Chapter 145 Jen dan Raksa (Part 1)

Gedung pusat Antarna Group.

Menjulang mencakar langit biru. Gedung pusat yang menjadi impian semua orang

yang bekerja di Antarna Group. Jika bekerja di anak perusahaan gaji mereka

sudah jauh lebih tinggi daripada perusahaan lain, apalagi jika mereka sampai

bisa memasuki gedung pusat. Walaupun dengan skala kerja dan tekanan yang

semakin meningkat, namun kebanyakan orang masih saja berlomba untuk bisa sampai

di sini.

Kalau biasanya kita hanya melihat aktifitas

lantai atas, lantai paling prestisius di gedung ini, sekarang kita akan melihat

area lain. Tempat dimana para pekerja berjibaku dengan waktu, peluh dan

semangat mereka untuk bekerja keras. Bekerja di Antarna Group adalah pilihan

yang akan dipilih orang-orang di negara ini. Mereka harus bersaing secara ketat

melalui beberapa tahap seleksi yang tidak mudah. Hingga bekerja keras bukan lagi

merupakan keharusan namun sebagai upaya mereka berterimakasih sudah mendapat

pekerjaan yang mereka impikan.

Di lantai empat, bagian arsip

laporan seluruh cabang anak perusahaan Antarna Group. Lantai ini adalah tempat

laporan semua hal tentang perusahaan. Baik berupa produk ataupun jasa.

Disinilah semua kegiatan anak cabang akan di periksa. Dan di lantai inilah

Jenika bekerja. Adik dari pemilik perusahaan yang sama sekali tidak mendapat

perlakuan istimewa dari siapapun. Tidak ada yang tahu, kecuali direktur bagian.

Dan sini pula Raksa melakukan kegiatan magangnya. Sepertinya Han sengaja menugaskan mereka di tempat yang sama untuk memudahkan pemantauan. Tapi karena ulahnya menjadi bumerang bagi Jenika. Dan parahnya hanya bagi jenika, bagi Raksa dia selalu bersikap seperti biasa. Tersenyum dan bekerja dengan keras.

Pagi ini seperti biasa suasana

kantor tampak sibuk. Pegawai magang hilir mudik melakukan pekerjaan yang

diberikan karyawan senior mereka. Ada yang berteriak, lalu ada yang berlari.

Begitu seterusnya.

Jenika pun demikian, di sini dia

tidak berbeda dengan yang lain. Hanya karyawan magang yang bisa di suruh kesana

kemari. Saat ini dia sedang mendorong troli berisi tumpukan laporan anak

perusahaan. Dia melirik sekilas sampul laporan-laporan itu.

“ Apa! jadi brand parfume ini milik

perusahaan kak Saga.” Penasaran sambil mendorong dia membalik sampulnya. “

Benar, inikan parfume yang pernah ku beli buat mantan yang kemaren. Hihi. Aku

suka aromanya. Ah mantanku, dia sedang apa ya?” kenangan manis melintas

membuatnya tersenyum.

“ Hayoo, lagi mikirin mantan ya.”

Sebuah tangan sudah meraih troli yang Jen dorong. Tangan mereka bersejajar

sekarang. Saat mendongak terkejutnya Jen ternyata Raksa yang membantunya.

“ Eh, bukan. Aku gak punya mantan

kok. Sumpah.”

Lho, kenapa aku bilang gak punya

mantan si. Nanti Raksa berfikir aku punya pacar donk.

“ Maksudku sekarang aku lagi

single, gak punya pacar.” Tersipu malu. Apalagi saat Raksa tersenyum mendengar

jawabannya.

“ Nanti juga ketemu sama jodohnya.

Hehe,  Mau dibawa kemana?” Raksa menunjuk

troli yang dia dorong dengan matanya.

“ Ruangan delapan. Tapi gak papa

membantuku sekarang. Memang sedang senggang.” Jen mengatakan dengan dada yang

berdebar, berusaha tidak menoleh pada Raksa. Saat ini ketika sudah

memproklamirkan diri ingin mengejar Raksa ntah kenapa setiap kali bertemu

dadanya selalu berdebar jauh lebih kuat dari biasanya.

“ Memang ada waktu senggang untuk

kita anak magang. Hehe.” Mereka tertawa bersama saat Raksa menyelesaikan

kalimatnya. Ya, waktu senggang mereka hanya saat jam makan siang.

