Chapter 315 episode 314 (S2)

" Ma apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa kalian tinggal di rumah ini." Ucap Kevin cepat.

Mamanya hanya menundukkan kepalanya sambil menangis. Jesy datang mendekati mamanya, dan memeluk bahu mamanya dari belakang.

" Mama katakanlah kepada kak Kevin, jangan ada yang di tutupi lagi." Ucap adiknya mengingatkan.

Nyonya Paula mengambil nafasnya dalam-dalam. Dia mengatur pernafasannya agar bisa berbicara normal tanpa ada sesegukan karena menangis.

Nyonya Paula mengingat kejadian enam tahun lalu.

Flashback

Enam tahun yang lalu ketika Kevin meninggalkan rumahnya. Papanya marah besar, dia tidak mengizinkan keluarganya berkomunikasi dengan putra sulungnya.

Kemarahannya telah membuatnya benci dengan darah dagingnya sendiri. Dia memutuskan komunikasi secara sepihak dengan Kevin. Menurut papanya Kevin tidak di anggap anak lagi olehnya.

Papanya merasa malu dengan temannya yaitu papanya Jasmin, karena mereka sudah menjodohkan anaknya semasa kecil. Tapi kenyataannya anaknya telah mencoreng wajahnya sendiri.

Setiap hari papanya marah, semua jadi bahan amukan oleh papanya. Tuan Hendrik menjadi pria yang temperamental, tidak hanya di rumah, di kantor dia juga marah.

Emosinya tidak ada habisnya, sampai suatu hari dia terjatuh di ruang kerjanya. Pada saat itu dia ada di kantor. Karyawan tidak mengetahui kejadian itu, hampir setengah jam papanya tergeletak di lantai. Dan setelah itu salah satu karyawan ada yang mengetuk pintunya, karena tidak ada jawaban sama sekali dari dalam, karyawannya memberanikan diri untuk membuka pintu.

Karyawan itu langsung meminta bantuan kepada temannya untuk menghubungi ambulans. Tubuh papanya dibawa kerumah sakit. Dan dokter mengatakan kalau papanya mengalami stroke.

Awalnya bagian tubuh papanya hanya sebelah yang tidak bisa di gerakkan. Lama-lama seluruh anggota badannya tidak bisa di gerakkan sama sekali.

Selama setahun pihak perusahaan selalu membayar gajinya secara full. Tapi setelah setahun pihak perusahaan mengambil keputusan untuk memberhentikan tuan Hendrik secara hormat.

Karena sudah tidak ada penghasilan mamanya berinisiatif menjual rumahnya dengan seorang agen. Dan hasil dari penjualan rumah itu di belikan rumah yang mereka tempati sekarang, dan sisanya di jadikan modal usaha untuk mamanya membuat toko roti.

Kevin merasa iba mendengar cerita mamanya. Mamanya telah bertukar peran menjadi tulang punggung untuk menafkahi keluarganya.

" Mama bersyukur kami bisa bertahan dengan toko roti itu." Ucap mamanya sambil sesegukan.

" Kenapa mama tidak menghubungi aku." Tanya Kevin.

Mamanya menggelengkan kepalanya.

" Nomor kamu sudah di hapus papa kamu. Kami tidak di izinkan untuk berkomunikasi dengan kamu nak." Ucap mamanya.

" Kak Jasmin yang banyak membantu kami. Karena perobatan mahal, dia yang datang untuk mengecek papa. Dan dia juga yang selalu membelikan obatnya." Jawab adiknya.

" Maafkan aku yang tidak pernah mencari keberadaan kalian." Ucap Kevin sambil menggenggam tangan mamanya.

" Kamu tidak salah nak. Papamu yang sangat terobsesi menjodohkanmu dengan anak sahabatnya." Ucap mamanya.

" Semua sudah terjadi, dan aku sekarang ada disini. Kita harus bangkit dari keterpurukan ini." Ucap Kevin memberikan semangat untuk mamanya dan adiknya.

" Bagaimana caranya." Tanya mamanya.

" Kita semua pindah ke tanah air." Ucap Kevin cepat.

Dua wanita di depannya saling pandang.

" Tapi, kenapa harus di sana." Ucap mamanya bingung.

" Ma, aku sudah ada rumah di sana. Kalian tidak harus memikirkan segala sesuatunya. Aku akan menafkahi kalian semua. Dan untuk perobatan papa, akan kita lanjutkan di sana. Perobatan di sana juga bagus." Ucap Kevin cepat.

Mamanya belum memberikan jawaban apapun. Wanita paruh baya itu pergi meninggalkan anaknya menuju kamarnya.

" Mama kenapa." Tanya Kevin berat.

Adiknya Jesy menggelengkan kepalanya cepat.

