Chapter 93 Ruko Yang Nyaman

Kenapa si dia, apa dia marah.

Duduk diam tanpa mengucapkan

sepatah katapun. Saat ini mereka sedang berada di lantai dua. Semua karyawan

sedang menyelesaikan membungkus paket sambil menikmati makanan yang dibawa tuan

Saga. Sekotak pizza, pasta dan dua gelas minuman sudah ada di meja. Belum

tersentuh. Daniah hanya meliriknya sebentar, fokusnya sedang pada mahkluk yang

susah di tebak maunya apa ini.

Saga memandang Daniah dengan

perasaan kesal, dia juga tidak tahu kenapa. Tapi dia merasa istrinya ini wanita

yang sangat bodoh. Ya, wanita bodoh karena dia memiliki hati yang sangat baik.

Mengusir canggung, Daniah beringsut

turun dari duduknya di sofa, dan sekarang duduk di lantai. Dia mengambil satu

slice pizza dan mulai memakannya. Menenguk minumannya.

Karena perasaanku sedang tidak

karuan, aku bahkan tidak bisa menelan dengan benar sekarang.

“ Kenapa kau baik sekali bodoh!”

Akhirnya setelah lama hanya saling memandang Saga mulai bicara duluan. Dan yang

dia ucapkan tidak lain hanya celaan.

Udara jadi semakin sesak saja,

melihat sorot mata kesal dan tidak terima Saga. Saat ini walaupun dia sudah

tahu ibu dan adik tiri sudah minta maaf pada Daniah tapi perasaan marah dari

dalam dirinya belum sepenuhnya menguap.

“ Apa?” Meletakan kembali pizza

yang sudah dia gigit.

“ Keluargamu, aku tahu kalau hanya

Raksa yang selama ini baik padaamu.”

Ya, tidak mungkin kau tidak tahu,

sekertaris Han bahkan punya informasi tentang mantan pacarku. Kenangan yang

bahkan tidak ku ingat saja bisa dia ketahui, apalagi hanya tentang keluargaku.

“ sayang, kamu pasti salah paham.”

Naik lagi ke sofa, duduk di samping Saga. Tidak ada yang salah, suasana hari

ini sangatlah kondusif. Walaupun Saga kesal karena dirinya menemui ibu dan

Risya tanpa izin tapi sepertinya dia tidak benar-benar dalam kondisi marah. Dia

hanya ingin meluapkan kekesalan saja.

“ Aku bahkan ingin menghancurkan

keluargamu tanpa sisa karena perlakuan mereka padamu.”

Glek! Saat ini ancamannya tidak

terdengar sedang main-main.

“ Sayang, bukankah begitu yang

namanya ikatan darah. Jauh lebih kental dari pada air. Terkadang benci namun

seiring waktu dengan mudah di maafkan. Karena kita keluarga.”

Cih, Saga melengos.

“ Sayang.” Daniah meraih tangan

Saga. “ Bukankah kamu juga begitu, selalu mendukung keluargamu. Menyanyangi

Jen, Sofi dan Ibu. Apapun yang mereka lakukan, kenapa, karena mereka

keluargakan.”

Keluarga, ikatan yang terbentuk

tanpa kita minta. Ada ikatan darah, ikatan kasih sayang, cinta dan pengorbanan.

Untuk sebagian orang sangat penting namun tak jarang ada pula yang

menggangapnya sebatas garis nasib yang di tulis Tuhan.

Tapi keluarga adalah tempat dimana

kamu dimaafkan ketika melakukan kesalahan, bahkan sebelum kamu minta maaf

sekalipun. Orang tua adalah pilar yang terkadang selalu menggangap dirinya

benar, mereka selalu berujar karena sudah makan asam garam kehidupan maka

mereka tahu mana yang baik dan benar. ah, apa itu salah. Tidak, walaupun tidak

selamanya itu benar, tapi juga tidak selamanya salah.

Hingga saat kau membuat ibumu marah

atau kau bertengkar dengan ayahmu, tubuhmu akan bereaksi mendekat, hatimu ingin

memeluk mereka, walaupun ego terus menganjal. Tapi itulah keluarga, ketika kau

salah bahkan sebelum kau minta maaf kau sudah dimaafkan.

