Chapter 192 Dilema Dua anak manusia

Malam sudah larut saat Han menyelesaikan semua urusannya hari ini.

Pintu lift yang

terbuka langsung di sambut kesunyian. Tidak ada siapapun yang ada di lantai

apartemen ini. Karena lantai ini hanya memiliki satu pintu utama. Han masuk ke

dalam rumah. Tercium bau yang setiap hari menyambutnya dalam keremangan malam.

Diraihnya remot di atas lemari dia meletakan sepatu. Menyalakan beberapa lampu.

Pendar lampu di beberapa sudut ruangan membuat rumah ini terlihat seperti rumah

manusia.

Hah! Dalam beberapa hari saja

banyak yang sudah terjadi.

Han sudah mendapatkan informasi

kepulangan nyonya. Kalau wanita itu membawa seorang gadis. Tidak menjadi

perkara siapa yang dibawanya. Tidaklah penting dan tidak harus masuk dalam list

sesuatu yang harus di perhatikan. Tapi sialnya, nyonya benar-benar sudah

membuat rencana cukup rinci sepertinya. Gadis itu bukan seseorang yang dibenci

tuan muda.

Bocah itu  sudah tumbuh besar rupanya. Tapi nyonya kali ini sepertinya kau sudah benar-benar salah langkah. Kalau saja kau membawanya saat tuan muda terpuruk di tinggal Helena. Kau masih ada harapan. Tapi kalau sekarang, tuan muda bahkan tidak rela istrinya di lirik laki-laki lain.

Tuan muda tentu tidak akan bergeming sedikitpun. Han tahu, sedalam apa perasaan Saga

untuk nona mudanya. Tapi dia juga tahu kalau saat ini tuannya itu sedang

bimbang mengenai kehamilan nona. Dia sudah mengatur jadwal konsultasi dengan dokter kandungan tadi. Secepat mungkin ini harus dilakukan pikirnya.

Han masuk ke kamar mandi, mengisi

bak dengan air hangat lalu memasukan beberapa tetes aroma terapi ke dalamnya.

Dia sudah menanggalkan pakaiannya. Dan masuk ke dalam bak kamar mandi.

Kalau nyonya memberi ide tentang

menikah lagi untuk meneruskan keturunan, apa tuan muda akan mempertimbangkannya.

Tidak mungkin pikiran Han tersadar.

Dia meletakan kepalanya di pinggiran bak mandi. Mendongak dan menatap

langit-langit kamar mandinya. Wajah Daniah terpantul jelas di sana. Bagaimana

kesalnya gadis itu saat menaiki tangga rumah tadi menuju kamarnya. Bahkan nona

tidak berusaha menutupi rasa kesalnya dengan senyuman basa basi ataupun apa.

Han merasa nyonya berhasil menemukan sebuah kelemahan di sana.

Tapi satu hal yang masih membuatnya yakin, bahwa wanita memang memimpikan menjadi ibu. Seperti apapun proses yang di jalaninya. Binggung lagikan dia. Sehingga ketakutan tuan Saga sepertinya tidak pada tempatnya.

Perempuan benar-benar makhluk paling susah di tebak maunya apa!

Bahkan saat lintasan percakapannya dengan Aran sehari kemarin di pulau XX sebelum keberangkatan gadis itu kembali ke ibu kota.

" Aran kemarilah, aku mau bertanya." Gadis itu mendekat dengan penasaran yang tampak berkobar di matanya.

" Ia tuan."

" Apa kau tetap mau jadi ibu walaupun kau tahu hamil dan melahirkan itu tidak mudah." Wajah terkejut Aran mendengar pertanyaan Han. Dia tersenyum malu.

" Apa yang kau pikirkan?"

" Maaf."

" Jawab saja dengan jelas."

" Apa ini tentang tuan muda?"

Cih, kadang-kadang kalau kau memakai otakmu, pradugamu selalu benar adanya.

" Sudah jawab saja."

" Tuan, mungkin bagi laki-laki ini terdengar tidak masuk akal ya. Tapi mungkin memang sudah dari sananya Tuhan menciptakan wanita untuk fitrahnya menjadi ibu. Jadi untuk sebagian banyak wanita menjadi ibu itu sudah seperti impian dan cita-cita tersendiri. Walaupun tahu hamil itu tidak mudah, melahirkan itu penuh perjuangan. Tapi semuanya terobati setelah melihat wajah anak yang dilahirkan."

Apa-apaan dia sepertinya senang sekali. Ya, diakan pernah bilang ingin menikah dan punya anak yang banyak.

