Chapter 217 Taman Kenangan

Cahaya matahari pagi yang segar, bersinar tanpa malu-malu namun tidak terasa panas dan terik saat jatuh ke kulit. Bahkan yang terasa hangat. Walaupun begitu sedikit demi sedikit embun mulai menghilang terpapar sinarnya. Sirna tanpa meninggalkan bekas di pucuk rumput dan dedaunan.

“ Jadi ini tempat kalian bertemu pertama kali?” Paviliun kecil di sudut taman, dengan empat buah kursi dan kanopi. Cahaya matahari jatuh di atas langit-langit kanopi, memantulkan sinarnya. Cerita Saga semalam masih membekas di memori Daniah, dan seperti melihat bayangan masa lalu. Dia berusaha mereka adegan pertemuan dua anak kecil yang terlihat saling bermusuhan itu.

Mereka pasti mengemaskan sekali, hehe.

Daniah mengandeng tangan Saga. Untuk pertama kalinya mereka

menginjakan kaki di rumput taman yang selalu tertata dan di rawat dengan baik

oleh para tukang kebun. Sejak Daniah menikah, ini pertama kalinya dia

jalan-jalan dan menikmati bunga dan pepohonan taman. Dulu dia hanya bisa

memandangi tempat ini dari kejauhan saat duduk bersama Maya, atau hanya

menatapnya dari jendela kamar.

“ Pasti banyak kenangan ayah di sinikan sayang.” Mereka

menghentikan langkah, Saga menarik tubuh Daniah. Memeluknya dari belakang.

Karena tubuh kecilnya dengan mudah Saga menciumi ubun-ubun kepala Daniah. Dia

seperti sedang pamer kemesraan pada ayahnya. Merasai tempat dulu dimana mereka

sering menghabiskan waktu.

Ayah, dia cantikkan? Rambutnya harum dan lucukan? Dia seperti boneka Jen dan Sofi yang imut dan menggemaskan. Dia istriku, calon ibu dari anak-anakku.

Tidak tahu dari mana munculnya sifat kekanakan Saga pagi ini, tapi dia memang sedang pamer kemesraan pada kenangannya dengan ayahnya. Sambil memeluk Daniah dari belakang, membiarkan sinar matahari menghangatkan tubuh mereka. Kepalanya bersandar di bahu Daniah membuat gadis itu menoleh, dan bibir mereka bertemu.

Walaupun terkejut, tapi mereka meneruskan apa yang sudah mereka mulai. Di bawah sinar matahari pagi. Sampai hal tidak terduga terjadi.

“ Maafkan kami tuan muda!” seseorang menjatuhkan peralatan kebun di

tangannya. Benggong. Terkejut tidak menyadari keberadaan tuan muda dan nonanya. Dan parahnya mereka melihat adegan terakhir. Wajah Daniah merah padam karena malu. Dia mengusap bibirnya lalu memandang kearah lain. Sementara Saga mendesah kesal menatap kedua orang yang sudah berdiri tertunduk di depannya.

Menggangu saja!

“ Maafkan kami.” Teman di sampingnya juga langsung menundukan kepala saat bersitatap mata

dengan Daniah.

Ada angin apa sampai membawa mereka ke taman? Biasanya tuan muda dan nona tidak pernah ke taman sepagi ini. Eh tapi mimpi apa aku

melihat nona sedekat ini.

Salah satu dari mereka sedang merasa bahagia. Tapi langsung menunduk ketika bersitatap mata dengan Saga, yang terlihat sangat kesal.

“ Maaf, kami menggangu kalian sedang memelihara kebun ya.” Hendak menarik tangan Saga, karena sadar suasana canggung yang tercipta. Terlebih Saga hanya diam dan tidak bicara apapun.

“ Tidak nona kami yang salah.” Menjawab ragu.

“ Pergi!” Suaranya saja sudah membuat dua laki-laki itu tahu kalau mereka sudah melakukan kesalahan besar.

Ampuni kami tuan muda! Seperti itu teriakan kedua orang itu dalam hati.

“ Ba, baik tuan muda.” Bergegas membereskan  pelatan berkebun yang terjatuh tadi dan langsung

mengambil langkah seribu. Berlari secepat yang mereka bisa. Berharap agar mereka tidak di kenali wajahnya.

