Chapter 146 Jen dan Raksa (Part 2)

Di dalam toilet kantor lantai empat.

Jen berjalan cepat mendorong semua pintu kamar mandi, memeriksa apakah ada

orang di dalamnya atau tidak. Kosong. Dia merasa lega. Dia benar-benar sedang

ingin berteriak dan meluapkan perasaannya. Yang seharian ini dia tahan. Sudah

beberapa kali dia bertemu dengan Raksa hari ini. Pria itu dengan polosnya

selalu menyapa dan tersenyum. Membuat jantung Jen rasanya mau meledak.

“ Jangan anggap aku adik! Itu

mengerikan sekali.” Jen bersandar di dinding, mengaruk dinding dengan jarinya.

Seperti kucing sedang mencakar sofa.

Aku sudah punya kak Saga yang

sempurna, kenapa aku harus punya satu lagi kakak semanis Raksa.

Frustasi, tidak bisa mengendalikan

perasaannya. Airmatanya sampai menetes tanpa bisa dia kendalikan. Bagaimana tidak

kejadian seharian ini berkelebat lagi dimatanya. Menari-nari mengodanya. Senyum

Raksa yang mengemaskan. Yang dengan tidak canggungnya menyebutnya adik.

Aaaaaaa, itu sungguh menyakitkan.

Seperti kamu sedang mati-matian

berusaha diet, tapi di hadapanmu orangtuamu menyajikan makanan kesukaan mu.

Kamu ingin meraihnya, tapi cuma bisa ngeces melihatnya. Seperti itu yang Jen

rasakan. Bagaimana orang yang dia sukai ada di hadapannya, yang tanpa canggung

menyebutnya adik. Ini adik lho, bukan teman lagi. Seperti sudah ada

garis tebal yang dibuat Raksa. Adik manis.  Menari-nari dengan meledek di kepala jenika.

“ Mau kubantu Jen?” Raksa sudah

menyodorkan tangannya supaya Jen memindahkan separoh berkas ditangannya. Jen

harus mengkopi dokumen itu menjadi beberapa salinan.

“ Eh ia terimakasih.”

kenapa aku jadi sering bertemu denganmu, kakak. Getir mencibir diri sendiri. Sebenarnya jen senang, tapi saat Raksa memproklamirkan kalau dia adalah kakak. semua harapannya rasanya ambyar begitu saja.

“ Kenapa masih sungkan juga.”

Mereka berdua menyelesaikan

fotocopy bersama. Yang satu benar-benar tulus membantu sebagai seorang kakak.

Yang satunya harus menahan agar jantungnya tidak meledak melihat senyuman

manusia di hadapannya.

Sungguh ironi. Kasihan sekali kamu

Jen. Dianggap adik jauh lebih menyakitkan daripada cuma dianggap teman.

Atau saat makan siang tadi.

“ Jen, kita makan siang bareng ya.”

“ Ah, ia.”

Aaaaaa, aku harus senang atau malah

merasa tersiksa ni.

Di kantin kantor, setelah mengantri

makanan mereka duduk berhadapan di satu meja. Tiba-tiba muncul seseorang

langsung mendorong piring Raksa.

“ Cieee, Raksa, kalian pacaran ya.”

Terlalu keras untuk hanya dibilang berbisik. Jen saja langsung merasa malu.

Padahal dia tahu kenyataan sebenarnya hubungan mereka.

“ Pacaran apa.” Raksa mengeser

tempat duduknya supaya temannya bisa duduk dengan nyaman. “ Maksudmu jenika?”

dia menunjuk Jen di hadapannya.

“ Ia lah para wanita di lantai

empat heboh membicarakan kalian.  Kebanyakan

si iri sama kamu Jen. Selamat ya.”

Hentikan kak kalau kamu tidak tahu

yang sebenarnya terjadi, membuatku malu. Sekaligus membuka harapan palsu.

“ Jen ini adik ipar kak Niah,

kakakku.” Raksa dan laki-laki itu cukup dekat, mereka sudah berbagi informasi tentang keluarga. walaupun tidak semua. Raksa hanya sering menyebut Daniah dalam cerita-ceritanya.

