Chapter 211 Maaf

Akhirnya keluar  dari bioskop horor dengan selamat, seperti terlepas dari jerat di lehernya. Wajah Aran

masih terlihat pucat karena terkejut saat di bisiki sekertaris Han dengan

bisikan menyeramkan untuk membangunkannya tadi.

“ Siapa suruh kau tidur sepulas

itu.” Tidak merasa bersalah sama sekali sudah membangunkan orang dengan aura

seram. Aran terlihat menggemerutukan gigi sambil menatap tajam punggung

sekertaris Han. Kalau saja tatapannya setajam peluru, punggung itu pasti sudah

berlubang di mana-mana.

Dasar jahat! Memang tidak bisa membangunkan orang dengan normal. Menguncang bahu misalnya.

Padahal ya, Han sudah menggunakan cara normal selama beberapa menit untuk membangunkan Aran. Tapi gadis itu terlelap seperti di atas kasurnya sendiri.

“ Berikan kunci mobil nona.” Han menyodorkan tangannya, saat mereka sudah sampai di area parkir. Beberapa orang terlihat melintas menuju kendaraan mereka masing-masing.

“ Kenapa?” Kau tidak akan

meninggalkanku sendirian di area parkirkan? Duga Aran kuatir, dia masih

menggengam kunci mobil Daniah di balik punggungnya. “ Nona meminjamkan sampai

saya pulang. Tidak, sampai urusan saya selesai hari ini.” Bersikeras mempertahankan kunci yang sementara adalah miliknya.

Tangan Han masing mengantung di

udara, membuat Aran mau tidak mau menyodorkan kunci mobilnya. Tidak tahu dari

mana muncul seorang laki-laki dengan setelan jas, di lengannya ada logo tim

keamanan Antarna Group mendekati mereka.

“ Bawa mobil nona Daniah ke rumah.” Han melemparkan kunci mobil yang ditangkap dengan kedua tangan oleh pengawal laki-laki tadi.

“ Baik tuan.” Hanya menjawab

begitu, lalu menggangukan kepala. Diapun menghilang tanpa bekas menuju mobil

nona. Aran menatap tidak rela.

Apa ceritanya dia mau menghukumku

karena aku ketiduran saat nonton tadi. Jadi dia mengambil mobil nona. Lagipula siapa suruh menonton film

horor. Ini kejam namanya!

“ Lalu saya tuan, tuan tidak akan

meninggalkan saya kan?”

Han diam menuju mobilnya. “ Masuk!”

Hah! Masuk ke mobilnya? Benar tidak

apa-apa.

“ Mau kutinggal.” Sudah menghidupkan mobil.

“ Tidak, saya masuk tuan.” Aran

bergegas masuk ke dalam mobil dengan cepat. Langsung memasang sabuk pengaman

dengan benar. Mengatur nafasnya yang tiba-tiba berdebar. Menduga-duga kenapa

Han memberinya tumpangan. Padahal jelas-jelas berangkat tadi dia tidak sudi

melakukannya.

Dia tidak benar-benar mau menghabisi

akukan?

Tidak ada yang bicara sepatah

katapun dalam perjalanan. Han hanya mengemudikan kendaraan dengan kecepatan

sedang. Sementara Aran hanya sibuk menduga-duga tapi tidak berani menebak atau

bertanya. Salah sedikit saja bagaimana kalau dia di tendang keluar mobil, begitu pikirnya. Hingga diam adalah pilihan yang terbaik.

Sementara gelap sudah mulai datang menjelang.

Sudah duduk di sebuah kafe, sudah

memesan makanan. Mereka sedang menunggu makanan dan di depan meja ada dua gelas

air putih dingin dan dua botol minuman. Milik Aran sudah hampir setengah

kosong. Dia terlihat cemas. Mimik mukanya terlihat sekali dia sedang menimbang

banyak hal. Tangannya sudah berkeringat di bawah meja.

Tempat yang di reservasi secara

khusus oleh Han. Sebagai pelunasan janjinya pada nona. Ajak menonton sudah,

berikan dia makanan mewah, dan dengarkan dia bicara.

Apa aku bicara sekarang? Tapi harus

kumulai dari mana?

Pikiran Aran sedang berkecamuk di

sela-sela menunggu.

Kehebatan sekertaris Han dengan

wajah datar tanpa bisa ditebak itulah yang terkadang membuat kesal. Dengan

airmuka yang tidak bergeming dia bisa membuat lawan bicaranya tegang dan

senewen sendiri. Antara meneruskan bicara atau diam saja.

“ Bicaralah, aku akan

mendengarkanmu.” Makanan belum datang. “ Katakan apa yang ingin kau katakan,

ini kesempatan terakhirmu utuk menjelaskan.” Glek, Aran menelan ludah. Sudah

terdengar seperti ancaman baginya. “Jangan pernah melibatkan nona Daniah lagi

dalam masalahmu.”

“ Maaf.” Aran menunduk lagi saat pandangan mata mereka bertemu.

“ Untuk apa?”

Hah! Apa dia mau pura-pura tidak

tahu, sebesar apa rasa bersalahku padanya.

