Chapter 209 Ibu Belum Menyerah

Saga memberi kesempatan Daniah

untuk menghabiskan waktu dengan keluarganya. Dia membisikan sesuatu di telinga

Daniah membuat wajah gadis itu langsung secerah mentari pagi. Senang yang terpancar jelas di wajahnya.

“ Terimakasih sayang.” Kecupan lima

kali di pipi Saga, setelah itu laki-laki itu meninggalkan ruangan pesta menuju

ruang kerjanya. Han terlihat mengikutinya dari belakang. Ikut masuk ke dalam

ruangan. Tidak tahu apa yang mereka bahas di dalam.

Sementara itu, setelah hampir

sekian menit ibu masih berdiri di depan pintu ruang kerja putranya. Dia

meninggalkan pesta jauh lebih awal. Wajahnya terlihat ragu-ragu. Berdiri sambil

meremas jemari tangannya. Menatap pintu dengan nanar. Dia membalikan badan

lagi, mengurungkan tangannya yang mau mengetuk pintu. Setelah beberapa langkah meninggalkan ruang kerja, dia berbalik lagi, berdiri di depan pintu lagi. Ada rasa kuatir dan takut yang

tergambar jelas di wajahnya, tapi dia benar-benar tidak bisa menahannya lagi.

Suara ketukan pintu, dia nekad. “

Saga, ini ibu, apa ibu boleh masuk.” Menurunkan tangan yang sedikit bergetar.

Dia menunggu, tidak ada sahutan. “ Saga!” Pintu pelan terbuka. Yang muncul dari

dalam seseorang yang membuatnya tambah kehilangan nyali. Ibu mundur dua langkah

ke belakang, mengatur nafasnya agar tidak terlihat gemetar.

“ Ada apa nyonya?” Han masih

berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka, seperti mengatakan, kau tidak

diizinkan masuk. “ Apa ada yang nyonya butuhkan?”

“ Minggir Han, aku mau bicara

dengan Saga bukan denganmu.” Ibu mendorong pintu tapi tertahan karena Han tetap

berdiri di tempatnya. Dia mendesah sebelum keluar dan menutup pintu. “ Kamu

benar-benar tidak sopan ya!” Marah, karena bukannya membuka pintu Han malah

menutupnya.

Dia sama sekali tidak

mendengarkanku!

“ Nyonya, suasana hati tuan muda

sedang sangat senang hari ini, saya harap nyonya tidak mengatakan apapun untuk

memancing emosi tuan muda.” Langsung bicara ke intinya. “ Kembalilah ke pesta nyonya.”

“ Kau ini ya, aku hanya ingin

bicara dengan putraku.” Memukul bahu Han dan mendorongnya menjauh dari pintu. “

Bagaimanapun aku ini ibunya Saga.”

Huh! Berapa kali aku harus mengatakan, kalau di mata tuan muda hanya ada nona Daniah. Apa sebagai ibu,

anda sama sekali tidak bisa melihatnya.

“ Saya sudah memperingatkan nyonya.”

Menggangukan kepala sopan tapi dengan wajah datarnya. Ibu terdengar memakinya

sambil menutup pintu dengan keras.

“ Berhentilah bertengkar dengan Han

bu.” Saga menutup map di meja kerjanya lalu berjalan menuju sofa. Dia memang

tidak mendengar pembicaraan mereka di luar, tapi dengan hanya mendengar suara

keras pintu yang tertutup dia tahu, kalau sudah terjadi sesuatu di depan pintu

ruang kerjanya. “ Duduklah! Apa yang mau ibu katakan.” Saga menepuk sofa di

sebelahnya, meminta ibu duduk di sampingnya.

Ibu terlihat ragu melihat sofa yang

di tepuk Saga, Tapi putranya kembali menepuk tempat yang sama dengan tangannya.

Membuatnya mau tidak mau duduk di sana. Ibu melirik Saga sebentar, benar seperti

yang Han katakan, suasana hatinya sedang sangat baik.

Apa dia sebahagia itu dengan

pernikahannya?

“ Apa yang mau ibu katakan?” Walaupun Saga sendiri sudah bisa menduga alasan kedatangan ibu di ruang kerjanya.

“ Saga.” Ibu bicara lirih dan ragu.

“ Hemm.”

“ Apa kamu sudah memikirkan tawaran

ibu.” Tidak bisa menatap putranya sambil bicara, dia melihat ke arah lain.

“ Tawaran apa? tentang memilih

wanita lain untuk menjadi ibu anak-anakku.” Tidak seperti biasanya yang akan

langsung gusar Saga bicara dengan biasa, sambil bersandar di sofa. “Apa ibu

membawa Amera untuk itu?” Saga terdengar tertawa kecil.

