Chapter 312 episode 311 (S2)

Zira masih menunggu kabar dari suaminya, waktu sudah menunjukkan jam 10 tepat, tapi Ziko belum memberi kabar tentang siapa yang akan mengantarkannya ke dokter.

Tiba-tiba ada suara pintu di ketuk.

Tok tok tok.

Zira langsung membuka pintunya. Ada seorang pria yang menurut Zira tidak asing wajahnya. Tapi dia lupa kapan dan di mana terakhir kali dia bertemu pria separuh baya itu.

" Selamat pagi nona, saya di perintahkan tuan muda untuk menjemput nona." Ucap pria tersebut.

" Bapak bukan supir baru kan? Soalnya wajah Bapak tidak begitu asing." Tanya Zira.

" Tidak nona, saya adalah supir yang dulu pernah di pecat Pak Kevin." Ucap pria itu.

Zira memikirkan telah berapa banyak supir yang di pecat Kevin selama dia menjadi istri Ziko.

" Maaf Pak saya lupa." Ucap Zira lagi.

" Saya yang pernah mengantar nona kebandara. Dan pada saat itu juga saya di pecat." Ucap supir itu menjelaskan.

" Oh Bapak yang mengantarkan ke bandara pada waktu itu." Tanya Zira.

" Boleh kita berangkat nona." Tanya supir itu lagi.

" Oh iya." Ucap Zira sambil masuk sebentar ke dalam dan keluar lagi dalam beberapa detik. Dia mengambil tas jinjingnya. Kemudian dia mengunci pintu rumahnya.

Supir itu membukakan pintu untuk majikannya. Setelah Zira duduk, supir langsung menyalakan mesin mobil dan mobil langsung melaju ke jalan raya.

Di mobil.

" Tunggu Pak, seingat saya, ada dua supir yang mengantar saya ke bandara. Bapak yang mana?" Zira terlihat bingung, seingatnya pada saat suaminya keluar negeri dia nyusul ke luar negeri juga, dan yang mengantarkannya ke bandara pria yang berbeda.

" Oh saya yang pertama kali mengantar nona ke bandara. Kalau saya tidak lupa, pada saat itu nona baru beberapa hari bertunangan dengan tuan muda." Ucap supir itu menjelaskan.

Zira manggut-manggut, dia mengingat peristiwa itu. Dimana ketika dia tiba di bandara tujuan, dia di stop sama petugas bandara. Dan Ziko menyusulnya ke bandara itu.

" Oh iya Pak saya ingat betul dengan peristiwa itu." Ucap Zira.

" Jadi Bapak, di panggil lagi." Tanya Zira.

" Iya seperti itu nona." Ucap supir itu.

Setelah percakapan itu, suasana menjadi hening. Hanya suara mesin mobil yang terdengar.

Suara ponsel Zira berdering.

" Halo sayang." Ucap Ziko ketika panggilannya masuk.

" Ya." Ucap Zira ketus.

" Marah ya? Maaf ya suami kamu sibuk banget ini hari. Aku sampai lupa menghubungi kamu jam 10. Tapi supirnya sudah datangkan." Ucap Ziko.

" Belum sayang, aku sekarang naik taxi ke dokter." Jawab Zira manja.

" Serius kamu." Tanya Ziko panik.

Zira merasa khawatir, kalau suaminya akan memecat supir itu lagi.

" Wah mau di pecat lagi dia." Ucap Ziko cepat.

" Enggak sayang, aku bersama supir kamu di mobil, menuju rumah sakit." Ucap Zira cepat.

" Yang benar." Sekarang Ziko yang tidak percaya.

Zira langsung menyerahkan ponselnya kepada Pak supir.

" Apa ini nona." Tanya supir itu.

" Bilang saja sama suami saya kalau kita sudah berangkat dan menuju rumah sakit." Perintah Zira.

Supir itu mengambil ponsel Zira dan mengatakan seperti yang di perintahkan majikan. Kemudian Pak supir mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya.

" Ya halo sayang." Ucap Zira.

" Kabari aku tentang jahitan kamu." Ucap Ziko cepat.

" Maksudnya." Tanya Zira bingung.

" Iya, nanti kamu tanya ke dokter itu jahitan sudah kering sempurna apa belum. Dan satu lagi." Ziko menggantung kalimatnya.

" Apa."

" Tanyakan kepada dokter, kapan kita bisa honeymoon lagi." Ucap Ziko cepat.

" Idih kamu itu buat malu saja. Enggak aku enggak mau tanya hal itu kepada dokter." Ucap Zira membantah.

" Ya sudah kalau kamu tidak mau tanya nanti aku tanya sama Diki." Ucap Ziko cepat.

" Terserah, yang jelas jangan aku yang tanya." Ucap Zira cepat.

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana malunya jika dia mengikuti suaminya untuk bertanya hal itu kepada dokter.

" Ya sudah, aku mau meeting lagi." Ucap Ziko. Kemudian panggilan terputus.

Tidak berapa lama mobil sampai di rumah sakit. Mobil langsung berhenti di depan pintu loby. Supir membukakan pintu untuk Zira.

Zira mendaftar kebagian registrasi. Dia mendapatkan nomor urut 5. Zira menyusuri beberapa ruangan kemudian dia tiba di poli kandungan. Ada beberapa ibu hamil di situ yang juga sedang menunggu.

Zira merasa sedih ketika melihat wanita hamil. Dia membayangkan perutnya yang dulu. Tidak terasa bulir air matanya mengalir. Dia langsung buru-buru menghapusnya. Dokter kandungan telah tiba. Perawat memanggil satu persatu untuk di periksa. Setelah melewati beberapa nomor, akhirnya nomor Zira di panggil.