“ Karena kau sudah melibatkan nona

dan membuat kekacauan seperti hari ini?” Sepertinya Han juga merasa engan untuk mengungkit masa lalu. Walaupun dia tahu arah pembicaraan Aran yang sebenarnya.

Bukan!

Diam lagi, sampai selang beberapa waktu. ketukan tangan Han di atas meja mulai terdengar cepat. Dia mulai jengah.

“ Huh! Sepertinya kau tidak bisa

memanfaatkan kesempatanmu ya. Setelah ini jangan pernah.”

“ Maaf untuk semua kesalahanku di

masa lalu.” Menyambar sebelum Han menyelesaikan kalimatnya. Lalu tertunduk dalam. Aran mendengar suara langkah kaki pelayan mendekat

menghidangkan makanan. Dia masih menunduk.  Merasa waktu berhenti.

Kenapa dia lama sekali si meletakan

makanan saja.

“ Selamat menikmati.” Pelayan itu

melihat pelanggan wanitanya yang tertunduk dan tidak menjawab. Saat melihat ke

arah Han laki-laki itu memberi isyarat dengan tangannya agar dia keluar. “ Eh, baik

tuan. Selamat menikmati.”

“ Dia sudah pergi. Tegakan kepalamu

dan makanlah. Hari ulang tahun nona belum berakhir.” Memberi tahu Aran kalau dia masih akan mendengarkan Aran bicara. Apapun yang akan dibicarakannya.

Mereka makan dalam diam. Aran mendongak, meletakan sendoknya. Tidak tahu kekuatan dari mana yang mendorongnya bicara. Tapi mulutnya memang terbuka.

" Maafkan kesalahan saya di masa lalu tuan." Han menghentikan suapannya, mengambil air dan meneguknya pelan. " benar, saya membantu nona muda putri pemilik stasiun tv karena tergiur uang yang dia janjikan." Ragu-ragu melirik Han yang masih diam mendengarkan. " Saya sudah menipu tuan dan mendekati tuan."

Bagaimana ini aku gemetaran.

Aran menyentuh dadanya yang bergemuruh.

" Saya mendekati anda memang karena alasan itu. Maaf." sesal yang tidak bisa dia tunjukan melalui kata-kata.

" Huh!" Han mendesah, mengambil lagi gelasnya.

" Tapi saya benar-benar senang setelah mengenal tuan secara pribadi." Terlihat Han mulai kesal, tapi dia menahan diri sesuai janjinya pada tuan mudanya. " Waktu yang kita lalui bersama, saya benar-benar senang."

" Tutup mulutmu!" Tanpa sadar Han mengatakannya. " Hah! baiklah lanjutkan bicaramu, aku sudah berjanji pada nona." Dia selalu merasa kesal, jika memikirkan betapa bodohnya bisa tertipu dengan wajah polos gadis di depannya ini.

Dia benar-benar bersikap baik padaku hari ini hanya karena nona Daniah. Karena janjinya pada nona, sama sekali bukan karena akukan?

Getir, suara yang bergetar di dada Aran. Jika dia mengatakan semuanya dan dimaafkan apakah semuanya akan melegakan, atau hanya akan terus mengganjal di hatinya.

" Apa tuan masih melakukannya setiap akhir pekan?" Han menatap Aran lekat tapi tidak menjawab. " Berkeliling membagikan uang pada pedagang kecil dengan jaket hoodie supaya tuan tidak di kenali." Karena hal inilah semua pikiran Aran berubah. Penilaiannya pada sekertaris Han jungkir balik dari laki-laki dingin tanpa ekspresi di belakang tuan Saga, menjadi seseorang berhati hangat yang hanya dia dan Tuhan yang tahu. Untuk itulah  niatan yang awalnya hanya karena uang berganti tujuan benar-benar ingin mengenal Han dengan dunianya. Membuat Aran semakin dalam terjerumus dalam kebetulan-kebetulan yang ia ciptakan untuk mendekati sekertaris Han.

" Maafkan saya tuan."

Han masih menatap Aran. Kali ini gadis itu tidak memalingkan matanya.

Epilog

Mobil memasuki halaman rumah utama. Mobil milik Daniah sudah terparkir di sana. Han menghentikan mobil tanpa mematikan mesin. Apakah mereka sudah meluruskan semua kesalahpahaman mereka dengan kedamaian?

" Terimakasih untuk hari ini tuan. terimakasih sudah memberi saya kesempatan bicara sebanyak itu."

" Keluarlah!"

" Baik." Aran keluar dari mobil. Menutup pintu pelan agar tidak menimbulkan suara. " Terimakasih tuan untuk hari ini."

" Aran!" Han menjentikan tangannya agar gadis itu memasukan kepalanya ke dalam mobil lagi.

Eh, kenapa? Dia tidak akan mencium pipikukan?

" Cuci rambutmu setiap hari!"

Aran terlonjak sampai kepalanya membentur mobil. Membuat Han terlihat tersenyum tipis. Lalu bergegas memutar mobilnya keluar dari dari halaman rumah utama.

Aaaaaaa.

Bersambung