Makanan di kantin kantor sangat enak. Antarna Group memang memberi fasilitas mewah bagi para karyawannya. Tapi tentu saja mereka harus bekerja keras membalas apa yang sudah mereka terima.

Semua karyawan bekerja keras,

apalagi anak magang. Merekalah yang hilir mudik disuruh kesana dan kemari. Ini

adalah proses belajar ya adik-adik magang, dulu kami juga mengalaminya kok.

Bahkan jauh lebih berat. Begitulah kalau senior sudah memberi wejangan  pada mereka.

Setelah selesai menumpuk laporan.

Mereka keluar dari ruangan delapan. Raksa yang mendorong troli kosong,

sementara Jen berjalan di sampingnya.

“ Terimakasih ya Raksa sudah

membantuku.” Bicara tanpa menoleh. Jen melepaskan tangannya dari troli, karena

sekarang benda itu kosong jadi cukup Raksa yang mendorongnya.

“ Hei, kenapa sungkan.” Raksa

menghentikan langkah,  mereka sama-sama

berhenti. Lalu saling bersitatap. “ Maaf ya, aku bahkan tidak mengenalimu kalau

kamu adik ipar kak Niah. Kalau tahu aku pasti akan menyapamu sesering mungkin.”

Eh, wajah Jen langsung merona. Dia

tersipu malu.

“ Kedepannya kalau butuh bantuan

apapun jangan sungkan bicara padaku. “ Raksa menepuk kepala Jen dengan

tangannya lembut. “ Karena kau adik ipar kak Niah, mulai sekarang aku akan

mengangapmu seperti adikku sendiri.”

“ Apa!” Jen menutup mulutnya dengan

tangan, terkejut dengan teriakannya sendiri. Lebih terkejut saat melihat wajah

Raksa yang tampak canggung. Raksa segera menarik tangannya. Mengoyangkannya

menjauh.

“ Eh, maaf ya. Sepertinya aku

berlebihan. kamu bahkan sudah memiliki kakak sempurna seperti tuan Saga.

Bagaimana aku bisa berani menawarkan diri.” Berusaha tersenyum walaupun dia

merasa tidak nyaman.

Sepertinya aku sudah berlebihan ya.

“ Tidak, bukan seperti itu kok.”

Meraih tangan Raksa lagi lalu meletakannya kembali di kepalanya. “ Aku senang

kok. Haha.” Mencoba mencairkan suasana. Jen berharap Raksa tidak tersinggung

tadi.

Raksapun tertawa lalu menurunkan

tangannya binggung, kenapa Jen mengembalikan tangannya ke kepalanya lagi.

“ Kak Niah banyak bercerita tentang

bagaimana baiknya Jen. Terimakasih ya sudah menjaga kak Niah. Pernikahan kak

Niah diawal-awalkan cukup berat” menoleh. “Maaf.” Jen paham maksudnya. Diapun

memperlakukan kakak iparnya dengan tidak baik diawal-awal. “ Tapi aku sekarang

sangat bersyukur, Kak Niah hidup dengan bahagia dan mendapat cinta dari tuan

Saga. Terimakasih sudah menjaga kak Niah selama ini.”

“ Eh, ia. Kakak ipar sangat baik, jadi semua sayang padanya.”

Tapi jangan anggap aku adik! Itukan

lebih mengerikan daripada dianggap teman. Hiks, hiks. Jangan anggap aku adik.

Aku ingin berteriak begitu di depan Raksa. Tapi kalau dia kaget dan malah

membenciku bagaimana.

Mereka kembali berjalan mendorong

troli.

“ Oh ya Jen sebenarnya aku

penasaran lho, bagaimana kamu bisa magang jadi karyawan biasa. Padahal tuan

Sagakan kakakmu?”

Mereka bicara cukup banyak, dan

ternyata sudah sampai diruangan masing-masing. Raksa melambaikan tangan ketika

pergi. Dan kejadian itu banyak yang melihat. Akhirnya mulailah gosip beredar

diantara para karyawan, kalau Jen dan Raksa sedang menjalin hubungan.

Disayang tapi dianggap adik, aku gak mau!

Jen berteriak dalam hati, sambil menjatuhkan diri di meja kerjanya.

bersambung