Chapter 176 Bulan Madu (Part 13)

Di ruang perawatan VVIP, kedua

wanita yang ada di dalamnya sedang mengingat kembali kejadian yang berlangsung

beberapa waktu lalu. Pristiwa saat kedatangan tuan Saga beserta rombongannya ke

kafe. Tempat Daniah bertemu dengan kenangan buruk di SMUnya. Memori yang bahkan

tidak pernah sekelebatpun terlintas. Haksan, nama yang tidak akan pernah di

sebut Daniah jika dia membicarakan tentang kehidupan SMUnya. Baik itu dalam

cerita keseharian atau cerita cintanya. Dia hanya akan mengaku kalau dia pernah

pacaran tiga kali. Tapi nama Haksan tidak ada dalam daftar itu. Mereka saling

mengengam tangan masing-masing ketika sorot mata Saga yang penuh kemarahan

kembali terlintas.

Saat itu mereka bahkan hanya  bisa menduga-duga apa yang terjadi pada Haksan

dari suara teriakan penuh kesakitannya. Di ruang tunggu di mana para pegawai

kafe saling bersitatap melihat Daniah dan juga wanita di sebelahnya. Mereka

terlihat ingin bertanya, namun takut dan bayangan keributan yang mereka lihat

tadi membuat mereka hanya saling berspekulasi tentang dua wanita di hadapan

mereka. Sampai akhirnya seorang laki-laki masuk dan membawa dua wanita itu

keluar, para pelayan kafe hanya bisa melihat dalam diam.

Dan sekarang diruangan perawatan

ini dua wanita itu masih bertanya-tanya, apa yang terjadi pada Haksan

sebenarnya.

“ Nona, apa nona benar-benar mau

membahasnya lagi.” Daniah dan Aran  saling bersitatap tegang. Daniah mengelengkan

kepalanya. Dia takut, kalau dia membahasnya membuatnya merasa bersalah pada

Haksan.

Walaupun dia berusaha meyakinkan

hatinya, kalau ini bukanlah salahnya. Haksan yang datang menggangunya, dia yang

tidak percaya kalau dia sudah menikah dengan tuan Saga. Perangainya yang tidak

berubah dari masa lalu semakin memperkeruh suasana. Ini salahnya. Begitu yang

berusaha diyakinkan Daniah di hatinya.

Ya, tapi siapa juga si yang akan

percaya kalau aku benar-benar istri tuan Saga, kalau dibandingkan dengan Helena

wanita yang dia kenalkan ke publik sebagai kekasihnya. Aku dan wanita itukan

bagai bumi dan langit kalau di lihat dari segi fisik. Sedangkan hanya penilaian

tidak kasat mata itulah yang dilihat kebanyakan orang.

Daniah termenung lagi mulai bisa

meraba bagaimana kedepannya hidupnya. Kebebasan, membawa mobil sendiri bekerja.

Semua itu bahkan sudah berlarian dan menjauh secepat larinya rusa hutan dari

kejaran pemburu. Mustahil.  Tadi sebelum

keluar dari ruangan ini Saga sudah menebar ancaman yang membautnya tetap berada

di tempat tidurnya.

“ Jangan keluar dari ruangan ini

selangkahpun.” Menghentikan bicara dan melihat pintu lalu terdiam sebentar

menimbang apa yang ingin ia ucapkan, dan akhirnya dia merubah kata-katanya.

“Tidak, tidak usah turun dari tempat tidur sampai aku kembali.” Melihat Aran

dengan sorot mata tajam. Membuat yang ditatap langsung bergetar. “Jaga istriku

untuk tetap berada di tempat tidurnya sampai aku kembali.” Seperti berkata,

kalau sampai istriku turun dari tempat tidurnya habis kau.

“ Ba, baik tuan.”

Dia masih marah. Benar, dia masih

marahkan? Aran menerka.

Daniah frustasi duduk di atas

tempat tidur. Sebenarnya tidak masalah kalau dia turun, ketahuan sekalipun.