Karena melihat putranya tidak

marah,  Ibu merasa kalau inilah saatnya

dia bicara. Wanita itu benar-benar menutup mata hatinya kalau sebenarnya dia

melihat kebahagiaan di mata anaknya. Hanya demi ego dan gengsinya semata.

“ Kau menyayangi Amerakan? Dia

gadis baik-baik. Keluarganya juga sangat mendukungmu. Dia sangat pantas berada

di sampingmu.” Ibu meraih tangan putranya dan mengengamnya erat.

“ Ibu, jangan melewati batas.”

Deg, Jantung ibu langsung berdetak

kencang. Ya, seperti inilah biasanya putranya akan bereaksi.

“ Saga, kamu lihat sendiri

bagaimana keluarga Daniah. Mereka kampungan sekali, sudah seperti penjilat

saja.” Ibupun tersulut juga. Melihat keluarga Daniah dari dekat. Menganalisis

orang tua mereka. Dan bagaimana ibunya bicara, dia bisa menyimpulkan kalau

mereka benar-benar tidak pantas berada sejajar dengan keluarga Antarna Group. “

Untuk itulah kamu tidak memperkenalkan mereka ke publikkan? Keluarga Daniah

atau istrimu?”

“ Apa ibu sudah selesai bicara?”

“ Saga!’

“ Ibu aku tidak mau memperkenalkan

Daniah ke publik karena aku begitu mencintainya. Aku tidak rela siapapun

melihatnya dan bergosip di belakangnya, jadi bukan karena aku malu atau seperti

yang ibu pikirkan. Aku menjaga privacinya karena aku mencintainya.” Wajah merah

Saga sudah muncul. Dia terlihat menahan diri. Tangannya terkepal karena kesal. “

Bagaimana ibu bisa tidak memahami anak ibu sendiri.”

Ibu diam seribu bahasa, tidak

berani menjawab.

" Ibu." Suasana hening yang tadi sejenak tercipta pecah. Ibu menjawab tergagap. "Apa aku boleh tidur di pangkuan ibu." Wajah terkejut ibu yang tidak bisa dia tutupi.

Apa!

Ibu menekuk lututnya, lalu menepuk pangkuannya. Masih tidak mengerti, tapi dia membiarkan ketika Saga menjatuhkan kepalanya di pangkuan. Dada wanita itu berdebar kencang. Menebak ada apa dengan putranya. Ah, dia tidak pernah seperti ini. Bahkan sejak dulu.

" Ternyata pangkuan ibu senyaman ini ya" Hening. Tidak  ada yang bicara. Saga hanya terpejam membayangkan masa lalunya. Menemukan wajah Daniah yang tersenyum dan merentangkan tangan siap memeluknya. Jangan marah pada ibu karena aku ya, kata-kata itu kembali terngiang dipikiran Saga. Sementara itu dada ibupun berkecamuk, dia menggangkat tangannya ingin menyentuh kepala putranya. Tapi urung, dia menarik tangannya lagi. " Ibu boleh menyentuh kepalaku."

Ibu terkejut mendengarnya. Tapi dia meletakan tangannya dan membelai kepala Saga.

" Niah bilang aku tidak boleh bertengkar dengan ibu." Deg, dada ibu bergemuruh. " Karena ibu sudah mengandung dan melahirkanku, dan semua itu tidak mudah. Jangan bertengkar dengan ibu, mengalahlah, karena kata Niah, ibu selalu melakukan hal yang terbaik untuk anaknya." Ibu tidak menjawab apa-apa, dia hanya terdiam. Mengigit bibirnya. "Aku akan melindungi Niah seperti ayah mencintai ibu."

" Saga."

" Aku belum selesai bu, dengarkan apa yang mau kukatakan." Saga masih memejamkan mata, merasai belaian tangan ibunya di kepala. Hangat. Sentuhan ibu selalu menghangatkan hatikan? " Ibu tidak pernah menyentuh kepalaku lagi sejak ayah pergi." Diam sebentar. " Ya, akupun tidak bisa jadi anak yang cengeng setelah ayah pergikan." terdengar desahan. "Hanya paman yang selalu mengatakan, menangislah Saga kalau kau ingin menangis sambil menyentuh kepalaku. Haha." getir. "Paman sampai akhir masih melihatku seperti anak-anak." Ibu semakin mengigit bibirnya. "

Saga bangun dari pangkuan ibu. Menatap ibunya. " Ibu." wanita itu menoleh pelan menatap putranya. "Seperti ayah yang tidak perduli bagaimana latar belakang keluarga ibu, seperti itulah aku ingin mencintai Daniah bu." meraih tangan ibu.

Bibir ibu kelu tidak bisa menjawab.

Bersambung