Ketika kakak laki-lakiku yang

biasanya paling senang menjahilimu, tapi saat kau menangis karena baru putus

dari pacarmu. Dialah yang akan berdiri di garda terdepan membelamu. Ntah yang

kau lakukan salah atau benar. karena apa, karena kalian keluarga. Sepenting itulah arti keluarga bagi Daniah, karena dia tahu, bagaimana rasanya terasing dari keluarganya selama ini.

“ Lantas apa yang mereka lakukan di

sini tadi?” menjentikan jarinya agar Daniah mendekat. Membenamkan tubuh Daniah

dalam pelukannya. “ Apa mereka melakukan hal buruk padamu lagi. Dan kenapa

adikmu ikut-ikut tadi.”

Bagi Saga ini hanya rasa kuatirnya

yang berlebihan pada istrinya.

“ Tidak sayang, Raksa hanya menemani

ibu dan Risya, sungguh mereka tidak melakukan hal buruk padaku. Mereka hanya

datang untuk minta maaf.”

Bagi Daniah dia hanya merasa Saga

sedang menjaga miliknya, tidak ingin siapapun menyentuh miliknya.

“ Minta maaf” Mendengus sambil

mencibir, seperti berkata mereka minta maaf, apa aku harus percaya itu.

“ Mereka tulus minta maaf kok, ibu

dan Risya bahkan sampai berlutut. Aku malah yang merasa tidak nyaman.” Akhirnya

Daniah menceritakan semua kejadian yang terjadi sore ini. Membeberkan semuanya

tanpa curiga sedikitpun kalau orang yang sedang dia gemgam tangannya inilah

alasan ibu dan Risya sampai berlutut di hadapannya.

“ Kenapa kau baik sekali,

seharusnya kau balas dendam dulu tadi.” Mencium bibir Daniah lembut, sekarang

walaupun langsung berdegup tapi dia sudah mulai bisa mengendalikan reaksi

wajahnya. Ketika Saga melakukan serangan tiba-tibanya.

“ Sudah kubilangkan. Keluarga pada

akhirnya akan selalu saling memaafkan.”

Ya, ya, aku memang menikahi

malaikat baik hati.

Daniah beralih pada hidangan yang

ada di meja. Dia mengambil sepotong pizza dan menyerahkan pada Saga laki-laki

itu mengeleng. Lebih suka memainkan rambut Daniah. Daniah menyodorkan pizza

yang baru saja dia gigit di depan mulut Saga. Hup, suaminya tidak menolak.

Dasar, jadi kau mau makan kalau

bekas gigitanku.

“ Apa kau nyaman bekerja di sini,

mau kusuruh Han siapkan rumah yang lebih besar. Sepertinya akan lebih baik

kalau hanya rumah lantai satu.”

Ya Tuhan apa secepat ini

permintaanku dikabulkan. Tidak, jangan serakah Daniah.

“ Tidak sayang, walaupun memang

terlihat kecil tapi ruko ini sangat nyaman kok.”

Saga bangun mengedarkan pandangan

menyapu ruangan. Matanya menyusuri tumpukan rak pakaian anak yang berjejer.

Jendela terbuka menunjukan warna keemasan sore. “ Sepertinya melelahkan kalau

harus memindahkan paket besar ke lantai atas.”

“ Haha, tidak, biasanya kami

bersama-sama mengerjakannya.”

Berhenti mengamati rukoku. Duduk kemari saja.

“tempat ini benar-benar sangat nyaman.”

“ Benarkah?” Berjalan menuju tempat

tidur. Daniah mengikuti setiap gerakan suaminya. Sekarang Saga sudah duduk di

tempat tidur. Menepuk kasur beberapa kali dengan tangannya. Memastikan kenyamanan tempat tidur dengan tubuhnya sendiri “ Apa tempat tidur

ini nyaman?”