" Bagaimana ini? apa tuan muda tahu wajah kita?"

" Apa kita akan di pecat?"

" Kenapa mereka berciuman di taman pagi-pagi begini si!"

Dua orang itu berjalan frustasi menuju area taman yang lain. Setelah di rasa cukup aman mereka berhenti dan langsung membalikan badan. Menatap punggung tuan muda dan nonanya dari kejauhan. Mengatur nafasnya.

" Aku baru melihat nona sedekat ini hari ini, dia benar-benar manis ya?"

" Kau mau mati ya!" Mendorong tubuh temannya. "Kalau tuan muda mendengarnya habislah riwayatmu."

" Hei tunggu, aku hanya bicara kenyataan."

" Jaga bicaramu jangankan tuan muda, kalau pak Mun atau sekertaris Han yang mendengarmu membicarakan nona, kau pasti di usir dari sini." Keduanya berjalan cepat dan tidak bicara apapun lagi. Laki-laki yang tadi mengatakan Daniah manis sudah cukup bergetar hatinya mendengar nama sekertaris Han.

Setelah kepergian dua perawat kebun.

“ Sayang, jangan marah.” Daniah tertawa sambil mengelus dada suaminya. Menghilangkan kekesalannya.

“ Tidak lihat mereka senang sekali melihatmu. Padahal sudah

kularang mereka melihatmu lebih dari tiga detik.” Akhirnya terjawab sudah tanda tanya yang selama ini muncul di kepala Daniah.

“ Apa!”

Aturan apa-apaan itu! Pantas saja para pelayan dan pengawal

laki-laki di rumah ini tidak ada yang mau bersitatap denganku. Jadi karena

aturan gilamu ya.

Sabar-sabar, sambil mengelus dadanya. Daniah menarik tangan

Saga untuk kembali berjalan menyusuri taman indah yang terkadang tidak pernah

dinikmati pemiliknya itu.

“ Sayang, lanjutkan ceritamu lagi. Semalamkan baru

pembukaan.” Tidak mau membahas aturan tiga detik, salah-salah muncul aturan aneh baru lagi nanti. Yang hanya akan merepotkan dirinya.

Saga menghentikan langkah kakinya. Matahari mulai menembus

ke kulit dan bersinar jatuh di wajah Daniah. Dia meraih Dagu Daniah. Menatap mata

itu seperti ingin mengorek sesuatu.

“ Kenapa?”

“ Apa?”

“ Apa yang kau rencanakan?”

Apa si? Akukan tidak paham maksudmu apa?

“ Kenapa kau penasaran dengan hidupku.”

“ Tentu saja karena aku ingin mencintaimu seperti kau

mencintaiku.” Jawaban Daniah membuat bola mata Saga berbinar. Terkejut dia

mendengar itu.

Kenapa si, apa dia sesenang itu mendengar alasanku.

“ Ambil ini!” Saga versi muda menyerahkan tumpukan kertas ke

tangan Han. “ Ikut aku.” Saga membawa Han masuk ke dalam ruang belajarnya.

Sudah ada seorang guru duduk menunggunya. “Duduk di sana dan baca apa yang

sudah kuberikan itu. Aku akan mengetesmu setelah pelajaranku selesai.”

Han tidak menjawab, tapi menuruti apa yang di ucapkan Saga. Dia

duduk di tempat yang ditunjuk, memperhatikan sebentar pelajaran apa yang sedang

di terima tuan muda sombong itu.

Apa-apaan ini! Gumamnya agak kesal. Lembaran kertas yang ada

di depannya ini hanya berisi tentang hal yang disukai dan tidak disukai Saga.

Apa dia benar-benar membuat ini sendiri.

Hal yang ada di kertas ini hanyalah hal remeh temeh mengenai kehidupan sehari-hari Saga. Apa makanan yang dia sukai dan tidak. Pelajaran sekolah apa yang dia sukai dan tidak. Sampai pada warna yang dia sukai dan tidak.

Cih, apa aku harus menghafal semua ini.

Selesai pelajaran. Guru pengajar sudah keluar ruangan. Dan sekarang duduk berhadapan Saga dan Han, sudah seperti mau di dakwa saja. Han berada di posisi terpidana yang harus menjawab benar dan salah. Sementara Saga seperti biasa duduk bak seorang raja.