“ Apa!” sahabat yang ada di sebelah

Raksa menjatuhkan sendoknya. Melongo. “Serius? Kenapa kalian tidak saling kenal

dari awal. Hei Sa, mau bohong jangan kelewatan juga kali.” protes. Memang terdengar tidak masuk akal. tapi mau bagaimana lagi, Raksa memang belum pernah bertemu Jen sebelumnya. Mungkin mereka pernah tidak sengaja bertemu waktu pesta pernikahan, namun keduanya tidak saling menyadari.

“ Serius, Jenika adik ipak kak

Niah. Ya, karena beberapa hal kami memang belum pernah bertemu. Kalau bukan Kak

Niah mungkin sampai sekarang aku juga tidak tahu. Jen sudah kuanggap adik

sendiri sekarang. seperti Kak Niah yang menganggapnya adik.”

Hahaha... jangan mengulang-ulang

kata-kata yang seperti pisau itu lagi Raksa, kumohon.

Sehabis makan siang merekapun

kembali kelantai empat bersama.

“ Kakak ipar bilang Raksa sudah

punya pacar ya?” Jen memberanikan diri memastikan secara langsung. Dia

penasaran dan benar-benar ingin mendengar dari mulut Raksa.

“ Haha, kak Niah cerita ya?” Wajah

tampannya tersipu. Dia meraba tengkuk kepalanya dan memalingkan wajah. Malu.

Aaaaaa, dia mengemaskan sekali.

“ Jadi benar ya?”

“ Ia, kami pacaran beberapa bulan

sebelum aku keterima magang. Apa Jen mau aku kenalin.”

“ Tidak!” Kenapa aku harus kenalan

dengan sainganku, tidak mau! Protes sendiri.

“ Dia wanita yang ramah kok,

seperti Kak Niah. Hehe, mungkin aku melihat kak Niah dalam dirinya jadi mulai

menyukainya. Eh, aku bukan menyamakan mereka, hanya aku sedikit melihat pribadi

tegar kak Niah dalam dirinya jadi aku menyukainya.”

“ ahhh, begitu ya.”

Jadi aku ini benar-benar bukan

tipenya ya, kalau aku dan kakak ipar dari semua segi jelas kami sangat berbeda.

Jen tidak bisa menutupi rasa

sedihnya. Sekarang Raksa seperti berlari jauh di depannya. Hanya sekelebat

bayangannya yang bisa ia tangkap dari kejuhan. Semakin ia berlari mendekat,

Raksa hanya semakin bergerak menjauh.

“ Apa yang sedang kamu lakukan

Jen?” beberapa suara ramai terdengar dibelakang pertanyaan itu. Gaduh.

Jenika gelagapan, sementara

wajahnya masih menempel di tembok. Beberapa seniornya di lantai empat ini masuk

ke dalam toilet. Menatap Jen penasaran, menunggu jawaban.

“ Aku cuma sedang bersandar tiduran

kak. Hehe.”

" ooooo, kirain sedang apa."

Eh mereka percaya.

Selang tidak lama mereka sudah

berkerumun mengelilingi Jen.

“ Kenapa kak?” Jen binggung.

“ Jen, kami dengar kamu adik

iparnya kakak perempuannya Raksa. Ya ampun kami pikir tadinya kalian jadian

lho, habis akrab sekali.” Salah satu senior menepuk bahu jen membuat gadis itu

terperanjak. “ Raksa memang baik sekali si sama semua orang, tapi akhir-akhir

ini sama kamu kok dia kelihatan jauh lebih perhatian.”

“ Haha, tadinya kami cembru sekali

sama kamu Jen.”

“ Ia, kok bisa mendominasi kebaikan

Raksa.”

“ aaaaa, ternyata kamu adik iparnya

ya. Untunglah, kami punya kesempatan buat tetap dekat-dekat dengan Raksa.”

Hei, hei, walaupun aku hanya

dianggap adik. Tapi dia sudah punya pacar kali. Kalian tidak punya harapan. Eh, tapi sepertinya kalian masuk dalam list tipenya Raksa deh.

" Jen, bisa coba comblangin aku gak?"

" Eh, kitakan sepakat untuk sportif."

" Sudah, sudah, bisa tidak kita menikmati ketampanan dan kebaikan Raksa sama-sama. Biar adil."

" Ah ia juga ya, primadona akan jauh lebih baik kalau jadi milik semua orang."

Dalam hati mereka menyusun strategi masing-masing untuk mendekati Raksa melalui Jenika.

" Eh, jen mana?"

Mereka tidak sadar Jen sudah kabur sedari tadi.

bersambung