“ Ia sangat nyaman, terimakasih

sudah memberi barang-barang berkualitas bagus.” Daniah ikut mendekati tempat

tidur, menepuk kasurnya lembut. “ Empuk dan nyaman, kadang aku ketiduran di

sini dan bermalas-malasan. Hehe. Terimakasih sudah memberiku banyak sekali hal

sayang.”

Saga menjatuhkan tubuhnya,

menghadap langit-langit kamar. “ Aku jadi ingin mencoba senyaman apa tempat

tidur ini.” Tertawa penuh makna.

Hei, hei, kau mau apa tuan muda

tidak tahu malu.

Daniah yang merasa terancam mau

bangun dari duduknya, tapi terlambat. Saga sudah meraih tangan dan menariknya

hingga ia ikut terjerembah terbaring di samping Saga. “Mau kemana?” senyumnya

sudah menyeringai. “ Tunjukan senyaman apa tempat tidur ini padaku.”  Tangan sudah mulai tidak bisa di kondisikan.

“ Sayang jangan begini, kita

lakukan nanti di rumah ya, hemmm. Hemm.” Saga sudah tidak membiarkan Daniah

mengeluarkan sepatah katapun. Mereka berciuman dalam. Berganti posisi beberapa

kali. Membiarkan Daniah mengambil nafas perlahan. Lalu melanjutkan serangannya

lagi. Kecupan mulai berpindah. Saga melepaskan sepatu dengan kakinya yang jatuh

membentur Lantai. Tangannya menarik baju Daniah.

“ Mbak Niah ini catatan. Maaf! Aku

tidak melihat kalian berciuman! Maafkan aku.”  Tika berlari menuruni tangga. “ Aku tidak lihat kalian sumpah.” Tapi dia

lemas terduduk di lantai.

“ Apa-apaan Tika, tidak melihat

tapi berteriak sekencang itu. Sayang sudah ya. Hemmm. Hemm.” Lagi-lagi menutup

mulut Daniah dengan bibirnya.“ Sayang.” Memohon pelan.

“ Biarkan mereka, teriakan

karwayanmu pasti di dengar Han.” Melanjutkan aktivitas yang sudah setengah

jalan. Kecupan keras membekas di leher Daniah. “ Ternyata tempat tidur ini

memang nyaman ya.”

Hentikan! Ini memalukan sekali

tahu.

Tika ambruk terduduk, sekelebat

adegan berbahaya yang dilihatnya di lantai atas kembali menari-nari nakal

di pikirannya. Dia merinding. Antara ngeri tapi juga ntahlah, dia tidak tahu apa

perasaannya sekaraang. Yang pasti wajahnya pucat.

“ Mbak Tika lihat apa!”

“ Apa mbak, cerita donk!”

“ Kamu lihat mbak Niah berciuman

ya. Haha.”

Tawa para karyawan di lantai bawah.

Membuat malu yang mendengarnya. Mereka berhenti cekikikan saat melihat Han

masuk melalui pintu kaca. Laki-laki itu menggangukan kepala lalu berjalan

menuju tangga. Duduk diam tidak bergeming. Seperti semesta yang hening, tidak

perduli keadaan sekitarnya. Han duduk di tangga sambil memeriksa hpnya. Dia mendengar suara pelan dari lantai dua. Tapi tidak ada reaksi apa-apa di wajahnya.

“ Tuan apa anda mau makan pizza

atau minum sesuatu.” Tika mendekati Han. Laki-laki itu mendongak.

“ Tidak terimakasih, nikmati saja

makanannya.”

“ aaa, baiklah.” Tika berlalu

kembali, berkumpul bersama karyawan yang lain. Membereskan semua sisa

pekerjaan. Dia melirik sekertaris Han yang memandang hpnya dengan kusyu tidak

perduli dunia di sekitarnya.

Dia juga terlihat sangat tampan,

tapi juga sangat dingin. Tapi mbak Niah juga tidak pernah menyebutkannya dalam

ceritanya. Apa dia bukan orang yang terlalu penting ya. Sudahlah. Aaaaa, apa

yang sedang terjadi dilantai atas ya.

Tika menahan tawa sendiri.

BERSAMBUNG