak pinggang sambil geleng-geleng kepala. " Daripada Han bukankah kamu bisa memilih teman-teman kak Saga yang

lain. Yang lebih normal. Kau sudah jelas-jelas di tolak olehnya” Sofi

menimpali. " Bukannya itu tidak tahu malu namanya."

" Kenapa? ini namanya memperjuangkan cinta tahu. Selama Han masih jomblo dia bebas untuk diperjuangkan."

" Cih, dia saja cuma menggangapmu anak kemarin sore. Apa pernah dia menggangap kita wanita dewasa, seelegan apapun penampilan kita dia selalu berfikir kita ini cuma bocah. Adik-adik kecil kak Saga." Ya, begitulah mereka di hadapan Han. "Bahkan aku yang sudah setinggi dan secantik ini." jen mengibaskan rambut. " Hanya dia anggap butiran debu."

" Tapi akukan lebih cantik dari kamu Jen." Amera penuh percaya diri.

" Haha." Sofi hanya bisa tertawa demi mendengar perdebatan tidak penting kedua gadis di depannya. “ Eh ibu sudah siap. Ayo berangkat.” Akhirnya melerai perebutan posisi yang paling cantik siapa. Ibu menuruni tangga. Dia terlihat menawan dan masih terlihat cantik dalam dress warna terangnya.

Ibu melihat Amera dengan tatapan

sedikit kesal, karena tahu kalau gadis itu sudah menyerah tentang Saga. Dan

bahkan sekarang berteman dengan Daniah.

“ Di mana Saga, dia belum turun?"

“ Pak Mun bilang kita duluan bu.

Kak Saga berangkat bersama kakak ipar dan Han nanti.” Jen menjawab sambil

mengambil kunci mobil dan tasnya. “Ibu, menyerahlah. Kak Saga itu hanya milik

kakak ipar begitu pula sebaliknya.” Jen menduga Kak Saga sengaja tidak berangkat

bersama karena tidak mau mempertemukan kakak iparnya dengan ibu. Wajah masam

ibu masih tergambar jelas kalau melihat kakak ipar.

“ Memang ibu mengatakan apa?”

Memandang Jen tidak suka.

“ Kak Niah itu gadis baik bu.”

Amera menimpali.

“ Kau juga ikut-ikutan!” Menyesal

sudah susah payah membawa gadis di hadapannya ini. Bukannya membantu memisahkan Saga dan Daniah malah ikut-ikutan mendukung.

Sementara itu di luar rumah. Han baru saja keluar dari mobil saat melihat seorang gadis berjalan dari rumah belakang.

Sial! Dia sengaja ya berdandan seperti itu.

" Selamat pagi tuan?" Saat Aran sudah mendekat. Gadis itu mengangukan kepala sambil tersenyum. Memiringkan kepalanya, sengaja ingin menunjukan model rambutnya yang berbeda dari biasanya.

Ayo komentar, komentari rambutku. Kau kesalkan melihat rambutku.

Sampai kepala Aran terasa pegal Han bahkan tidak berkomentar sedikitpun. "Tuan, bagaimana penampilan saya? Ini baju yang tuan pilihkan untuk saya. Baguskan?" Menepuk-nepuk baju dan memegang rambut lagi. Sangat ingin di komentari. Walaupun bukan pujian sekalipun, hatinya akan senang dan berbunga.

" Tentu saja bagus. " Senyum cerah terkembang di wajah Aran, tapi langsung lenyap setelah mendengar kalimat Han selanjutnya. "Itu baju mahal yang di belikan nona, tentu saja bagus."

Apa! Kau benar-benar tidak mau mengomentari penampilanku ya! Baiklah, Hari ini akupun akan acuh dan tidak perduli padamu.

" Tuan, aku sudah memantapkan hati lho, kalau ada laki-laki yang menyukaiku aku akan coba menyukainya." Bicara dengan kata setegas mungkin. Berharap apa yang ia katakan akan membuat Han goyang. Sejenak tercipta kebisuan diantara mereka. Aran menatap pintu rumah utama.

" Ternyata perasaanmu hanya sedangkal itu ya?"

Deg, Aran malah seperti tertampar sendiri. Upayanya membuat Han goyah malah menjadi bumerang menunjukan ketidak setiaanya.

Bodohnya aku, kenapa mengatakan semua itu setelah aku mengemis permohonan maaf padanya.

" Baguslah." Han bicara lagi.