Paling-paling dia cuma akan diteriaki saja. Tapi kata-kata yang diberikan suaminya

tadi bukan hanya untuknya. Tapi lebih tepatnya dia tujukan pada Aran. Hingga

membuat Daniah benar-benar bertahan di tempat tidurnya.  Ketukan di pintu membuyarkan pikirannya yang

melamun kemana-mana. Aran langsung membawa langkahnya untuk melihat. Ternyata

seorang perawat membawakan makanan dan juga minuman. Dia melihat dua pengawal

duduk berjaga, salah satu yang mengikutinya tadi yang satunya sudah berganti

orang.

Hah! Apa ini, apa ini makanan

klinik kesehatan. Memandang nampan yang dia pegang. Aneka cake mewah dan

potongan buah segar serta jus buah.

Aran berhenti untuk terkejut

setelah melihat ruangan yang ia sekarang berada. Tempat inipun tidak sekelas

dengan kamar perawatannya sama sekali.

“ Apa nona mau makan sesuatu?”

“ Tidak. Makanlah kalau kamu mau.”

Daniah duduk bersandar sambil menatap jendela. “ Bagaimana kalau sesuatu

terjadi pada kak Haksan ya.” Tanyanya pada dirinya sendiri.

“ Nona, jangan menyebut namanya

lagi dengan mulut nona. Saya mohon.” Hari ini jadi pelajaran penting bagi Aran.

Bahwa tidak ada kesalahan sepele kalau berhubungan dengan tuan Saga. Semua

aturan tertulis yang dibuatkan sekertaris Han padanya sampai berlembar-lembar

itu adalah kewajiban mutlak yang tidak bisa ditawar.

Kejadian saat Saga meremas rambut

Daniah tadi sangat jelas muncul di kepala Aran. Dia tahu alasan laki-laki itu

melakukannya. Dia menakar kadar cemburu tuan Saga sebesar pada pada nonanya.

“ Kumohon jangan bersikap seperti

Leela dan Han.” Daniah mendesah sedikit merasa kesal.

“ Maafkan saya nona, tapi hari ini

saya benar-benar baru melihat sikap tuan Saga yang seperti itu. Dia bahkan

tidak mau melihat nona di kafe tadikan. Dia benar-benar sedang menahan

kemarahannya supaya nona tidak melihat.”

Daniahpun tahu itu. Saat Saga

mengalihkan mata yang biasanya selalu tertuju padanya.

“ Tapi nona, tadi nona tidak

bertengkar dengan tuan Sagakan?” aku sampai di pelototi di luar tadi karena

menanyakan keadaan nona. “ Tuan Saga tidak melakukan apapun pada nona kan?”

Kuatir. Walapun Aran tidak sampai berfikir kalau tuan Saga sampai memukul nona

Daniah.

“ Huh! Dia melakukan banyak hal

padaku.” Jawaban Daniah terdengar menakutkan di telinga Aran, membuat Daniah

tertawa menebak apa yang dipikirkan gadis di depannya. “ Aku tidak apa-apa

Aran, tuan Saga tidak melakukan hal buruk padaku kok. Ya dia hanya melakukan

banyak hal saja.” Tidak mungkin menjelaskan secara detail. “ Sudahlah, ayo makan

kuenya. Cake coklat ini sepertinya enak.” Kau tidak akan paham apa yang dilakukan tuan Saga begitu pikir Daniah. Padahal, nona penulis sudah cukup pengalaman halunya kalau urusan begituan yang tertuang pada novel-novelnya. Tapi jangan tanya kalau di kehidupan nyata. Mungkin dia hanya setingkat di atas sekertaris Han perihal pengalaman cinta.

Walaupun masih terbaca gurat

kebingungan di wajahnya Aran mengikuti saja ketika Daniah memberikan sendok

untuknya. Dia ikut makan makanan yang sama dengan yang dimakan Daniah.

“ Aran, apa kau tidak bertanya tadi

pada sekertaris Han, mereka mau kemana?” Berusaha menenangkan diri lagi dengan

bicara. Daripada memikirkanya sendiri di kepalanya sepertinya lebih baik kalau

ada yang ikut memikirkannya.