" Apa makanan yang kau sukai."

Kenapa dia menanyakan makanan yang kusukai, bukan yang dia sukai. Bodo amat, diakan tuan muda aneh. Aku tinggal menjawabkan.

Han menjawab makanan yang dia sukai apa. "Salah!" Teriak Saga mengagetkan.

Salah dari mana? itukan makanan kesukaanku, terserah aku mau menjawab apa.

" Tuan muda andakan bertanya makanan kesukaan saya, dan sudah saya jawab, kenapa tuan muda menyalahkan jawaban saya."

" Kau tidak membaca kertas yang kuberikan?" Memukul tumpukan kertas di depannya.

" Saya membacanya sampai selesai."

" Lantas kenapa kau masih bodoh."

Ini anak maunya apa coba!

" Apa kau pernah melihat paman makan dengan ayahku?" Han menggangukan kepala. "Apa kau pernah melihat paman makan makanan yang berbeda dengan ayahku?" Han berfikir sejenak, lalu mengelengkan kepala. Setahunya apa yang dimakan tuan besar itupula yang dinikmati ayahnya.

" Jadi kau paham sekarang?"

Apanya? Masih terlihat tanda tanya di mata Han. Apa yang harus dia pahami. Tuan mudanya saja tidak mengatakan apapun yang dia inginkan, apa artinya dia harus menyimpulkan sendiri. Kenapa merepotkan sekali.

Katakan saja apa yang kau inginkan!

" Bodoh! Keluar sana aku tidak butuh orang bodoh berada di sampingku. Melindungiku apanya. Kau bahkan tidak paham apa yang aku inginkan."

Bagaimana aku bisa paham kalau anda tidak mengatakannya tuan muda!

" Keluar!" Saga bicara lagi. "Kau mau kupanggilkan penjaga untuk menyeretmu?" Saga terdengar serius. Han yang mau bertahan duduk akhirnya bangun. Dia mengangukan kepalanya sebelum beranjak pergi. "Bodoh!" Han terlihat mengepalkan tangan geram saat mendengar Saga mengatainya saat dia keluar dari ruang belajar.

Tidak lama Han masuk lagi, Saga bahkan baru membalik buku yang dia baca beberapa kali.

" Kenapa? sudah kukatakan aku tidak membutuhkanmu. Akan kukatakan pada Ayah."

" Makanan kesukaan saya adalah bla...bla.... bla....." Han menyebutkan semua yang dia baca di lembaran kertas yang menunpuk di depan Saga. Tanpa terkecuali. Menyukai apa yang di sukai Saga, membenci apa yang di benci Saga. Itu kesimpulan yang dia dapat setelah menutup pintu.

Dia mau aku menjadi dirinya.

" Kau pintar juga rupanya. Duduk!" menunjuk kursi di depannya. " Jangan senang dulu, kau hanya baru lolos tahap pertama." Saat melihat pancaran bangga di wajah Han. "Kalau mau bersamaku, kau harus menyukai apa yang aku sukai dan membenci apa yang aku benci. Paham!"

" Tapi...." Han mau menjawab tapi ragu.

" Kenapa? Tidak mau? Kalau begitu pergi sana, aku tidak butuh."

" Saya akan melakukannya tuan muda."

Seperti itulah akhirnya. Han hanya menyukai apa yang di sukai Saga, begitu pula sebaliknya membenci apa yang dibenci Saga. Sampai sejauh apa, mungkin sampai sejauh kriteria wanita yang akan di sukainya nanti.

Bersambung...............

Hallo, aku LaSheira, maaf ya karena keterbatasan diri hanya bisa update 5 episode, semoga menghibur dan mengobati rindu pada Daniah dan Saga serta para pendukungnya.

Spoiler sedikit untuk episode selanjutnya  ^_^

" Ditaman ini pertama kalinya aku bertemu Han, begitu pula terakhir kalinya aku bicara padanya." Daniah terkejut mendengar kata-kata Saga.

Mereka bertengkar? kenapa?

" Hari itu, setelah beberapa bulan aku melewati hari berat setelah kepergian ayah. setelah perusahaan kembali stabil dan para penggangu berhasil dibungkam oleh paman. Han bilang dia akan pergi. Pergi dari sampingku."

Daniah merasakan itu, kesedihan, kemarahan yang menjadi satu.