" Tuan tidak!" meraih tangan Han cepat. "Aku akan menunggu." Melepaskan tangan cepat setelah mata laki-laki itu menatap tajam tangannya. " Rambutku akan kembali normal, aku hanya meluruskannya sementara." Merasa kalah telak. kepercayaan diri yang sudah dia siapkan dari semalam berguguran dengan cepat. Bersikap jual mahal di hadapan sekertaris Han sepertinya hanya mimpi di siang bolong. Rencananya gagal bahkan sedari awal. " Aku akan menunggu tuan." Menyerah kalah.

Han tersenyum samar di ujung bibirnya. Tapi dalam hati dia bernafas lega.

" Siapa dia Han?" Amera mematung menunggu jawaban. Sementara Aran terkejut langsung menundukan kepala sopan karena melihat ibu dan adik-adik tuan Saga.

" Selamat pagi nyonya. Kalian sudah mau berangkat." Tidak menjawab pertanyaan Amera.

" Ia." Sofi menarik tangan Amera yang masih membantu. " Kak Mera ayo pergi." Sofi sampai mendorong Amera dari belakang. Supaya dia bergerak. Tapi sia-sia. Gadis itu hanya bergeser beberapa jengkal.

" Siapa kamu?" Tidak mendapat jawaban dari Han dia bertanya langsung. Pada gadis di samping Han, yang dilihatnya dari kejauhan bicara sedekat itu dengan Han. Bahkan sampai mereka berpegangan tangan. Tangan Amera terkepal, dia sendiri bahkan hanya untuk menyentuh tangan itu tidak pernah punya kesempatan.

" Dia sopir sekaligus pengawal kakak ipar, pengganti Leela. Ayo pergi, kak Jen sudah mengambil mobil." Tapi Amera tetap tidak bergerak. Ibu bahkan sudah melangkah pergi menuju mobil yang di kendarai Jen. Gadis itu sudah membunyikan klakson mobil beberapa kali. "Ayo kak Mera."

" Apa kalian berkencan?" Suara Amera terdengar kesal sekaligus getir. Menatap Han dan Amera bergantian.

" Ia." Han.

" Tidak." Aran.

Apa-apaan ini.

" Bawa nona Amera pergi!" Aaaaaa, kenapa aku yang harus kena sialnya si. Sofi menciut dengan pandangan Han. Menarik paksa Amera yang semakin tidak terima. Karena dia menjadi pihak yang di usir.

" Huh! Berhentilah memakai trik murahan ini Han. Apa kau pikir aku akan percaya." Amera tertawa sambil mengibaskan ujung rambutnya. " Kau mau pura-pura berkencan?"  Dia berjalan mendekati Aran yang juga terbelalak mendengar kata-katanya barusan. " Halo, salam kenal aku Amera. Laki-laki yang ada di sampingmu itu akan jadi calon suamiku." Menatap Han dengan puas setelah mengatakan apa yang mau dia katakan.

" Apa nona sudah selesai bicara?" Menunjuk mobil Jen, yang sudah terlihat tidak sabar.

" Ia, ia. sebentar kenapa si Jen. Aku sedang menandai kepemilikanku!" Berteriak sambil melirik Aran. Yang terlihat belum bisa mengembalikan mode santai wajahnya. Dia antara terkejut dan juga kesal. Karena tidak bisa membalas nona di depannya karena statusnya.

Apa dia bilang? menandai kepemilikan! Sialnya kenapa dia cantik begitu si.

" Siapa dia tuan?" Bertanya setelah bisa mengatur nafas dengan tenang.

" Kau tidak dengar dia bilang, aku calon suaminya berarti dia calon istriku." Menjawab santai, tapi bagai sambaran petir untuk Aran.

" Berhenti bercanda tuan!" Kali ini Aran berhasil menunjukan rasa kesalnya.

" Kenapa?" Menatap Aran lekat. "Kau bilang mau berpaling darikukan?" Menarik ujung rambut Aran yang terlihat  berbeda dari biasanya. " Pergilah, kalau kau mau pergi." senyum tipis muncul.

Ntah kenapa Han merasa senang dengan kemunculan Amera barusan. Apalagi saat mendengar gadis itu memproklamirkan kalau dia adalah calon suami. Wajah Aran berubah menjadi sangat kesal ditangkap jelas oleh Han.

Jangan mimpi untuk lepas dariku.

Aran terikat semakin kuat pada perasaan yang sudah dia berikan untuk Han, karena kemunculan pesaing baru, yang sepertinya tidak bisa dia anggap enteng.

Bersambung