Chapter 400 episode 399 (S2)

Tuan besar beserta istri dan anak bungsunya sudah sampai di rumah sakit. Mereka langsung menuju ke ruang operasi. Di depan ruang operasi sudah ada Zira, Kevin dan Menik.

" Bagaimana keadaan Ziko." Tanya tuan besar.

" Tuan Ziko di dalam ruang operasi." Ucap Kevin.

" Zira, hiks hiks." Nyonya Amel memeluk menantunya. Mereka berdua menangis sesegukan.

Pakaian Zira dan Kevin masih penuh darah mereka enggan untuk mengganti atau membersihkannya.

" Bagiamana kejadiannya." Tanya tuan besar. Walaupun papanya Ziko sudah mendengar kejadian itu dari menantunya tapi dia ingin mendengar langsung dari Kevin.

Kevin menceritakan semuanya. Nyonya Amel dan Zelin meneteskan air mata ketika mendengar kejadian itu.

" Apa kamu sudah menghubungi pihak polisi." Tanya tuan besar.

" Sudah tuan, tadi ketika di sana saya sudah menghubungi pihak kepolisian." Jawab Kevin.

Mereka menunggu di luar dengan harap-harap cemas.

" Dimana Diki." Tanya tuan besar.

" Ada di dalam ruang operasi." Jawab Kevin.

" Vin, hubungi pengacara. Saya mau pelakunya tertangkap." Ucap tuan besar tegas.

" Baik tuan." Kevin pergi ketempat lain agar bisa menghubungi pengacara Ziko.

Kevin masih sibuk dengan pengacara. Dan pintu ruangan operasi di buka.

" Keluarga dari tuan Ziko." Ucap dokter.

" Kami keluarganya." Ucap tuan besar. Semuanya mengerumuni dokter tersebut.

" Maaf tuan, pasien banyak kehilangan darah. Kondisinya sangat kritis, lukanya terlalu dalam. Dan kami membutuhkan donor darah." Ucap dokter.

Mendengar itu tangisan Zira tambah menjadi-jadi. Dia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi.

" Ambil darah saya. Itu anak saya pasti darah kami cocok." Ucap tuan besar.

" Baik tuan." Dokter memerintahkan perawat untuk membawa tuan Raharsya ke laboratorium untuk di cek darahnya.

Dokter kembali masuk ke dalam ruang operasi.

" Dokter apakah dengan donor darah anak saya akan selamat." Tanya nyonya Amel.

" Saya tidak bisa menjanjikan, kami akan melakukan yang terbaik. Serahkan semuanya kepada Tuhan." Ucap dokter bedah.

" Ziko." Teriak Zira dan tidak berapa lama dia pingsan.

Nyonya Amel, Zelin dan Menik berusaha untuk membopong tubuh Zira dan di letakkan di atas kursi.

" Zira sadar." Ucap nyonya Amel. Walaupun wanita paruh baya itu tidak kuat mendengar penjelasan dari dokter, tapi dia berusaha menjadi penyemangat untuk menantunya.

Kevin baru selesai menghubungi pengacara. Dia melihat tubuh Zira di atas kursi dan kepalanya berada di pangkuan nyonya Amel.

" Apa yang terjadi." Tanya Kevin.

" Nona Zira pingsan." Jawab Menik.

" Kenapa? Apa ada kabar dari dokter." Tanya Kevin.

" Ada, tuan Ziko kehilangan banyak darah dan membutuhkan donor darah. Dan papanya baru mendonorkan darahnya." Ucap Menik.

" Vin, antarkan Zira pulang. Kalian beristirahatlah. Biar saya dan Zelin yang menunggu di sini." Ucap nyonya Amel.

" Tapi nanti nona Zira marah. Apalagi di rumah sendirian." Ucap Kevin.

" Apa sebaiknya kita menunggu kabar dari dokter agar ketika di rumah nona Zira bisa tenang." Ucap Kevin.

" Baiklah, kita tunggu kabar dari dokter."

Tuan besar masih mendonorkan darahnya di ruangan lain. Dan ada petugas kepolisian datang menghampiri mereka.

" Selamat malam, kami dari satuan kepolisian ingin menanyakan kejadian yang terjadi di gedung X." Ucap seorang polisi.

" Malam pak polisi. Silahkan apa yang ingin bapak tanyakan." Ucap Kevin.

" Kami mendapatkan kabar kalau yang bernama Ziko telah di tikam apakah itu benar?" Tanya polisi.

" Benar pak. Sekarang beliau lagi di dalam ruang operasi." Ucap Kevin.

" Bisakah saudara dan orang yang terlibat dalam kejadian itu ikut dengan kami ke kantor polisi. Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan." Ucap polisi.

" Bisa pak tapi tunggu pengacara kami. Dan istri. korban masih pingsan. Jadi kita tunggu sebentar sampai beliau sadar." Ucap Kevin.