“Saya bertanya nona, tapi tuan Han

hanya menjawab. Terlalu banyak tahu dan bertanya bisa memperpendek umurmu.”

Cemberut kesal sambil menjelaskan, dengan nada suara sama persis yang diberikan

sekertaris Han padanya tadi. “Saya sudah tidak berani bertanya lagi kalau dia

menjawab begitu.”

“ Cih, dia selalu memakai kalimat

itu sebagai senjatanya. Ternyata padamu juga ya.” Wajah sombong Han seperti

hantu langsung muncul di kepala Daniah. Apa nona tidak lelah memaki saya?

Seringai tipis muncul di bibir sekertaris Han.

Aaaa, dalam bayangan saja dia

kenapa menyebalkan begitu si.

“ Apa! jadi pada nona juga?” Tidak

percaya, bagaimana bisa  sekertaris Han

bisa tidak sesopan itu pada nona Daniah pikir Aran. Tak terasa dia lahap juga

makan kue. Aran sudah pindah ke cake keduanya. Sambil di selingi makan buah

juga.

“ Percayalah, dia juga kurang ajar

padaku kok. Diakan hanya patuh pada tuan Saga, semua orang dianggap angin lalu

sama dia.” Geram sendiri Daniah menjelaskan. “Tapi mereka tidak akan kembali ke

kafekan. Apa mereka belum selesai dengan kak Haksan.”

“ Nona, jangan menyebut nama

laki-laki itu.” Merengek frustasi.

“ Ia, ia. Tapikan tuan Saga tidak

ada, tidak ada yang mendengarnya selain kamu.”

Nona, sadarlah. Banyak mata dan

telinga yang mendengar kita walaupun tidak kita sadari.

Aran bahkan menyapu ruangan saking

merasa kalau dirinya diawasi.

“ Nona, apa laki-laki itu mantan

pacar nona?” bertanya akhirnya, mengubur rasa penasaran siapa sebenarnya

Haksan.

“ Bukan!” Melotot. “Dia bukan

siapa-siapaku, teman saja bukan.”

Hemm, Aran berfikir jadi hubungan

mereka itu apa ya.

“ Aran, jangan banyak mencari tahu,

lupa ya, itu bisa memperpendek umurmu.” Mereka tertawa, karena Daniah

mengucapkannya dengan intonasi dan mimik yang sering di ucapkan sekertaris Han.

Namun setelahnya dia mengatakan semuanya pada Aran. Siapa Haksan, dan betapa

tidak pentingnya laki-laki itu. Yang ia cemaskan kalau sampai laki-laki itu

terluka parah hanyalah tuan Saga, dia tidak mau Tuan Saga sampai berlumuran

darah karenanya. Karena Daniah sendiri merasa suaminya yang dia kenal, walaupun

terkadang dingin dan menakutkan tapi sejujurnya hatinya lembut dan hangat.

“ Nona apa menurut nona sekertaris

Han itu jauh lebih menakutkan daripada tuan Saga.”

Daniah langsung meletakan garbu

yang dia pegang. Berfikir.

“ Tidak juga si soalnya aku masih

berani membantah bicaranya.” Tertawa kecil. “Aku masih berani menjahilinya kok,

kalau saja aku punya satu saja kelemahannya.”

Nona, anda betul-betul belum mengenal

sekertaris Han kalau masih bicara begitu.

Membayangkan saja nyali Aran sudah

menciut. Karena dia melihat dibanding tuan Saga laki-laki yang sedang mereka

bicarakan jauh lebih menakutkan.

“ Aran, apa kau tidak mau coba

jatuh cinta padanya. Dia sepertinya jomblo abadi yang tidak mengenal cinta

selain pada tuan Saga.”

“ Hahaha.” Aran hanya tertawa

menjawab kata-kata Daniah. Tapi dia menyentuh dadanya merasakan degub yang

tiba-tiba beraksi spontan.

Bersambung