Zira masuk ke dalam ruangan itu.

" Nona Zira." Ucap dokter itu ramah.

Dokter spesialis kandungan itu terlihat ramah dan langsung menyalami Zira. Dokter itu ingat wajah pasiennya.

" Bagaimana keadaan anda." Tanya dokter itu.

" Sudah lebih baik dok." Jawab Zira.

" Saya turut berdukacita." Ucap Dokter itu.

Kemudian Dokter itu memeriksa jahitan yang ada di perut Zira. Dan sekaligus Zira konsultasi tentang seputar kehamilan.

" Dok, apa saya bisa hamil lagi." Tanya Zira.

" Tentu nona, tidak ada masalah dengan rahim anda." Ucap dokter menjelaskan.

" Saya khawatir tidak bisa hamil lagi." Ucap Zira pelan.

" Saya yakin anda bisa hamil lagi. Karena rahim anda tidak ada masalah. Tapi kita harus serahkan sama Tuhan, karena semua ada ditangan-Nya." Ucap Dokter itu.

Dokter itu memberikan resep obat untuk pasiennya.

" Ini resep obatnya. Dan mengenai jahitan sudah bagus, dan sudah mulai mengering, mungkin beberapa minggu lagi jahitan dalamnya akan mengering sempurna. Yang penting obatnya di minum." Ucap dokter itu menjelaskan.

Kemudian Zira keluar dari poli kandungan itu. Dan berjalan menuju apotek. Zira meletakkan resepnya di keranjang khusus resep.

Dia duduk di sofa yang telah di sediakan pihak rumah sakit, untuk pasien yang menunggu antrian obat.

Dari jauh ada sosok yang memperhatikannya. Dan berjalan mendekatinya.

" Zira."

Zira langsung mengangkat kepalanya, melihat sosok pria yang berdiri di depannya.

" Fiko." Ucap Zira cepat sambil melihat sekelilingnya.

" Mana Naura." Tanya Zira.

" Naura sehatkan." Zira terlihat khawatir.

" Naura sehat, Naura lagi kontrol saja." Jawab Fiko cepat.

Fiko langsung duduk di sebelah Zira.

" Kamu ngapain ke sini." Tanya Fiko.

" Kontrol." Jawab Zira pelan.

" Kamu sakit apa." Tanya Fiko lagi.

" Aku tidak sakit, aku hanya mengontrol jahitan di perutku." Jawab Zira.

" Apa kamu baru operasi usus buntu." Tanya Fiko.

Zira tertawa mendengar tebakan Fiko yang asal.

" Bukan, aku baru kehilangan anakku seminggu yang lalu." Ucap Zira pelan.

" Oh maaf Zira, aku tidak bermaksud membuat kamu bersedih." Ucap Fiko tidak enak hati.

" Tidak apa-apa, Tuhan lebih sayang kepada bayiku, dibandingkan kasih sayang kami berdua." Ucap Zira pelan.

" Maaf, karena aku tidak tau kabar ini. Dan aku juga tidak tau kalau kamu hamil." Ucap Fiko lagi.

" Tidak apa-apa." Jawab Zira pelan.

" Zira, aku mau kasih kabar ke kamu, dan kebetulan kamu di sini. Maka kamu orang pertama yang harus tau kabar ini." Ucap Fiko semangat.

" Apa." Zira penasaran.

" Aku akan menikah dengan Vita." Ucap Fiko antusias.

" Sungguh." Zira merasa senang mendengar kabar baik itu.

Fiko menceritakan tentang kedekatan mereka berdua, dan juga menceritakan tentang dia melamar Vita.

" Bagaimana reaksinya ketika kamu lamar." Tanya Zira penasaran.

" Dia menolakku." Ucap Fiko pelan.

" Kenapa? Apa dia memberi alasannya." Tanya Zira lagi.

Fiko menganggukkan kepalanya pelan.

" Dia menceritakan tentang hancurnya rumah tangganya yang pertama, dan dia menceritakan kepadaku apa yang menyebabkan rumah tangganya yang dulu hancur."

" Apa." Tanya Zira.

" Dia mandul, dia menolakku karena itu." Ucap Fiko pelan.

" Kamu jawab apa setelah mendengar itu." Tanya Zira lagi.

" Aku menerima dia apapun kekurangannya. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Kekurangannya bukan menjadi penghalang untuk kami berumah tangga." Ucap Fiko lagi.

" Iya kamu betul, dengan kekurangan masing-masing kalian bisa saling melengkapi. Karena kekuatan cinta sebuah rumah tangga bisa bertahan sampai akhir hayat."

" Jadi kapan kalian akan menikah." Tanya Zira lagi.

" Tiga bulan lagi kami akan menikah. Dan aku ingin kamu merancang gaun pengantin untuk kami berdua." Ucap Fiko cepat.

" Baiklah, aku akan merancang gaun yang paling bagus untuk kalian berdua."

Seorang apoteker memanggil nama Zira.

Zira beranjak dari kursinya dan mengambil obatnya.

" Fiko aku harus balik." Ucap Zira cepat.

" Baiklah, hati-hati dan jaga kesehatan." Ucap Fiko.

" Oh iya, salam sayang buat Naura." Ucap Zira kemudian berlalu meninggalkan Fiko.

" Zira kamu wanita yang baik. Aku bangga pernah menyukaimu. Walaupun kamu bukan jodohku, tapi aku tetap berdoa yang terbaik untukmu dan keluargamu." Gumam Fiko pelan.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."