" Baiklah, kami akan menunggu." Ucap pihak polisi. Tidak berapa lama Zira sadar, dia membuka matanya secara perlahan sambil memegang pelipisnya.

" Kak Zira sudah sadar." Ucap Zelin.

Zira berusaha duduk dari posisi berbaring. Dia melihat sekelilingnya dengan pandangan yang sedikit kabur.

" Bagaimana keadaan Ziko." Tanya Zira.

" Dokter belum mengabari lagi." Ucap nyonya Amel. Ada beberapa orang datang ke tempat mereka yaitu tim pengacara. Mereka langsung menemui Kevin dan bertanya lebih detail lagi. Kemudian menghampiri keluarga Raharsya.

Zira menghampiri pak polisi.

" Pak, aku mau yang melukai suamiku di tangkap!"

" Kita bicarakan itu di kantor polisi." Ucap pihak polisi.

" Bagaimana bisa kita ke kantor polisi." Tanya pihak polisi.

" Tunggu, kami masih menunggu kabar dari dokter." Ucap Zira.

Pengacara mendekatinya.

" Nona sebaiknya anda dan yang lainnya memberikan kesaksian secepatnya biar polisi cepat bertindak dan menangkap pelakunya segera." Ucap pengacara.

Zira melihat kearah mertuanya. Nyonya Amel menganggukkan kepalanya.

" Iya Zira, kamu harus memberikan kesaksian segera. Nanti mama akan mengabarimu. Dan setelah dari kantor polisi kamu langsung beristirahat." Ucap nyonya Paula.

" Tapi aku ingin berada dekat suamiku." Ucap Zira.

" Sayang, kamu harus istirahat dan membersihkan diri. Besok kamu kesini lagi menggantikan posisi mama dan papa." Ucap nyonya Amel merayu menantunya.

Dengan berat hati dia mengikuti kemauan mertuanya. Walaupun berat tapi dia harus memberikan kesaksian di kantor polisi agar pelaku dapat segera tertangkap.

Semuanya sudah pergi meninggalkan rumah sakit hanya Zelin dan nyonya Amel yang masih menunggu di depan ruang operasi.

Mereka ke kantor polisi di dampingi oleh tim pengacara. Pengacara akan membantu mereka untuk menyelesaikan kasus itu.

Mereka tiba di kantor polisi sudah larut malam. Tim penyidik langsung mengajukan beberapa pertanyaan. Mereka menceritakan secara detail. Tidak lupa pihak polisi menanyakan ciri-ciri pelayan yang memberikan minuman kepada Zira.

" Wajahnya kurang jelas, tapi ada tahi lalat di dekat bibirnya. Dan alisnya tebal." Ucap Zira, dia tidak terlalu mengenal sosok pelayan itu karena pada saat mengantarkan minuman kehadapan nya, pelayan itu lebih sering menundukkan kepalanya.

" Apa anda dan suami mempunyai seorang musuh." Tanya polisi.

" Tidak ada." Seingatnya mereka sudah tidak punya musuh. Karena Kia dan Sisil sudah dibebaskannya jadi menurutnya bukan kedua wanita itu.

Pihak polisi terus mengajukan pertanyaan kepada ketiganya yaitu Zira, Menik dan Kevin. Tapi yang mendapatkan pertanyaan paling banyak adalah Zira.

Di apartemen Bima melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu pagi. Tapi kakaknya belum juga pulang. Sebagai adik tentu dia merasa khawatir karena kakaknya seorang wanita dan pergi dengan seorang pria.

Di dalam benaknya sudah memikirkan hal-hal yang jelek.

" Kalau sampai di menyentuh kakakku, akan aku habisi dia." Gerutu Bima.

Waktu terus berputar tapi Menik belum juga pulang. Dan ketika tepat pukul dua pagi, ada seseorang membuka pintu apartemen yaitu Menik.

Bima melihat penampilan kakaknya yang kusut dan mengenakan jaketnya.

" Kenapa baru pulang? Apa tidak tau ini sudah pagi! Dari mana saja kalian?" Ucap Bima marah.

" Dari kantor polisi." Ucap Menik sambil menguap.

" Apa! Kantor polisi?" Bima kaget.

Dia mendekati kakaknya yang berjalan ke dapur dan sedang minum air putih.

" Apa yang terjadi dengan kalian? Apa pria brengsek itu baru menabrak seseorang." Ucap Bima.

" Sstt diam. Kamu kalau enggak tau tidak usah membuat praduga sendiri. Kakak, pak Kevin dan nona Zira baru memberikan kesaksian."

" Kesaksian apa." Tanya Bima lagi.

" Kesaksian kalau nona Zira mau di racun dan kesaksian tentang tuan muda Ziko yang kena tikam seseorang."

" Apa!" Bima kaget lagi.

" Bagaimana bisa itu terjadi bukannya tuan muda selalu membawa bodyguard." Ucap Bima.

" Like, komen dan vote yang banyak ya, terimakasih."

Ig. anita_rachman83