" Apa kamu setuju dengan ide kakak." Tanya Kakaknya.

" Aku mau kak. Sudah lama aku ingin melihat tanah kelahiran papa kita." Ucap Jesy antusias.

" Nanti kamu akan melanjutkan kuliah di sana." Ucap Kevin lagi.

Jesy tambah semangat, menurutnya tidak ada kendala untuk dirinya melanjutkan pendidikan di sana. Secara bahasa dia sudah paham, tinggal mental dan adaptasi dengan lingkungan saja yang harus dia perbaiki.

Keadaan di sana sudah malam, dan Kevin di antarkan adiknya menuju kamarnya.

" Kak ini kamar kakak." Ucap adiknya sambil menunjuk sebuah kamar yang sangat kecil.

Kevin masuk dan melihat kamar itu. Fotonya yang dulu masih ada di situ. Dia melihat isi lemari, pakaiannya masih tersusun rapi di tempatnya.

" Kalian tidak di izinkan berkomunikasi dengan kakak. Tapi kenapa kalian masih menyediakan kamar untuk kakak." Tanya Kevin.

" Karena mama yakin suatu saat kakak akan kembali. Dan sekarang terbukti kakak telah kembali." Ucap adiknya.

Jesy keluar dari kamar itu. Dia juga akan istirahat. Di kamar itu Kevin merebahkan tubuhnya di kasur yang kecil. Badannya terasa capek tapi matanya enggan untuk tertutup. Dia mengambil ponselnya, pesan dari Menik di bukanya kembali. Tapi pesan itu tidak di balasnya, Kevin ingin menghubungi Menik, tapi di tanah air waktu sudah terlalu malam, jadi dia mengurungkan niatnya.

Waktu tengah malam di tanah air. Pasangan suami istri Ziko dan Zira masih sibuk mengobrol, mereka menghabiskan waktunya di atas kasur.

" Sayang, aku tadi ke rumah sakit ketemu dengan Fiko." Ucap Zira.

Ziko langsung menoleh.

" Apa yang di bicarakannya kepada kamu." Ziko penasaran sambil menatap tajam wajah istrinya.

" Sayang, kamu kenapa? Apa kamu cemburu." Ucap Zira cepat.

" Jelas aku cemburu, bagaimana pun dia pernah menyukaimu." Ucap Ziko cepat.

" Kamu tidak harus cemburu lagi dengannya, karena dia akan menikah." Ucap Zira cepat.

" Oh jadi ya." Ucap Ziko pelan dengan wajah yang tidak menegangkan lagi.

" Jadi? Memangnya kamu tau rencana dia mau menikah." Sekarang Zira yang balik penasaran.

Ziko menganggukkan kepalanya.

" Bagaimana kamu bisa tau, kalau dia akan menikah? Apa Vita menemui kamu." Sekarang Zira yang cemburu sambil membelakangi tubuh suaminya.

" Kamu cemburu ya." Ziko mencoba merayu istrinya dengan memeluknya.

" Jelas aku cemburu, dia mantan kamu. Dan kamu tidak berkata jujur kepadaku. Kalau kamu pernah menemuinya." Ucap Zira marah.

" Sayang, jangan marah. Yang penting sekarang aku telah jujur kepadamu." Ucap Ziko sambil tetap memeluk istrinya.

" Alah kalau aku tidak berbicara mengenai ini pasti kamu tidak akan bercerita tentang pertemuanmu dengannya." Ucap Zira sewot.

" Kamu mau dengar enggak? Kenapa dia menemui aku." Ucap Ziko cepat.

Karena penasaran akhirnya Zira membalikkan badannya menghadap suaminya.

" Apa?" Ucap Zira.

" Dia datang ke kantorku dalam keadaan bingung."

Ziko menceritakan semuanya yang dibicarakan dengan Vita. Masalah lamaran, dan masalah mandul juga di ceritakannya.

" Jadi kamu jawab apa?" Ucap Zira penasaran.

" Dia datang kekantor minta pendapatku. Dan aku mengantakan kepadanya jika ada cinta di antara mereka berdua maka dia harus berkata jujur kepada Fiko. Dan sekarang terbukti pria itu mau menerima dia apa adanya." Ucap Ziko cepat.

" Oh jadi itu maksudnya kedatangan Vita." Ucap Zira sambil manggut-manggut.

" Sayang, aku sudah mengatakan kepadamu, kalau cintaku hanya untukmu. Mereka adalah masa laluku. Masa lalu yang tidak pernah ada rasa cinta, dan cinta sejati ada dihadapanku." Ucap Ziko sambil mengecup bibir Istrinya.

Malam semakin larut, akhirnya mereka dapat memejamkan matanya, mengistirahatkan tubuh mereka yang sudah seharian beraktivitas.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."