" Kalau kau seingin itu punya anak kenapa tidak menikah? Kau juga tidak muda lagikan." Kata-kata telak menyebalkan yang diucapkan pada seorang jomblo cukup umur adalah, kenapa kau belum menikah.

" Kalau tuan sudah menikah saya juga akan menikah." Aran tersenyum tipis dengan jawaban yang tidak kalah menghujam kesombongan sesama jomblo.

" Tutup mulutmu!" Tidak tahu kenapa Han merasa tersinggung dengan kalimat Aran.

" Kenapa tuan marah? sayakan bukannya meminta menikah dengan tuan."

" Huh! kau bahkan sudah berani terang-terangan sekarang." Meninggalkan Aran yang menatap punggungnya sampai menghilang ke dalam vila.

Gadis bodoh! Masih lama aku untuk memikirkan diriku sendiri.

Han masih bersandar di bak mandinya, padahal air di bak mandinya suhunya sudah sedikit menurun.

Tuan besar, ayah. Apa aku sudah melakukan yang terbaik untuk melindungi tuan muda dan orang-orang yang ia sayangi. Ayah, aku hebatkan.

Pendar lampu kamar mandi memantulkan seraut wajah lelaki tua. Han tersenyum dan mencoba meraihnya dengan tangannya.

Sementara itu jauh dari kediaman Han. Seseorang yang dikatainya bodoh.

Para pelayan di rumah belakang

sudah beraktivitas dengan normal. Dari pagi sampai malam hari. Mereka melakukan

pekerjaan dengan serius tanpa banyak bicara ketika bekerja. Apalagi seharian

setelah mereka kembali dari pulau XX. Mereka harus membersihkan rumah utama

dengan ekstra.

Aran sendiri walaupun pekerjaan

utamanya adalah berada di samping nona taapi dia juga di perbantukan untuk

membersihkan rumah utama. Seharian kemarian dia hanya bisa berdecak kagum

melihat langit-langit ruangan. Lampu-lampu berkilau di setiap ruangan. Kursi

mewah dan mengkilat rumah utama. Sesuatu yang bahkan jauh lebih dari apa yang

bisa dia bayangkan. Sudah beberapa kali meliput rumah para konglomerat,

tapi sungguh, rumah utama adalah rumah paling megah dan luar biasa yang pernah dia masuki. Level tuan Saga benar-benar di atas orang lain pada umumnya.

Kamar utama. Bagaimana rupanya

kamar tuan dan nona ya. Hanya kepala pelayan pak Mun dan dua pelayan

wanita senior yang bisa memasuki ruangan itu. Mereka berdualah yang bertugas

menjaga kebersihan kamar utama. Aran mengenal kedua pelayan senior itu. Tapi ketika

ditanya tentang bagaimana kamar tuan dan nona keduanya hanya menatap diam dan

tidak membuka mulut. Jawaban mereka sama.

“ Aran, jangan bertanya sesuatu yang

tidak ada hubungannya dengan pekerjaanmu. Apalagi mengenai tuan dan nona.

Sayangilah hidupmu.”

Hah, aku tahu maksudnya. Ternyata

kekuasaan sekertaris Han tidak hanya di perusahaan, tapi juga merambah sampai

rumah utama.

Aran menjatuhkan tubuhnya di atas

tempat tidur, setelah mandi dengan cepat tadi. Dia meluruskan kaki dan

pungunggnya. Rambutnya bahkan masih sedikit basah. Tapi tidak diambil pusing olehnya.

Aaaa, nyaman sekali!

Karena masih tinggal sendirian dia bisa melakukan apa yang dia inginkan. Berguling-guling diatas tempat tidur sambil menendang selimutnya. Apalagi saat wajah sekertaris Han melintas.

Aku pasti sudah gila! Bagaimana bisa aku menjawab dia begitu. Dan apa dia bilang tadi, terang-terangan. Memang siapa yang menyatakan hei. Kegeeran.

Tapi Aran masih cukup sadar diri, kalau kesalahannya di masa lalu belumlah dimaafkan. diapun belum punya kesempatan untuk minta maaf dengan benar.

Bagaimana aku bisa minta maaf dengan benar, kalau setiap menyinggung masalah itu. Dia selalu mengatakan. Tutup mulutmu.

Sudah tahu dia harimau gila, kau masih menyukainya. Itu salahmu sendiri Aran. Mungkin begitu hatinya menyadarkan. Sampai dia terlelap nama Han masih terucap dalam gumamam mimpinya.

Bersambung